MAKALAH BIOFARMASETIKA
EVALUASI KETERSEDIAAN HAYATI
DISUSUN OLEH :
RISMAYA AMINI
J1E111215
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2013
BAB I
PENDAHULUAN
-
Latar Belakang
Bioavailability (BA) adalah presentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya. Di beberapa Negara (AS, Jerman), bioavailabilitas mencakup pula kecepatan dengan mana obat muncul di sirkulasi darah. Biasanya, efek obat baru mulai nampak sesudah obat melalui sistem pembuluh porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikannya ke seluruh jaringan.
Sejak beberapa tahun yang lalu, pola pengontrolan kualitas dan pemakaian klinik obat dipengaruhi oleh suatu disiplin ilmu yang mempelajari nasib obat dalam tubuh. Disiplin ilmu tersebut kita kenal dengan nama Farmakokinetika. Kata farmakokinetika berasal dari kata-kata "pharmacon" dan "kinetic” kata Yunani untuk obat dan racun. Jadi farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari kinetika obat, yang dalam hal ini berarti kinetika obat dalam tubuh. Proses-proses yang akan menentukan kinetika obat dalam tubuh meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Untuk memahami kinetika obat dalam tubuh tidak cukup hanya dengan menentukan dan mengetahui perkembangan kadar atau jumlah senyawa asalnya saja (unchanged compound), tetapi juga meliputi metabolitnya. Bagian tubuh di man konsentrasi/jumlah obat dan atau metabolitnya ditentukan biasanya darah (plasma/serum), ekskreta (urin, faeses, ludah, dan lain-lain), atau jaringan tubuh lain (Hakim, 2002).
Pengaruh klinik atau terapeutik suatu obat pada seorang pasien sebenarnya merupakan hasil dari daya farmakologik obat tersebut, di man hal yang terakhir ini akan sangat tergantung pada kadar yang bisa dicapai pada tempat kerja obat (reseptor). Sayangnya, pengukuran kadar obat pada reseptor hampir selalu tidak dimungkinkan. Namun demikian, karena setiap perubahan kadar obat yang terukur dalam cairan darah secara praktis akan mencerminkan perubahan pada reseptor, dengan pengukuran kadar obat dalam cairan darah akan bisa diperhitungkan atau diramalkan tingkat aktifitas farmakologik yang tercapai. Tinggi rendahnya kadar obat dalam cairan darah merupakan hasil dari besarnya dosis yang diberikan, dan pengaruh-pengaruh proses-proses alami dalam tubuh mulai dari absorpsi, distribusi, metabolisme sampai ekskresi obat.
Pengetahuan farmakokinetika berguna dalam berbagai bidang farmasi dan kedokteran, seperti untuk bidang farmakologi, farmasetika, farmasi klinik, toksikologi dan kimia medisinal. Pertama kali, dengan penelitian farmakokinetika dapat dibantu diterangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh. Jika efek obat dapat dinilai secara kuantitatif, data kinetika obat dalam tubuh sangat penting artinya untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan. Dalam bidang toksikologi ini farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari pemakaian suatu obat. Untuk bidang farmasi klinik, farmakokinetika memiliki beberapa kegunaan yang cukup penting, yaitu :
-
Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat.
-
Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitung aturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimen individualization).
-
Data farmakokinetika suatu obat diperlukan dalam penyusunan aturan dosis yang rasional.
-
Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat, baik antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan atau minuman.
(Hakim, 2002).
-
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
-
Untuk mengetahui definisi bioavailabilitas dan bioekuivalensi
-
Untuk mengetahui penjelasan dari bioavailabilitas dan bioekuivalensi
-
Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi.
BAB II
ISI
II.1 Definisi dan Penjelasan
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal. Dalam perencanaan sediaan farmasetik berbagai faktor perlu dipertimbangkan guna mencegah hal yang tidak dinginkan, maka diperlukan evaluasi ketersediaan hayati. Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk aktif atau utuh. Bioavailabilitas merupakan parameter-parameter yang menunjukkan jumlah dan kecepatan obat aktif sampai ke sirkulasi sistemik. Parameter yang menunjukkan jumlah adalah AUC dan Cp maks, sedangkan parameter yang menunjukkan kecepatan adalah t maks dan Cp maks. Penjelasan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
AUC
MTC
MEC
tMAKS
CpMAKS
Gambar 1. Profil kadar obat dalam darah, MTC: Minimum Toxic Concentration, MEC: Minimum Effect Concentration
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau kadar penghambatan minimal adalah suatu indikator yang baik untuk mengetahui aktivitas dan potensi suatu antibiotik. Namun MIC tidak dapat menjelaskan seberapa lama aktivitas dan potensi tersebut berlangsung di dalam tubuh. Farmakokinetik melalui parameternya (AUC/Area Under Curve, T1/2/waktu paruh, Tmax/waktu pencapaian kadar maksimal, Cmax/kadar maksimal, Vd/ volume distribusi, Clearance/ waktu pembersihan obat) membahas mengenai kadar serta hubungannya dengan waktu dalam tubuh, sehingga dapat menjelaskan keberadaan sejumlah obat di dalam tubuh (Rodvold, 2001).
