MAKALAH JOURNAL READING
ILMU KESEHATAN SARAF
Disusun oleh :
Yohana Septianxi Merrynda
1610211077
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Setiawan Sp.S, M.sc
KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF
RSUD AMBARAWA
PERIODE 8 AGUSTUS 2016 – 6 SEPTEMBER 2016
International Journal of Medicine and Biomedical Research
Volume 2 Issue 3 September – December 2013
www.ijmbr.com
© Michael Joanna Publications
Review Article
Levetiracetam: A Review of its use in the treatment of epilepsy
Department of Pharmacology, Department of Neurology, Department of General Medicine, Department of Neurosurgery, Vydehi Institute of Medical Sciences and Research Centre, 82 EPIP Area, Whitefield, Bangalore-560066, Karnataka, India
Swaroop HS1, Ananya C1*, Nithin K2, Jayashankar CA3, Satish Babu HV 4, Srinivas BN1
*Corresponding author: dr_ananya@yahoo.com Received: 08.05.13; Accepted: 25.10.13
ABSTRACT
Latar Belakang: Levetiracetam merupakan suatu obat anti epilepsy. Obat ini muncul dan dipasarkan sejak tahun 2000. Tujuan: Mengulas tentang mekanisme kerja, farmakokinetik, reaksi obat yang merugikan, kontraindikasi dan penggunaan levetiracetam dalam pengobatan berbagai jenis serangan epilepsi. Metode: pencarian dilakukan untuk mengidentifikasi studi yang relevan. Hasil: levetiracetam bekerja dengan mengikat protein vesikel sinaptik 2A (SV2A) sehingga modulasi dari satu atau lebih tindakan dan pada akhirnya mempengaruhi rangsang saraf. Obat ini memiliki protein yang kurang mengikat dan tidak dimetabolisme dihati. Berbeda dengan terapi tradisional, ia memiliki margin keamanan yang luas dan tidak memerlukan pemantauan obat diserum. Obat ini tidak berinteraksi dengan anti-epilepsi lainnya. Kesimpulan: manfaat farmakologis menguntungkan (disebutkan diatas) sehingga menjadikan obat ini sebagai lini pertama atau terapi tambahan untuk serangan epilepsi.
Kata kunci: levetiracetam, epilepsy, protein sinaptik vesikel, kejang, khasiat, keamanan.
INTRODUCTION
Epilepsi adalah sekelompok gangguan yang ditandai oleh dua atau lebih kejang. Diperkirakan prevalensi rata-rata epilepsi di Amerika Serikat adalah 6,8 per 1000, Eropa adalah 5,5 per 1000, dan Asia adalah 1,5-14 per 1000 orang masing-masing. [1] Epilepsi diklasifikasikan berdasarkan sumber kejang menjadi kejang parsial dan generalisata. [1] Pengobatan epilepsi tergantung pada klasifikasi yang tepat dari jenis kejang dan sindrom epilepsi.[2] Obat paling tua atau obat anti epilepsy generasi pertama seperti fenitoin, karbamazepin dan natrium valproate banyak digunakan, tetapi mereka telah meningkatkan resiko efek samping dan interaksi obat. [3] Mereka juga memerlukan pemantauan terapi. Oleh karena itu, obat generasi baru atau kedua lebih disukai karena menguntungkan dari segi efek samping dan interaksi obat.[4] Levetiracetam (LEV) adalah generasi kedua obat anti epilepsi. Hal ini secara kimia berhubungan dengan anti epilepsy lain dan merupakan analog α-etil dari agen piracetam nootropic.[5] Hal ini ditemukan pada tahun 1992 melalui pemeriksaan kejang dengan audiogenik pada tikus yang rentan.[6] Hal ini dipasarkan di seluruh dunia sejak tahun 2000.[7] Telah ditemukan dan dapat ditoleransi dengan baik dan profil farmakokinetik yang menguntungkan yaitu pengikatan protein sinaptik, metabolisme dihati sedikit dan dosisnya 2 kali sehari.[5-7] Awalnya di Amerika Serikat obat ini hanya sebagai terapi tambahan untuk kejang parsial.[8] Namun, baru-baru ini disetujui sebagai terapi tambahan untuk kejang primer generalisata, tonik-klonik, kejang mioklonik, epilepsi pada remaja dan kejang parsial dengan atau tanpa kejang sekunder generalisata.[8] Hal ini juga telah ditemukan efektif pada pasien dengan Sindrom Lennox-Gastaut.[8,9] Baru-baru ini, obat ini juga banyak digunakan dalam profilaksis kejang pasca operasi bedah saraf.
