Asean free trade area pendahuluan



Yüklə 460 b.
tarix25.11.2016
ölçüsü460 b.
#111


ASEAN FREE TRADE AREA


PENDAHULUAN

  • Pembentuk AFTA sesungguhnya dapat dikatakan sebagai antiklimaks dari globalisasi, terlebih terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang menimpa semua negara ASEAN.

  • Keanggotaan AFTA yang terdiri atas sepuluh negara anggota dan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu enam negara penandatangan CEPT (Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Brunei Darussalam) dan empat negara bergabung kemudian (Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Laos). Tujuan AFTA adalah pengurangan tarif, bahkan menuju zero tariff rate sebelum tahun 2003.

  • Pemberlakukan kesepakatan AFTA terhadap enam negara penanda tangan secara serentak akan efektif pada tahun 2015, dan sedangkan untuk Vietnam tahun 2013, Laos dan Myanmar tahun 2015, dan Kamboja pada tahun 2017. Pada waktu yang ditentukan tersebut semua produk harus masuk dalam skema CEPT (Common Effective Preferential Treatment).



Apabila diaplikasikan terhadap pendirian AFTA, semua faktor tersebut tampaknya sudah memanifestasi dalam AFTA. Tujuan pendirian AFTA adalah menjalin kerja sama ekonomi regional ASEAN dalam rangka tercapai cita-cita perdagangan dunia yang adil, seimbang, transparan, bebas hambatan tarif dan nontarif, serta mendukung tercapainya pemulihan ekonomi dan dinamika bisnis negara-negara anggota yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN Bold Measures yang dicapai pada pertengahan desember 1998 pada KTT VI ASEAN Di Hanoi.

  • Apabila diaplikasikan terhadap pendirian AFTA, semua faktor tersebut tampaknya sudah memanifestasi dalam AFTA. Tujuan pendirian AFTA adalah menjalin kerja sama ekonomi regional ASEAN dalam rangka tercapai cita-cita perdagangan dunia yang adil, seimbang, transparan, bebas hambatan tarif dan nontarif, serta mendukung tercapainya pemulihan ekonomi dan dinamika bisnis negara-negara anggota yang sesuai dengan kesepakatan ASEAN Bold Measures yang dicapai pada pertengahan desember 1998 pada KTT VI ASEAN Di Hanoi.



Sebelum tahun 2000 tiap negara menentukan nomenklatur sebesar 85% dari item tarifnya 0-5%, kemudian ditengkatnya menjadi 90% sebelum tahun 2001, dan terakhir, semua “inclusion list” menjadi 100% dari daftar item yang dikenakan tarif sebelum tahun 2002. Inclusion list didasarkan pada produk yang dijadwalkan untuk pengurangan tarif, pengurangan pembatasan kuantitatif, dan non tarif barrier.

  • Sebelum tahun 2000 tiap negara menentukan nomenklatur sebesar 85% dari item tarifnya 0-5%, kemudian ditengkatnya menjadi 90% sebelum tahun 2001, dan terakhir, semua “inclusion list” menjadi 100% dari daftar item yang dikenakan tarif sebelum tahun 2002. Inclusion list didasarkan pada produk yang dijadwalkan untuk pengurangan tarif, pengurangan pembatasan kuantitatif, dan non tarif barrier.



Walaupun telah disepakati persetujuan zona perdagangan ASEAN (AFTA), dalam implementasinya ada hal-hal yang dikecualikan. Adapun hal-hal yang tidak termasuk free trade area karena alasan sebagai berikut :

  • Walaupun telah disepakati persetujuan zona perdagangan ASEAN (AFTA), dalam implementasinya ada hal-hal yang dikecualikan. Adapun hal-hal yang tidak termasuk free trade area karena alasan sebagai berikut :

  • Nasional, moral yang bersifat umum, manusia, binatang, atau tumbuhan dan kesehatan serta benda-benda artistik, sejarah dan nilai-nilai arkeologi.



Sebagaimana dijelaskan di atas tentang faktor-faktor yang melater belakangi dibentuknya suatu kerja sama regional, AFTA, mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu sebagai berikut :

  • Sebagaimana dijelaskan di atas tentang faktor-faktor yang melater belakangi dibentuknya suatu kerja sama regional, AFTA, mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu sebagai berikut :

    • Meningkatkan keunggulan kompetitif sebagai basis produksi pasar dunia.
    • Liberalisasi perdagangan : mengurangi kendala tarif dan non tarif antarnegara anggota.
    • Efisiensi produksi dalam rangka meningkatkan daya saing jangka panjang.
    • Ekspansi perdagangan intraregional memberikan konsumen di ASEAN lebih banyak pilihan serta kualitas produk lebih baik.


AFTA merupakan suatu persetujuan perdagangan bebas negara ASEAN. Secara substansial, persetujuan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai persetujuan antarnegara khusus mengenai bagaimana menciptakan zona perdagangan bebas di ASEAN. Hal paling utama dan krusial adalah langkah-langkah pengurangan tarif secara gradual untuk produk-produk yang disepakati berupa barang maupun jasa.

  • AFTA merupakan suatu persetujuan perdagangan bebas negara ASEAN. Secara substansial, persetujuan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai persetujuan antarnegara khusus mengenai bagaimana menciptakan zona perdagangan bebas di ASEAN. Hal paling utama dan krusial adalah langkah-langkah pengurangan tarif secara gradual untuk produk-produk yang disepakati berupa barang maupun jasa.



