No
Spesies
Suku
INP (%)
Semai dan Tumbuhan Bawah
1
Tithonia diversifolia
Asteraceae
45,26
2
Mikania cordata
Asteraceae
21,86
3
Cyathula prostata
Amaranthaceae
20,55
4
Piper cubeba
Piperaceae
15,50
5
Pennisetum purpureum
Poaceae
13,72
6
Voacanga grandifolia
Apocynaceae
10,78
Pancang
1
Tithonia diversifolia
Asteraceae
80,13
2
Streblus asper
Moraceae
35,32
3
Voacanga grandifolia
Apocynaceae
21,39
4
Lepisanthes rubiginosum
Sapindaceae
16,11
5
Syzygium pycnanthum
Myrtaceae
11,80
Tiang
1
Streblus asper
Moraceae
57,20
2
Syzygium pycnanthum
Myrtaceae
27,66
3
Voacanga grandifolia
Apocynaceae
21,29
4
Microcos tomentosa
Tilliaceae
18,60
5
Schoutenia ovata
Sterculiaceae
16,74
6
Syzygium racemosum
Myrtaceae
10,38
Pohon
1
Ficus hispida
Moraceae
22,27
2
Schoutenia ovata
Sterculiaceae
20,59
3
Syzygium pycnanthum
Myrtaceae
17,27
4
Streblus asper
Moraceae
14,98
5
Microcos tomentosa
Tilliaceae
13,95
6
Garuga floribunda
Burseraceae
12,72
7
Ficus racemosa
Moraceae
10,68
8
Emblica officinalis
Euphorbiaceae
10,54
9
Litsea glutinosa
Lauraceae
10,16
Bambu
1
Bambusa blumeana
Poaceae
225,13
2
Schizostachyum zollingeri
Poaceae
46,09
3
Schizostachyum iraten
Poaceae
18,15
38
Beberapa literatur hasil penelitian telah mengungkapkan sebagian kondisi
vegetasi di TWA Gunung Baung (Yuliani et al. 2006, 2006a; Pa’i dan Yulistiarini
2006; Catur 2008)
. Spesies flora yang cukup banyak dijumpai di kawasan ini
antara lain beringin (Ficus benjamina), kepuh (Sterculia foetida), bendo
(Artocarpus elastica) dan gondang (Ficus variegata), serta berbagai spesies
bambu dari berbagai spesies (Bambussa blumeana, B. vulgaris, Schizostachyum
zollingeri, S. iraten, Dendrocalmus asper dan Giganthocloa apus). Keberadan
bambu cukup banyak dijumpai di dalam kawasan, terutama spesies B. blumeana.
Setidaknya terdapat empat marga bambu tumbuh di kawasan Taman
Wisata Gunung Baung, yaitu: Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, dan
Schizostachyum. Kawasan TWA Gunung Baung memang merupakan habitat
alami bagi beberapa spesies bambu.
Tingkat keanekaragaman spesies di suatu kawasan dapat didekati dengan
menggunakan perhitungan nilai indeks keanekaragaman spesies (heterogenitas)
Shannon-Wiener (H’) (Ludwig dan Reynolds 1988; Krebs 1989). Nilainya
ditetapkan berdasarkan struktur kerapatan atau kelimpahan individu dari setiap
spesies yang teramati. Rosalia (2008) menggunakan kriteria nilai indeks ini
menurut Tim Studi IPB (1997). Kriteria nilainya adalah: kelimpahan spesies
tinggi bila nilainya ≥ 3, sedang jika nilainya 2 – 3, dan rendah jika nilainya ≤ 2.
Hasil penghitungan nilai Indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener di
lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener pada setiap
strata/habitus pertumbuhan vegetasi di TWA Gunung Baung, Jawa
Timur
Semai dan tumbuhan
bawah
pancang
tiang
pohon bambu
Indeks Shanon-
Wiener (H')
3,52
2,81
3,35
3,79
0,98
Jml spesies
164
103
68
101
6
Kriteria
tinggi
sedang
tinggi
tinggi
rendah
Nilai Indeks Shannon-Wiener (H’) mengindikasikan bahwa keanekaragaman
spesies tumbuhan di TWA Gunung Baung termasuk tinggi.