Berbeda dengan terapi tradisional, LEV memiliki margin keamanan yang luas tanpa persyaratan seperti pemantauan obat diserum, dan tidak ada interaksi dengan obat anti-epilepsi lainnya.[10] Keuntungan obat ini menjadikan LEV sebagai lini pertama atau terapi tambahan untuk serangan epilepsy.[10]
MECHANISM OF ACTION
Mekanisme kerja dari levetiracetam berbeda dari generasi pertama dan generasi kedua anti epilepsy lainnya.[11] Obat ini tidak bekerja pada 3 jalur klasik dari anti-epilepsi lainnya: Modulasi saluran natrium, mengaktifkan saluran kalsium tegangan rendah, atau langsung memfasilitasi GABA.[11] Obat ini bekerja dengan mengikat protein vesikel sinaptik 2A (SV2A) dan dengan demikian 1 atau lebih tindakan akan mempengaruhi rangsang saraf.[12] Tanpa antikonvulsan terdapat 2 kejang akut klasik yang digunakan untuk skrining tes kejang dengan sengatan listrik maksimal dan tes kejang pentylenetetrazol.[13] Bagaimanapun, obat ini menunjukan efek antikonvulsan pada pasien dengan akut kornea kejut listrik dan selektif terhadap pasien kejang chemoconvulsant, termasuk pasien yang diinduksi oleh pilocarpine dan asam kainic.[13,14] LEV memberikan efek anti epilepsy yang signifikan, bahkan setelah peghentian terapi, pada model dan pada tikus yang dimutankan.[14] LEV juga terbukti selektif menghambat saluran Ca2+ tipe N,[15] mengaktifkan GABA,[16] dan obat ini juga menyeimbangkan neuron-neuron yang mungkin terlibat di dasar molekuler epilepsi.[17]
FARMAKOKINETIK
LEV mudah diserap setelah pemberian oral. Bioavailabilitas LEV oral lebih dari 95%. Obat ini mencapai konsentrasi puncak plasma sekitar satu jam setelah pemberian oral.[18] Obat ini mencapai konsentrasi yang cukup dalam waktu 48 jam dari mulainya terapi. Makanan mengurangi konsentrasi puncak plasma LEV sebesar 20% dan penundaan selama 1,5 jam.[18,19] Ada hubungan linier antara dosis LEV dan kadar serum LEV pada rentang dosis 500-5000 mg.[18,19] LEV kurang dari 10% terikat dengan protein plasma dan protein ini tidak relevan terikat secara klinis.[19,20] [19] Metabolisme utama hanya 27% dari LEV dan metabolism tidak tergantung pada enzim sitokrom p450 dihati. Jalur metabolism utamanya adalah hidrolisis kelompok acetamide dalam darah untuk menghasilkan turunan karboksilat tidak aktif. LEV dominan dieksresikan tidak melalui ginjal dan plasma paruhnya adalah 7±1 jam pada orang dewasa.[19,20] kerja LEV dapat memanjang 2,5 jam pada orangtua, kemungkinan besar karena penurunan kreatinin dengan bertambahnya usia.[20] Juga, pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, penyesuaian dosis diperlukan, tergantung pada bersihan kreatinin.[20]
REAKSI BURUK OBAT
Menurut studi oleh Ben Machen et al., kejadian keselurahan efek samping sebanding antara placebo (53%) dan LEV (55%) kelompok.[23] Efek samping yang paling umum terlihat dengan terapi LEV adalah asthenia (13,8%), infeksi (7,2%), mengantuk (6,1%) dan sakit kepala (3,3%). Sekitar 7,1% pasien menghentikan terapi karena efek samping. Selama fase monoterapi dari LEV, 4 pasien mengembangkan efek samping yang serius, 2 orang kejang, 3 pasien menderita esophagitis, 4 pasien mengalami kelainan pada kehamilan.[23] Bootsman et al.[24] mengulas pengalaman klinis LEV dan menyebutkan bahwa keseluruhan 5% dari pasien terkena efek samping obat. Efek samping yang paling umum dihampir setiap titip peniliaian adalah gangguan mood, kelelahan dan rasa kantuk.[24] Efek samping yang luar biasa dari LEV adalah respon positif dilaporkan oleh sekitar 7% dari pasien pada 3, 6, 9 dan 15 bulan.[24]