Pengertian perjanjian internasional menurut UU No. 24 Tahun 2000 dan UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri terdapat perbedaan dengan pengertian perjanjian internasional versi Konvensi Wina 1969. Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 1999 merumuskan sebagai berikut :

  • Pengertian perjanjian internasional menurut UU No. 24 Tahun 2000 dan UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri terdapat perbedaan dengan pengertian perjanjian internasional versi Konvensi Wina 1969. Pasal 1 angka 3 UU No. 37 Tahun 1999 merumuskan sebagai berikut :

  • “perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.”



Sedangkan menurut UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional di rumuskan sebagai:

  • Sedangkan menurut UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional di rumuskan sebagai:

  • “perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik”

  • Bagaimana pemberlakukan suatu perjanjian internasional dalam suatu sistem hukum nasional tentu memerlukan adanya ratifikasi. Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2000 menegaskan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan:

    • Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara.
    • Perubahan wilayah atau menetapkan batas wilayah negara RI.
    • Kedaulatan atau hak berdaulat negara.
    • Hak asasi manusia dan lingkungan hidup.
    • Pembentukan kaidah hukum baru.
    • Pinjaman dan atau hibah luar negeri.
  • Ketentuan Pasal 10 jo 11 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2000. Ketentuan tersebut tentunya berlaku sejak diundangkan, yakni tahun 2000, sehingga kesepakatan AFTA pada bulan januari 1992 yang diterima secara bulat oleh negara-negara ASEAN yang tidak lepas dari deklarasi Bangkok Tahun 1967 tidak memerlukan intrumen hukum tersendiri dalam pemberlakukannya.



Otonomi daerah dalam implementasinya telah menimbulkan berbagai akses yang tidak terprediksi sebelumnya. Penerapan otonomi daerah sesungguhnya sangat sejalan dengan semangat AFTA di mana targetnya adalah zero tariff dalam bidang investasi, perdagangan, dan jasa. Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan AFTA, UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional telah mengatur tentang subjek atau aktor dan bidang apa saja yang dapat ditangani daerah.

  • Otonomi daerah dalam implementasinya telah menimbulkan berbagai akses yang tidak terprediksi sebelumnya. Penerapan otonomi daerah sesungguhnya sangat sejalan dengan semangat AFTA di mana targetnya adalah zero tariff dalam bidang investasi, perdagangan, dan jasa. Sejalan dengan semangat otonomi daerah dan AFTA, UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional telah mengatur tentang subjek atau aktor dan bidang apa saja yang dapat ditangani daerah.

  • Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 1999 merumuskan,”Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, atau warga negara indonesia.”



Walaupun UU No. 37 Tahun 1999 memberikan keleluasaan bagi negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat memungkinkan untuk melakukan hubungan luar negeri, tetapi dalam hal melakukan perjanjian dengan negara lain, khususnya yang menyangkut point A s/d F Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2000, daerah otonom tidak memepunyai kewenangan terbatas, mengingat pengesahannya harus dengan undang-undang bukan dengan perda (prinsip limitasi).

  • Walaupun UU No. 37 Tahun 1999 memberikan keleluasaan bagi negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat memungkinkan untuk melakukan hubungan luar negeri, tetapi dalam hal melakukan perjanjian dengan negara lain, khususnya yang menyangkut point A s/d F Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2000, daerah otonom tidak memepunyai kewenangan terbatas, mengingat pengesahannya harus dengan undang-undang bukan dengan perda (prinsip limitasi).

  • Apabila merujuk pada Pasal 7 UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, secara jelas dirumuskan wewenang pemerintah daerah, yaitu kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan di bidang lain.



Demikian halnya dengan berlakunya AFTA, daerah otonom tidak secara otomatis dapat menjalin kerjasama dengan negara ASEAN lainnya di bidang perdagangan, termasuk investasi asing tanpa otorisasi pengesahan undang-undang.

  • Demikian halnya dengan berlakunya AFTA, daerah otonom tidak secara otomatis dapat menjalin kerjasama dengan negara ASEAN lainnya di bidang perdagangan, termasuk investasi asing tanpa otorisasi pengesahan undang-undang.

  • Dengan berlaku AFTA, peran dan posisi daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat dalam beberapa hal tertentu, khususnya hubungan dengan luar negeri. Namun, di sisi lain daerah otonom harus berani dan siap menghadapi berbagai konsekuensi dari diberlakukan AFTA 2003 di mana arus perdagangan bebas telah dimplementasikan dengan penghapusan tarif dan nontarif.

  • Secara ekstrem, dapat dikatakan bahwa daerah otonom memperoleh sejumlah kewenangan yang diserahkan dari pemerintah pusat. Namun, dengan berlakunya AFTA 2003 sangat dimungkinkan segal sesuatunya banyak tergantung pada peran luar negeri, karena genderang kompetisi terbuka sudah ditabuh, siap dengan perdagangan bebas di nama arus barang, jasa, dan kapital akan bebas mengalir tanpa kendala otoritas lokal negara anggota. Dengan kata lain, daerah semakin dalam kondisi pasif, khususnya hal-hal yang menyangkut bidang kerja sama dengan luar negeri.



Yüklə 460 b.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©azkurs.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin