Sulfonamida menyebabkan bakteri keliru menggunakannya sebagai pembentuk asam folat
Sintesis asam folat, purin, dan DNA/RNA gagal sehingga pertumbuhan bakteri terhambat
Toksisitas selektif sulfonamida terjadi karena sel-sel mamalia mengambil asam folat yg didapat dalam makanan sedangkan bakteri kekurangan kemampuan ini dan harus mensintesis asam folat.
Kombinasi sulfonamida dan trimetoprim (suatu 2,4-diamino pyrimidine) akan menguatkan efek antibakteri. Kombinasi ini menyebabkan penghambatan ganda pada pembentukan asam folat.
Trimetoprim bersifat toksisitas selektif karena afinitasnya thd enzim DHFR bakteri 50.000 kali lebih besar daripada afinitasnya thd enzim DHFR manusia.
Adanya darah, nanah, dan jaringan nekrotik dapat menyebabkan efek antibakteri berkurang karena kebutuhan asam folat bakteri sudah terpenuhi dalam media yang mengandung basa purin.
Resistensi biasanya ireversibel tetapi tidak disertai resistensi silang terhadap kemoterapeutik lain.
Resistensi biasanya ireversibel tetapi tidak disertai resistensi silang terhadap kemoterapeutik lain.
Resistensi kemungkinan disebabkan karena:
- meningkatkan produksi PABA atau
- mengubah struktur molekul enzim yang berperan
dalam sintesis asam folat.
Banyak galur gonococcus, stafilococcus, meningococcus, pneumococcus, dan streptococcus yang sudah resisten.
Obat lain yang menghambat kerja sulfonamida:
Obat lain yang mirip PABA tidak boleh diberikan diberikan bersama sulfa karena akan meniadakan efek sulfa.
Secara umum absorpsi dalam sal. cerna mudah dan cepat kecuali sulfonamida yang digunakan secara lokal untuk infeksi usus seperti sulfamezatin, sulfadiazin, dan sulfametoksin.
Sebanyak 70-100% dosis oral diabsorpsi di sal. cerna.
Distribusi:
Kadar sulfa aktif dalam urin 10 kali lebih tinggi dari pada dalam plasma >>> Cocok untuk desinfektan saluran kemih.
Sulfa tersebar ke seluruh jaringan.
Sulfa dapat melalui sawar uri sehingga dapat menimbulkan efek antimikroba dan efek toksik pada janin
Metabolisme:
Metabolisme:
Terjadi perubahan secara asetilasi dan oksidasi.
Hasil oksidasinya menyebabkan reaksi toksik sistemik berupa lesi di kulit dan reaksi hipersensitif.
Hasil asetilasinya menyebabkan hilangnya aktivitas obat.
Bentuk asetil dari beberapa sulfa sukar larut dalam air sehingga sering menimbulkan kristal uria dan komplikasi ginjal lainnya.
Ekskresi:
Hampir semua sulfa diekskresi melalui ginjal, sedikit yang diekskresi melalui feses, empedu, dan ASI.
Sulfonamida dengan absorpsi dan ekskresi cepat
Sulfisoksazol
Merupakan prototip golongan ini dengan efek antibakteri kuat.
Distribusinya hanya sampai cairan ekstrasel, sebagian terikat pada protein plasma
Kadar puncak dalam plasma 2-4 jam setelah dosis oral 2-4 gram.
95% diekskresi melalui urin dalam 24 jam setelah dosis tunggal
Kadar dalam urin jauh lebih tinggi dari kadar dalam plasma sehingga daya kerjanya sebagai bakterisida.
Kadar dalam SSP hanya 1/3 dari kadar darah.
Kelarutannya dalam urin lebih tinggi daripada sulfadiazin sehingga resiko kristal uria dan hematuria jarang terjadi.
Sulfametoksazol
Sulfametoksazol
Merupakan derivat dari sulfisoksazol yang absorpsi dan ekskresinya lebih lambat, sering dikombinasi dengan trimetoprim.
Sulfadiazin
Diabsorpsi cepat di sal. cerna
Kadar maksimum dalam darah setelah 3-6 jam.
Sukar larut dalam urin sehingga dapat timbul kristal uria. Harus banyak minum sehingga jml urin min. 1200 ml atau ditambah Na bikarbonat.
Kombinasi ini efektif walaupun mikroba sudah resisten
thd sulfonamida maupun trimetoprim.
Aktivitas antibakterinya berdasarkan atas pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk tetrahidrofolat.
Aktivitas antibakterinya berdasarkan atas pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk tetrahidrofolat.
Sulfonamida menghambat masuknya PABA ke dalam molekul as folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat penting untuk reaksi pemindahan satu atom C seperti pembentukan basa purin yang penting untuk pembentukan DNA/RNA.
Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah dari pada masing-masing komponennya.
Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah dari pada masing-masing komponennya.
Resistensi terhadap E. coli dan Staphylococcus aureus meningkat.
Volume distribusi trimetoprim lebih tinggi 9 kali dari pada sulfametoksazol.
Volume distribusi trimetoprim lebih tinggi 9 kali dari pada sulfametoksazol.
Dengan dosis 1:5 ( 160 mg:800 mg) akan mencapai rasio dalam darah yang efektif.
Obat masuk dalam SSP dan saliva dengan mudah.
Diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam.
Efek samping berupa reaksi pada kulit lebih sering daripada karena sulfonamida.
Efek samping berupa reaksi pada kulit lebih sering daripada karena sulfonamida.
Dapat timbul defisiensi asam folat berupa megaloblastosis, leukopenia, dan trombositopenia.
Ikterus terutama bagi penderita yang telah mengalami hepatitis kolestatik alergi.
Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih
Efek terapi kotrimoksazol terhadap infeksi karena enterobacteriaceae lebih kuat daripada komponen tunggalnya.
Infeksi saluran nafas
Tidak dianjurkan untuk pengobatan faringitis akibat Strep. pyogenes karena tidak membasmi mikroba.
Infeksi Saluran Cerna
Efektif untuk infeksi shigella dan tifoid.
Kloramfenikol tetap masih merupakan obat terpilih demam tifoid karena prevalensi resistensi S. thypii masih rendah, namun dikhawatirkan efek toksiknya.
Carier S. thypii dapat digunakan kotrimoksazol dg dosis 160 mg trimetoprim:800 mg sulfametoksazol 2 kali sehari selama 3 bulan.
Diare akut karena E. coli dapat dicegah oleh kotrimoksazol atau trimetoprim tunggal.
Infeksi lainnya:
Efektif untuk infeksi karena jamur nokardia.
Efektif thd bruselosis bahkan arthritis, endokarditis dengan dosis 2 tablet tiga kali sehari selama 1 minggu diikuti 2 tablet sehari selama 2 minggu.