Menurut review Lyseng-Williamson, efek samping psikiatri dan perilaku juga ditimbulkan oleh LEV.[25] Kejadian ini terjadi ada >1% dan <10% pasien. Keinginan dan perilaku bunuh diri dilaporkan pada 0,5-0,7% pasien. Subkelompok tertentu, terutama anak-anak dengan riwayat penyakit jiwa dan keterbelakangan mental memiliki resiko lebih besar terkena efek samping kejiwaan atau perilaku bunuh diri.[25] Kossof et al. dan Mula et al. meneliti, 13% dari pasien mengalami gejala neuropsikiatri.[26,27] Gejalanya mulai dari yang ringan, termasuk agitasi, apatis, kecemasan, emosional dan depresi.[26,27] Dalam studi yang sama, sekitar 1% dari pasien anak atau dewasa pernah mengalami gejala neuropsikiatri serius termasuk halusinasi, ide untuk bunuh diri atau psikosis.[26] Dalam kasus ini, ada hubungan yang signifikan antara efek samping kejiwaan dan riwayat kejang demam dan status epileptikus.[27]
Ada banyak laporan kasus tentang efek samping dari LEV. Dalam studi kasus Mahta et al., seorang pria berusia 45 tahun menderita nefritis interstitial setelah dosis LEV meningkat. Pasien itu kemudian normal kembali setelah menghentian obat.[28] Newsome et al. meneliti[29] seorang gadis 9 tahun menderita penyakit paru-paru setelah dosis LEV dinaikan. Pasien itu kemudian normal kembali setelah menghentian obat. Dalam hal ini, gadis itu memiliki riwayat pneumonia, keterbelakangan mental dan cerebral palsy.[29] Laporan kasus lainnya yang dilaporkan oleh Calabro et al.[30] bahwa dua orang pemudia mengalami kehilangan libido dan anhedonia. Dalam beberapa kasus juga disebutkan bahwa LEV juga menyebabkan gangguan perdarahan dan pancytopenia.[31]
Belum ditemukan bahwa LEV mengganggu fungsi kognitif. Bagaimanapun, obat ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan epilepsy.[31]
DOSIS REKOMENDASI
Dosis dewasa awal ketika digunakan sebagai tambahan adalah 1g pada hari pertama pengobatan.[32] Dosis harian ini kemudian meingkat 1g setiap 2-4 minggu sampai kontrol antiepilepsi yang efektif tercapai.[32] Hal ini dapat ditingkatkan ke dosis maksimum 3 gr sehari.[32] Dosis awal pada anak-anak dengan berat badan kurang dari 50 kg adalah 20mg/kg sehari.[32] Obat ini dapat ditingkatkan 20 mg/kg setiap 2 minggu, dan untuk maksimum adalah 60 mg/kg sehari.[32] Saat digunakan sebagai monoterapi, dosis awal LEV adalah 500 mg per hari.[32] anak-anak dan remaja dengan berat badan 50 kg atau lebih diberikan dosis dewasa.[32] Kemudian meningkat setelah 2 minggu menjadi 1 gr setiap hari.[32] peningkatan dosis bisa dibuat 500 mg setiap 2 minggu sampai maksimal 3 gr sehari.[32] Bentuk injeksi LEV juga tersedia.[32]
PENCEGAHAN DAN KONTRAINDIKASI
Terapi LEV atau transisi harus dicapai secara bertahap untuk menghindari pencetus peningkatan frekuensi kejang.[33] LEV harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal dan atau gangguan hati berat. Selain pada gangguan ginjal atau gangguan hati berat , obat levetiracetam termasuk dalam kategori obat keamanan C1 dan aman digunakan pada trimester 1 , namun perlu diwaspadai pada trimester 2 dan 3. Termasuk dalam teratogenik namun belum ada uji pada wanita hamil hanya pada studi hewan coba dan hasilnya berpengaruh pada organogenesis janin. Penggunaan obat anti epilepsy lain pada ibu hamil pun perlu diperhatikan dosis nya, biasanya pada ibu hamil penggunaan obat anti epilepsi akan selalu dibarengin dengan penggunaan asam folat untuk mengurangi risiko defek neural tube pada OAE.