39
5.2. Spesies Syzygium Di TWA Gunung Baung
Dari penelitian ini diketahui terdapat enam spesies Syzygium tumbuh di
lokasi penelitian. Keenam spesies tersebut adalah Syzygium cumini, S. littorale,
S. polyanthum, S. pycnanthum, S. racemosum, dan S. samarangense. S.
pycnanthum merupakan spesies yang paling banyak dijumpai, sedangkan S.
samarangense paling sedikit ditemui. Pertelaan karakter morfologis untuk setiap
jenis adalah sebagai berikut:
5.2.1. Syzygium cumini (L.) Skeels.
Habitus S. cumini berupa pohon berbatang pendek dengan tinggi dapat
mencapai 20 meter dan tidak berbanir. Percabangan berwarna abu-abu atau coklat
kekuningan. Daun tunggal tersusun berhadapan, berbentuk bulat telur hingga oval,
berwarna hijau-hijau tua, tepi daun rata. Ukuran daun sekitar 7-15 cm x 5-9 cm
dan memiliki tangkai daun sepanjang 1-3,5 cm. Bunga berukuran kecil (diameter
4-7 mm) yang tersusun dalam satu perbungaan. Perhiasan bunga berwarna putih
hingga kekuningan, bunga tersusun dalam perbungaan yang muncul di ketiak
daun pada bagian ujung ranting dan percabangan. Buah buni berbiji satu,
berbentuk lonjong, saat masak berwarna merah tua keunguan,dengan rasa manis-
kelat hingga manis (Gambar 9). Musim berbunga dan berbuah terjadi pada bulan
April-Oktober. Sinonim untuk spesies ini adalah S. jambolanum Miq., Eugenia
cumini (L.) Druce, dan Eugenia jambolana Lamk. (Dalimartha 2003).
Syzygium cumini adalah spesies asli dari India, Burma, Ceylon dan Pulau
Andaman yang telah ternaturalisasi di kawasan Malesia termasuk di Jawa.
Keberadaan spesies ini di banyak wilayah di Asia Selatan sangat berkaitan dengan
budaya dan agama Hindu yang berkembang di sana, sehingga banyak ditanam di
sekitar candi dan bangunan ibadah lainnya (Morton 1963). Keberadaannya di
Indonesia kemungkinan juga berkaitan dengan penyebaran agama Hindu di Jawa
yang dilakukan oleh para pendatang dari wilayah India. Menurut Backer dan van
den Brink (1963), di Jawa spesies ini tumbuh pada ketinggian di bawah 500 mdpl
di hutan jati, dan banyak ditanam untuk dimanfaatkan buahnya.
Di samping berguna sebagai buah segar, bahan jus, bahan pembuatan
minuman berfermentasi serta obat, spesies ini juga memiliki fungsi dan kegunaan
ekologis. Beberapa jenis satwa, seperti burung, mamalia berkaki empat, kelelawar
40
serta kalong, memanfaatkan buahnya sebagai sumber pakan mereka (Maiden 1889
dalam Morton 1963). Bunga S. cumini mengandung banyak nektar yang
dimanfaatkan oleh lebah sebagai sumber pakannya (Ordetx Ros 1952 dalam
Morton 1963).
Dalam kawasan spesies ini dijumpai tumbuh pada tempat yang terbuka,
tidak terdapat bambu di lokasi dengan topografi yang relatif datar. Sebanyak 6
individu tercatat dalam petak pengamatan yang terdiri atas 1 individu tingkat tiang
dan 5 individu tingkat pohon.
Gambar 9 Bunga (a), buah (b), dan perawakan pohon Syzygium cumini (c)
5.2.2. Syzygium littorale (Blume) Amshoff
Perawakan S. littorale berupa pohon dengan tinggi dapat mencapai 10-20
meter. Daun tunggal tersusun berhadapan berbentuk lanset-oblong dengan ujung
meruncing. Ukuran panjang daun tiga kali dari ukuran lebarnya. Perbungaan
terminal atau muncul pada bagian ranting di bekas tangkai daun yang gugur.