Efek terapi (respon) yang muncul tergantung dari kadar obat dalam reseptor, tetapi pada biofarmasetika hanya bicara obat yang sampai ke sirkulasi sistemik. Hal ini bisa dipahami karena antara obat dalam darah dan obat dalam reseptor membentuk suatu kesetimbangan, artinya jika kadar obat dalam darah naik maka kadar obat dalam reseptor juga naik sehingga respon juga naik. Mudah dimaklumi kalau obat yang berbeda menunjukkan bioavailabilitas yang berbeda pula. Hal ini karena perbedaan sifat fisiko kimianya seperti kelarutan dalam air, koefisien partisi, stabilitas, dan lain-lain.
Bioavailabilitas adalah suatu istilah yang menyatakan jumlah atau proporsi (extent) obat yang diabsorbsi dan kecepatan (rate) yang diabsorbsi itu terjadi. Dapat diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu. Bioavailabilitas dapat diukur in vivo (pada keadaan sesungguhnya pasien) dengan menentukan kadar plasma obat sesudah tercapai steady state. Pada keadaan ini terjadi keseimbangan antara kadar obat di semua jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang diserap dan yang dieliminasi adalah sama. Antara kadar plasma dan efek terapeutis pada umumnya terdapat suatu korelasi yang baik. Pengecualian adalah pada misalnya obat hipertensi yang masih berefek walaupun kadarnya dalam plasma sudah tidak data diukur lagi (Syukri & Sukmawati, 2004).
Bioekivalensi atau kesetaraan biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk aktif dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat lain yang memiliki zat berkhasiat sama. Dua sediaan obat berekuivalensi kimia tetapi tidak berekuivalensi biologik dikatakan bio in ekuivalensi. Perbedaan bioavailabilitas sampai dengan 10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam efek kliniknya artinya memperlihatkan ekuivalensi dengan obat inovatornya (obat pendahulu, dan dijadikan referensi untuk sediaan-sediaan obat yang diproduksi berikutnya oleh perusahaan farmasi lain) dapat diklaim sebagai obat yang memiliki kualitas setara dengan obat innovator.
Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat. Apabila produk-produk obat dinyatakan bioekivalen, maka efikasi dari produk-produk obat itu dianggap sama. Alasan utama dilakukannya studi bioekivalensi karena produk obat yang dianggap ekivalen farmasetik tidak memberikan efek terapetik yang sebanding pada penderita (Shargel dan Yu, 1988).
Menurut FDA, produk obat adalah ekivalen secara farmasi jika produk tersebut mengandung bahan sama dan sama kekuatan, bentuk sediaan dan rute pemberiannya. Produk dianggap ekivalen secara terapi jika obat tersebut ekivalen secara farmasi dan dapat diharapkan memberikan efek terapi yang sama bila diberikan ke pasien pada kondisi yang dinyatakan dalam etiket (Ansel, 1989).
Untuk merancang suatu produk obat yang akan melepaskan obat aktif dalam bentuk yang paling banyak berada dalam sistemik, farmasis harus mempertimbangkan jenis produk obat, sifat bahan tambahan dalam produk obat dan sifat fisikokimia obat itu sendiri. Faktor-faktor farmasetika yang mempengaruhi bioavailabillitas obat aktif dalam suatu sediaan padat bergantung pada (1) disintegrasi produk obat dan pelepasan partikel obat aktif; (2) pelarutan obat; dan (3) absorpsi atau permeasi obat melintasi membran sel (Shargel dan Yu, 1988).
Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu :
-
Bioavailabilitas absolut : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan pemberian intra vena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan bioavailabilitas secara intravena.
-
Bioavailabilitas relatif : bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena.
(Shargel dan Yu, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas :
-
Obat : sifat fisiko-kimia zat aktif, formulasi, dan teknik pembuatan.
-
Subjek : karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisi, dan aktivitas tubuh (pada subjek yang sama).
-
Rute pemberian
-
Interaksi obat/makanan : misalnya grisovulvin sukar larut dalam air. Apabila dberikan bersama makanan berlemak jadi mudah larut. Di dalam tubuh, digunakan surfaktan alami sehingga baik diabsorbsi. Pemberian vitamin B12 dengan coca cola menghasilkan absorbsi yang lebih baik.
II.2 Evaluasi Ketersediaan Hayati (Bioavailabilitas)
Pemilihan metode bergantung pada tujuan studi, metode analisis untuk penetapan kadar obat dan sifat produk obat. Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan bioavailabilitas suatu obat meliputi:
-
Data plasma
-
Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak (tmaks)
-
Konsentrasi plasma puncak (Cp maks)
-
Area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu (AUC)
-
Data urin
-
Jumlah kumulatif obat yang diekskresi dalam urin (Du)
-
Laju ekskresi obat dalam urin (dDu/dt)
-
Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urin(t∞)
-
Efek farmakologi akut
-
Pengamatan klinik
(Shargel,1988).
-
Data Plasma
-
Tmaks : menggambarkan perkiraam laju absorpsi zat aktif menuju sistem sistemik. Bila tmaks menjadi kecil berarati sedikit waktu diperlukan untuk mencapai konsentrasi plasma puncak sehingga jalur absorpsi obat tinggi.