TINJAUAN STUDI SEBELUMNYA UNTUK EFIKASI DAN TOLERANSI
Menurut SKATE percobaan yang dilakukan oleh Lambrechts et al.,[34] tentang penilaian keamanan dan kemanjuran LEV sebagai terapi epilepsy parsial terhadap pasien dewasa kelompok usia ≥ 16 tahun, 86,9% menyelesaikan pengobatan selama 16 minggu.[34] penurunan onset frekuensi kejang parsial adalah 62,5%. 19,3% pasien bebas kejang dan 56,6% mengalami penurunan frekuensi kejang >50%.[34] Penelitian ini menyimpulkan bahwa LEV efektif dan aman sebagai terapi epilepsy parsial.[34]
Kemanjuran LEV pada populasi anak diteliti oleh Lee et al.[35] Dikatakan bahwa 48% pasien menunjukan penurunan kejang sebanyak 50%, dan 22% pasien mengalami bebas kejang.[35] Juga terdapat penurunan frekuensi kejang sebanyak >50% dari 52% anak dengan kejang parsial, dan 44% anak dengan kejang generalisata.[35]
Menurut Berkovic et al.,[36] LEV menghasilkan penurunan rata-rata sekitar 56,5% pada kejang generalisata per minggu selama masa pengobatan dibandingkan dengan placebo yaitu sebesar 28,2%.[36] Persentase pasien yang memiliki >50% pengurangan frekuensi kejang generalisata selama masa pengobatan adalah 72,2% untuk LEV dan 45,2% untuk placebo (p<0,001).[36] Selama periode evaluasi persen pasien yang bebas kejang yaitu 24,1% untuk LEV dan 8,3% untuk placebo dengan p sebesar 0,009.[36]
Dalam studi banding pada LEV dengan carbamazepine (CBZ) pada pasien yang baru didiagnosa epilepsi oleh Bordie et al.,[37] mengatakan bahwa 73,0% pasien diacak menggunakan LEV dan 72,8% pengguna carbamazepine mengalami bebas kejang setelah di evaluasi selama >6 bulan.[37] tingkat remisi pada akhir bulan ke 6 sampai 1 tahun adalah 80,1% dari pengguna LEV dan 85,4% dari pengguna CBZ.[37] Dalam multicenter, studi tentang placebo dan LEV untuk kejang mioklonik oleh Nochtar et al.,[38] penurunan >50% dalam seminggu pada pasien miklonik terlihat pada 58,3% pasien yang menggunakan LEV dan 23,3% pada pasien yang menggunakan placebo (p<0,001).[38] LEV diperlukan untuk terapi pada pasien dengan kejang miklonik, karena terbukti 60% pasien berespon baik dengan penggunaan LEV.[40]
Menurut KEEPER percobaan yang dilakukan oleh Morrell et al.,[41] 57,9% pasien dibawah pengobatan LEV mengalami penurunan setidaknya 50% frekuensi onset kejang parsial.[41] Juga, 40,1% pasien mengalami setidaknya 75% pengurangan, dan 20% menunjukan 100% pengurangan kejang[41] 74,3% kondisi pasien dianggap meningkat dengan 37% pasien menunjukan peningkatan yang nyata.[41
LEV dianggap manjur sebagai terapi tambahan dalam kejang parsial dan kejang generalisata. Beberapa penelitian menunjukan konversi yang berhasil sebagai monoterapi pada epilepsy refrakter.[42,43] Tiga studi dengan sejumlah kecil pasien menunjukan keefektifannya sebagai agen tunggal pada pasien dengan epilepsy parsial.[42-44] ben-Menachem et al., melakukan uji coba multicenter double blind untuk mengevaluasi efikasi dan tolerabilitas LEV sebagai monoterapi pada epilepsy parsial refrakter.[42] Mereka menyimpulkan bahwa kelompok yang menggunakan LEV sebagai monoterapi, persentase pengurangan frekuensi kejang parsial dibandingkan dengan awal yaitu 73,8% dan tingkat respon adalah 59,2%.[42] Dalam sebuah studi terbuka dengan Alsaadi et al., mengatakan bahwa 82% pasien pasien tetap menggunakan LEV selama 1 tahun dengan >50% dari pasien bebas dari kejang.[43]