Beberapa kuntum bunga tersusun dalam satu perbungaan. Perhiasan bunga
berwarna putih dengan ukuran sekitar 1,5 – 2 cm (Gambar 10). Buah berbentuk
bulat campanulate (berbentuk seperti lonceng) berwarna hijau kekuningan dengan
ukuran diameter sekitar 2,5- 3,5 cm. Nama sinonimnya adalah Eugenia subglauca
K.&V., Jambosa litoralis Bl.
a
b
c
41
Backer dan van den Brink (1963) menyatakan bahwa spesies ini adalah
spesies asli di Jawa. Tempat tumbuhnya di hutan-hutan, terutama di sepanjang
tepi sungai. Dalam kawasan TWA Gunung Baung dijumpai tumbuh pada tempat
tempat yang tidak dijumpai bambu, daerah bersemak dengan pohon-pohon yang
tidak terlalu rapat. Sebanyak 18 individu tercatat dalam petak pengamatan, terdiri
atas 8 individu tiang dan 10 individu pohon.
Gambar 10 Bunga (a), kuncup bunga dan daun (b), dan perawakan pohon
Syzygium littorale (c)
5.2.3. Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.
Habitus S. Polyanthum berupa pohon dengan batang yang jelas, bentuk
tajuk yang rapat, dan tinggi dapat mencapai 25 meter. Kulit batang beralur kasar
berwarna coklat gelap. Daun tunggal tersusun berhadapan berbentuk elip-bulat
ataupun obovate (bulat telur terbalik) dengan ujung meruncing. Ukuran daun
sekitar 5-15 x 3,5-6,5 cm dengan panjang tangkai daun antara 5-12 mm.
Perbungaan rapat di ujung atau ketiak ranting. Bunga tersusun rapat berwarna
putih kemerahan berbau harum. Buahnya manis berbentuk bulat dengan diameter
8-9 mm berwarna merah hingga merah tua (Gambar 11). Sinonim untuk spesies
ini adalah Eugenia polyantha Wight. Habitat alaminya adalah kawasan hutan
a
b
c
42
pada ketinggian 5 – 1.000 m dpl. Spesies ini sering ditanam di pekarangan untuk
dimanfaatkan daun dan buahnya (Backer dan van den Brink 1963).
Dijumpai sebanyak 7 individu yang tercatat dalam petak pengamatan yang
terdiri atas: 3 individu tingkat semai, 1 individu tingkat pancang dan 3 individu
tingkat tiang. Tumbuh di tempat-tempat yang tidak didominasi bambu, belukar
dengan pohon-pohon tidak terlalu rapat, pada daerah lereng bukit.
Gambar 11 Bunga (a), daun (b), dan perawakan pohon Syzygium polyanthum (c)
5.2.4. Syzygium pycnanthum Merr. & L.M. Perry
Habitus S. pycnanthum berupa pohon kecil, tinggi hingga 15 m, diameter
batang dapat mencapai 30 cm dan tidak berbanir. Daun tunggal tersusun
berhadapan, berwarna hijau tua pada permukaan atas dan hijau pucat pada
permukaan bawahnya. Bentuk daun ovate-oblong-lanceolate (bulat telur-
memanjang-lanset), tepi daun rata, ujung daun acute-acuminate (runcing-
meruncing). Ukuran daun antara 12,5-37 cm x 3-10 cm, memiliki intramarginal
vein dengan jarak 8-10 mm dari tepi daun. Perbungaan muncul di ujung ranting.
Bunga tersusun rapat dengan tangkai bunga pendek 3-4 mm, mahkota bunga
berwarna putih-keunguan, kelopak bunga berwarna putih-kehijauan-ungu,
a
b
c
43
memiliki benang sari yang banyak berwarna putih dan berwarna kemerahan pada
bagian pangkalmya. Buahnya berupa buah buni, berbentuk bulat, buah muda
berwarna hijau, buah tua berwarna merah keunguan atau hijau kemerahan dengan
diameter buah 2,5-3,5 cm (Gambar 12). Sinonim untuk spesies ini adalah Eugenia
densiflora (Bl.) Duthie, E. Axillaris Auct. Non Willd.
Dijumpai dua varian S. pycnanthum di TWA Gunung Baung, yaitu yang
berbuah merah keunguan dan hijau. Perawakan dan karakter lainnya relatif sama,
yang membedakan hanya pada warna buahnya saja. Perbandingan jumlah antara
keduanya tidak diketahui. Hal ini dikarenakan tidak banyak individu yang
berbunga atau berbuah pada saat dilakukan penelitian.