-
Cpmaks : pentunjuk bahwa obat cukup diabsorpsi secara sistemik untuk memberi suatu perspon terapetik memberi petunjuk kemungkinan adanya kadar toksik obat.
-
AUC : mencerminkan jumlah total obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. AUC tidak selalu berbanding lurus dengan dosis, penyimpangan apabila terjadi kejenuhan eliminasi obat
-
Data Urin
Agar data sahih, obat harus diekskresi dalam jumlah yang bermakna dalam urine serta cuplikan urine harus dikumpulkan secara lengkap. Jumlah kumulatif obat yang diekskresi lewat urine (Du) berhubungan dengan jumlah total obat diabsorpsi.
-
Efek Farmakologi Akut
Pengukuran kuantitatif dapat dilakukan dengan melihat efek farmakologi akut yang ditimbulkan. Misal : Index dari bioavailabilitas obat yaitu :
-
efek pada diameter pupil
-
kecepatan denyut jantung
-
tekanan darah
Untuk mendapatkan perkiraan yang layak dari AUC hendaknya pengukuran efek farmakologi dilakukan dengan frekuensi ± 3 x t 1/2 obat.
-
Pengamatan Klinik
Perubahan respons klinik ditentukan oleh perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik obat antar individu. Asumsi: produk dengan bioekivalen diperkirakan mempunyai respon obat yang sama. Perbedaan respon klinik pada produk bioekivalen mungkin disebabkan oleh faktor farmakodinamik (ikatan obat dengan reseptor). Faktor yang berpengaruh pada farmakodinamik: Umur, toleransi obat, enteraksi obat dan faktor-faktor patopsiologik yang tidak diketahui. Pada obat yang diberikan sama dapat memberikan respon berbeda, misal :
-
kegagalan terapeutik
-
respon terapi baik
-
toksisitas
(Shargel,1988).
Bioekivalensi berdasarkan data kadar obat didalam darah ada tiga parameter penting dalam mengevaluasi bioekivalensi antara dua formulasi obat yang sama yaitu:
-
Kadar maksimal/kadar puncak
Merupakan kadar obat yang tertinggi yang terdapat didalam darah dicapai setelah pemberian secara oral.
-
Waktu mencapai kadar maksimal
Waktu mencapai kadar maksimal merupakan waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar maksimal setelah pemberian obat. Parameter ini berkaitan erat dengan kecepatan absorbsi obat dan dapat digunakan sebagai ukuran yang sederhana untuk mengukur kecepatan absorbsi.
-
Luas area dibawah kurva
Merupakan parameter terpenting dan murupakan indikasi jumlah obat yang dapat mencapai sistem sistemik didalam tubuh setelah pemberiaan suatu obat dengan dosis tunggal secara oral.
Kriteria bioekivalensi berdasarkan data urin :
-
Jumlah kumulatif obat didalam urin ( Du)
-
Laju ekresi obat didalam urin ( dDu/dt )
-
Waktu untuk terjadinya ekskresi obat secara maksimum didalam urin.
Jika kecepatan dan jumlah obat yang dieksresikan melalui urin setelah pemberian 2 macam produk obat yang mengandung obat aktif yang sama itu identik, dapat disimpulkan bahwa kedua produk obat tersebut adalah bioekivalen. Ini didasarkan pada konsep bahwa obat yang dieksresikan kedalam urin berasal dari darah.Jika kedua profil kadar obat dalam darah dan pengukuran eksresi obat dalam urin diperoleh dari subyek yang sama, maka kedua data tersebut merupakan komlemen satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
-
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bioavailabilitas (ketersediaan hayati) pada hewan dan manusia dan pemanfaatannya untuk menghasilkan respon terapi yang optimal.
-
Dalam perencanaan sediaan farmasetik berbagai faktor perlu dipertimbangkan guna mencegah hal yang tidak dinginkan, maka diperlukan evaluasi ketersediaan hayati.
-
Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk aktif atau utuh.
-
Bioekivalensi atau kesetaraan biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk aktif dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat lain yang memiliki zat berkhasiat sama.
-
Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat.
-
Parameter-parameter yang berguna dalam penentuan bioavailabilitas suatu obat meliputi: data plasma (meliputi t maks, Cp maks, dan AUC), data urin (meliputi Du, dDu/dt, dan t∞), efek farmakologi akut, dan pengamatan klinik.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C., Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI Press. Jakarta.
Hakim, L. 2002. Farmakokinetika. Bursa Buku. Yogyakarta.
Rodvold K.A. 2001. Pharmacodynamics of antiinfective therapy: taking what we know to the patient’s bedside. Pharmacotherapy. 21(11 Pt 2): 319S-330S.
Shargel, dan Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya.
Syukri, Y. & U. Sukmawati. 2004. Desintegrasi dan Disolusi Tablet Furosemida dari Berbagai Produk Generik dan Produk Paten yang Beredar. LOGIKA. Vol. 1, No. 1. ISSN: 1410-2315
Dostları ilə paylaş: |