Beberapa penelitian membuktikan kemanjuran LEV pada terapi profilaksis kejang pasca operasi dan cederan otak traumatis. Miligan TA et al., melakukan penelitian untuk menilai efikasi dan tolerabilitas levetiracetam terhadap fenitoin setelah tindakan supratentorial yang dilakukan bedah saraf.[44] Ia menyimpulan bahwa keduanya (LEV dan fenitoin (PHT) dikaitkan sebagai obat yang menurunkan resiko kejang psot operatif dan resiko epilepsy berat nantinya.[44] LEV mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan fenitoin.[44] Dalam studi banding yang membandingkan LEV dengan PHT pada profilaksis kejang pada cidera otak traumatic parah oleh Jones et al.,[45] kesimpulan akhirnya adalah bahwa LEV seefektif fenitoin dalam mencegah kejang pasca trauma awal tetapi kecendrungan kejang meningkat pada analisis EEG.[45]
Zachenhofer et al.[46] melakukan pengamatan tentang LEV parioperatif untuk pencegahan kejang pada operasi tumor otak supratentorial. Pada pasien yang di berikan LEV pada perioperative tumor otak supratentorial ditoleransi dengan baik.[46] Dibandingkan dengan literature, ini menunjukan hasil yang rendah (2,6%) terhadap frekuensi kejang pasca operasi.[46] Selain itu, keuntungan dari kurangnya induksi enzim sitokrom P450 memungkinkan inisiasi dini kemoterapi pasca operasi yang efektif pada pasien glioma ganas.[46] Sebuah studi dilakukan oleh Lim et al. mempelajari keamanan dan kelayakan mengalihan obat fenitoin ke LEV sebagai monoterapi kejang pada pasien glioma terkait kontrol untuk tindakan kraniotomi.[47] Kesimpulannya adalah peralihan pengguna PHT ke LEV monoterapi disertai kraniotomi untuk supratentorial glioma adalah aman.[47]
Baru-baru ini, sidang HELLO yang dilakukan oleh Bahr et al.[48] menilai efikasi dan tolerabilitas LEV intravena dan oral pada pasien dengan dugaan tumor otak primer dan gejala kejang saat menjalani bedah saraf.[48] Mereka menyimpulan bahwa setelah memulai terapi LEV, 100% dari pasien bebas kejang pada saat pra-operasi (3 hari sampai 4 minggu sebelum operasi), 88% dalam 48 jam fase pasca-operasi dan 84% pada fase tindak lanjut dini (48 jam sampai 4 minggu pasca operasi).[48] Kegagalan pengobatan terjadi pada tiga pasien bahkan setelah dosis dinaikan ke 3000 mg/hari.[48]
Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Weinstock et al., ringan sampai sedang efek samping perawatan muncul pada 63% dari subjek yang terdaftar.[49] Yang paling sering terjadi adalah demam dan mulut kering. Efek samping lainnya yang muncul dianggap tidak terkait dengan penggunaan LEV intravena. Mereka menyimpulkan bahwa LEV intravena ditoleransi dengan baik pada anak-anak usia 1 bulan – 16 tahun. Studi lainnya yang dilakukan oleh Ozkale et al., melaporkan bahwa pada pasien epilepsy refrakter multidrug dan sindrom Ohtahara, sengaja diberikan dosis tinggi yaitu 300 mg/kg/hari selama 35 hari dan menunjukan tidak adanya dampak buruk yang terjadi. Ulasan lainnya oleh Cormier et al., menyimpulkan bahwa data saat ini mengarah ke persetujuan LEV untuk digunakan pada bayi dan anak-anak dengan kejang onset parsial namun masih banyak yang perlu diteliti lagi tentang efikasi dan khasiat yang berbeda pada anak-anak.[51]