Spesies ini memiliki rentang habitat yang lebar. Dapat tumbuh dari dataran
rendah hingga dataran tinggi dengan berbagai tipe kondisi lingkungan. Menurut
Backer dan van den Brink (1963), di Jawa spesies ini tumbuh secara alami di areal
semak belukar, hutan terbuka atau tepi-tepi sungai, pada ketinggian 5 – 1.500
mdpl. Mustian (2009) menjumpai S. pycnanthum beserta beberapa jenis Syzygium
lainnya di kawasan pertambangan nikel di Soroako, pada kondisi tanah ultrabasa.
Jenis ini dijumpai tumbuh secara alami di tepi aliran sungai (Mudiana 2009;
2011). Sunarti et al. (2008) mencatat habitat spesies ini pada ketinggian 750-850
m dpl di kawasan Hutan Polara, Pegunungan Waworete, Pulau Wawonii,
Sulawesi Tenggara.
Spesies ini merupakan spesies Syzygium yang paling banyak dijumpai di
TWA Gunung Baung. Sebanyak 235 individu tercatat dalam petak pengamatan,
terdiri atas 42 individu tingkat semai, 75 individu tingkat pancang, 49 individu
tingkat tiang dan 69 idividu tingkat pohon. Tumbuh pada berbagai kondisi tempat,
seperti pada lokasi dengan dominasi rumpun bambu B. blumeana, tempat terbuka,
tempat dengan dominasi semak dan pohon, di daerah lereng-lereng bukit.
44
Gambar 12 Varian buah muda berwarna merah keunguan (a), varian buah
berwarna hijau (b), dan perawakan pohon Syzygium pycnanthum (c)
5.2.5. Syzygium racemosum (Bl.) DC.
Habitus S. racemosum berupa pohon dengan tinggi dapat mencapai 3 – 20
meter, umumnya berupa pohon kecil dengan percabangan yang lebat. Kulit
batangnya berwarna coklat terang keabuan. Daun berhadapan berbentuk elip–
bulat dengan ujung meruncing, ukuran daun sekitar 8-15 x 3,5-5 cm, tangkai daun
berukuran 0,5-1,5 cm. Daun muda berwarna kemerahan-tembaga. Pertulangan
daun menyirip rapat. Perbungaan terminal atau muncul pada ketiak daun yang
telah gugur pada bagian ujung ranting. Bunga berwarna putih kekuningan, dengan
bentuk mahkota seperti kaliptra kecil. Buah berwarna hijau kekuningan,
berbentuk lonceng membulat dengan diameter 2-3 cm. (Gambar 13). Sinonim
spesies ini adalah Eugenia jamboloides K. & V.
Backer dan van den Brink (1963) mengemukakan bahwa spesies ini
dijumpai tumbuh di Jawa pada hutan campuran dan hutan jati pada ketinggian
10-1.200 m dpl. Di TWA Gunung Baung banyak dijumpai tumbuh terutama pada
tempat-tempat dengan dominasi bambu B. Blumeana, pada daerah lereng-lereng
bukit. Sebanyak 77 individu tercatat dalam penelitian ini, terdiri atas 20 individu
a
b
c
45
tingkat semai, 35 individu tingkat pancang, 14 individu tingkat tiang dan 8
individu tingkat pohon.
Gambar 13 Bunga (a), daun (b), dan perawakan pohon Syzygium racemosum (c)
5.2.6. Syzygium samarangense (Bl.) Merr. & L.M. Perry
Perawakan S. samarangense berupa pohon kecil dengan banyak
percabangan yang rapat, tingginya dapat mencapai 10 meter. Daun tersusun
berhadapan berbentuk bulat telur ataupun oblong, daun muda berwarna hijau
cerah dengan ukuran daun 12-24 cm x 6-11,5 cm dan panjang tangkai daun antara
3-5 mm. Perbungaan muncul di bekas ranting daun yang telah gugur. Bunga
berwarna putih kekuningan dengan ukuran diameter 3-4 cm (Gambar 14).
Buahnya berbentuk lonceng berwarna hijau kekuningan. Sinonim untuk spesies
ini adalah Eugenia javanica Lmk, non Syzygium javanicum Miq., Myrtus
samarangensis Bl. Keberadaannya telah umum dan ditanam oleh penduduk di
kebun dan pekarangan untuk dimanfaatkan buahnya.