PERAN DALAM TERAPI
LEV telah disetujui oleh European Medicines Agency (EMA) untuk digunakan sebagai (i) monoterapi pada pengobatan kejang onset parsial dengan atau tanpa disertai kejang sekunder generalisata pada pasien 16 tahun yang baru didiagnosa epilepsy (ii) terapi tambahan dalam pengobatan kejang onset parsial dengan atau tanpa disertai kejang sekunder generalisata pada orang dewasa dan anak-anak dari usia 1 bulan dengan epilepsi (iii) pengobatan kejang mioklonik pada orang dewasa dan remaja dari usia 12 tahun dengan epilepsy mioklonik juvenile (iv) pengobatan utama pada kejang tonik klonik generalisata pada dewasa dan remaja dari usia 12 tahun dengan kejang generalisata yang idiopatik.[52,53]
Obat ini disetujui oleh Food and Drug Administration untuk pengobatan (i) terapi tambahan dalam pengobatan kejang onset parsial pada orang dewasa dan anak-anak 4 tahun[54] dan yang lebih tua dengan epilepsy (ii) terapi tambahan pada pengobatan kejang mioklonik orang dewasa dan remaja usia 12 tahun dengan epilepsy miklonik remaja (iii) terapi tambahan pada kejang primer tonik klonik generalisata pada dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih dengan epilepsy generalisata yang idiopatik.[54,55]
LEV juga telah masuk ke dalam terapi profilaksis pasca operasi dan cidera otak traumatis, durasi pengobatan bervariasi sesuai dengan riwayat penyakit, studi telah mengkonfirmasi bahwa penggunaan profilaksis obat anti epilepsy dapat mengurangi kejadian kejang pasca operasi.[56]
KESIMPULAN
LEV adalah sebuah obat antiepilepsi generasi kedua. Obat ini telah disetujui sebagai terapi tambahan untuk orang dewasa dengan kejang parsial, mioklonik dan kejang tonik klonik generalisata. Obat ini terbukti berkhasiat sebagai monoterapi pada 3 penelitian multicenter dan terapi tambahan dalam percobaan multicenter. Studi ini menyimpulkan bahwa LEV memiliki khasiat yang sama seperti Obat Anti Epilepsi (AED) yang lebih dulu ada sebagai monoterapi. Keuntungan dari LEV adalah obat ini berikatan dengan protein sinaptik, metabolism dihati sedikit, dan dosisnya adalah 2 kali sehari. Reaksi yang merugikan dari obat ini relative lebih sedikit dibanding dengan obat-obat anti eplepsi yang terdahulu, kecuali manifestasi kejiwaan. Manifestasi ini, ditemukan karena terkait dengan riwayat penyakit kejiwaan terdahulu pasien. Fitur-fitur dari LEV membuat obat ini ideal sebagai monoterapi dalam penyakit kejang. Saat ini sangat sedikit studi yang terkait dengan LEV sebagai monoterapi. Dan juga, studi tentang monoterapi tersebut memiliki kelemahan yaitu jumlah sample yang sedikit.
Dostları ilə paylaş: |