Hanya dijumpai sebanyak 1 individu tingkat pohon yang tercatat dalam
petak pengamatan. Tumbuh pada tempat terbuka, pada daerah bersemak dan tidak
ada bambu.
a
b
c
46
Gambar 14 Kuncup bunga (a), daun (b), dan perawakan pohon Syzygium
samarangense (c)
5.3. Struktur Populasi Syzygium
Struktur populasi Syzygium di lokasi penelitian menunjukkan kondisi yang
berbeda untuk tiap-tiap spesies. Hal ini berimplikasi pada kemampuan spesies
untuk melangsungkan kehidupannya. Dari keenam spesies Syzygium, hanya S.
pycnanthum dan S. racemosum yang secara lengkap memiliki jumlah individu
untuk setiap strata pertumbuhannya. Struktur populasi S. pycnanthum dan S.
racemosum menggambarkan bentuk kurva ideal berbentuk J terbalik, dimana
secara berurut jumlah individu permudaannya lebih banyak dari pada strata
dewasanya. Struktur populasi kedua spesies ini menggambarkan suatu struktur
populasi tumbuhan yang ideal. Struktur populasi kedua spesies ini diperkirakan
akan mampu untuk mempertahankan keberadaan populasinya karena memiliki
individu-individu pada semua strata pertumbuhannya.
Keempat spesies Syzygium lainnya memiliki struktur populasi yang tidak
ideal. Syzygium cumini dan S. littorale tidak memiliki individu pada strata semai
dan pancang. Suatu populasi tumbuhan tanpa kehadiran strata permudaannya
dapat mengindikasikan bahwa terdapat hambatan dalam proses pembentukan
strata permudaannya. S. samarangense bahkan hanya dijumpai sebanyak satu
a
b
c
47
individu untuk strata pohon. Kondisi populasi S. polyanthum menunjukan jumlah
individu yang banyak pada tingkat semai, tetapi sangat sedikit pada fase
pertumbuhan selanjutnya. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka dapat
menyebabkan spesies-spesies tersebut tidak mampu untuk mengembangkan
populasinya. Kondisi populasi Syzygium secara keseluruhan menggambarkan
suatu kondisi yang ideal dimana kurva jumlah individu per ha untuk setiap strata
pertumbuhannya berbentuk J terbalik. Kondisi struktur populasi untuk setiap
spesies Syzygium ditampilkan dalam Gambar 15.
Silvertown (1982) mengemukakan bahwa pada umumnya biji-biji dari
tumbuhan tropis akan segera berkecambah setelah terpencar dan jatuh pada
habitat yang sesuai. Proses tersebut merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk
mempertahankan keberlangsungan populasinya. Tahapan pemencaraan dan
perkecambahan biji merupakan fase yang menentukan bagi keberhasilan
rekrutmen individu baru. Hal ini dikarenakan adanya faktor luar yang
mempengaruhi proses tersebut yaitu berupa pemangsaan buah atau biji sebagai
pakan satwa, baik burung, mamalia atau serangga, dan juga faktor kesesuaian
tempat tumbuh untuk berkecambah.
Kondisi struktur populasi tumbuhan dapat memberikan gambaran
mengenai kemampuan suatu spesies untuk melangsungkan kehidupannya.
Struktur populasi tumbuhan dapat digambarkan dengan melihat jumlah individu
pada tiap-tiap strata pertumbuhannya. Strata pertumbuhan tersebut meliputi
tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon.
Kondisi struktur populasi yang ideal digambarkan dengan bentuk “kurva J
terbalik.” Hal ini menggambarkan strata permudaan yang lebih banyak dari pada
strata dewasanya. Struktur populasi dapat ditampilkan dalam bentuk piramid yang
disusun secara berurut dari bawah berdasarkan strata pertumbuhannya. Struktur
populasi yang ideal digambarkan dengan bentuk piramid kerucut utuh, dimana
jumlah individu secara berurut semakin sedikit dari strata permudaan hingga
dewasa. Semakin menuju tahap dewasa akan semakin ketat proses persaingan
untuk dapat bertahan hidup. Tumbuhan pada umumnya berupaya untuk
“menghasilkan” jumlah individu baru yang banyak pada tahap awal
pertumbuhannya.
48
Gambar 15 Histogram struktur populasi berbagai spesies Syzygium berdasarkan
tingkat strata pertumbuhannya di Gunung Baung, Jawa Timur
0
0
0.4
0.5
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
semai
pancang
tiang
pohon
In
|