Keywords: Evaluation, Imunization Basics, Community Health Center
PENDAHULUAN
Era MDGs tahun 2000-2015 Indonesia
ternyata belum dapat mencapai target
menurunkan Angka Kematian Bayi dan
Balita, periode selanjutnya untuk mencapai
Visi Indonesia Sehat dalam penyempurnaan
MDGs Indonesia yang merupakan salah satu
negara telah ikut menyepakati Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals) dengan lebih 190 negara
di dunia. Pada tujuan SDGs yang ketiga
Indonesia menargetkan pada tahun 2030
berusaha menurunkan Angka Kematian
Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000
kelahiran hidup dan Angka Kematian Balita
25 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes,
2015).
Kementerian Kesehatan menargetkan
pada tahun 2014 seluruh desa/kelurahan
mencapai 100% UCI (Universal Child
Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di
desa/kelurahan
tersebut
memperoleh
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari
BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan
campak. Pencapaian UCI desa/ kelurahan
tahun 2014 baru mencapai 82,9% yang perlu
ditingkatkan hingga mencapai 92%. Hal ini
disebabkan antara lain karena kurang
perhatian dan dukungan dari pemerintah
daerah
terhadap
program
imunisasi,
kurangnya dana operasional untuk imunisasi
baik rutin maupun tambahan, dan tidak
tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang
adekuat.
Selain
itu
juga
kurangnya
koordinasi lintas sektor termasuk pelayanan
kesehatan swasta, kurang sumber daya yang
memadai serta kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang program dan manfaat
imunisasi (Kemenkes, 2015).
Salah satu imunisasi dasar yang yang
menjadi target pencapaian UCI adalah
imunisasi DPT-HB. Imunisasi DPT-HB
sebanyak 3 (tiga) kali untuk memberi
kekebalan pada penyakit difteri, pertusis
(batuk rejan), tetanus dan Hepatitis B.
Imunisasi ini pertama kali diberikan pada
usia bayi 2 (dua) bulan. Kemudian imunisasi
berikutnya selisihnya 4 minggu. Pada saat ini
pemberian imunisasi DPT dan Hepatitis B
dalam
program
imunisasi
dilakukan
bersamaan dengan menggunakan vaksin
DPT-HB (Kemenkes, 2010).
Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit
difteri yang sudah ditetapkan oleh Wali Kota
Padang berdasarkan tempat tinggal pasien
tersebar dari beberapa Kecamatan di Kota
Padang, yaitu Kecamatan Padang Timur 1
kasus,
Kecamatan
Kuranji
1
kasus,
Kecamatan
Padang
Barat
1
kasus,
Kecamatan Padang Utara 1 kasus, dan
Kecamatan Koto Tangah sebanyak 3 kasus.
Kejadian luar biasa yang terjadi di Kota
Padang ini merupakan indikator bahwa
program imunisasi tidak mencapai sasaran
(Dinkes Sumbar, 2015).
Berdasarkan data cakupan Kelurahan
Universal Child Immunization (UCI) pada
tahun 2014 kota Padang baru mencapai
angka 76 % sudah lebih tinggi dari capaian
UCI Propinsi Sumatera Barat yaitu 74,87%
dan berada di bawah capaian UCI Indonesia
82,3%. Sedangkan data cakupan imunisasi
DPT-HB pada kota Padang 87,12% dimana
juga lebih tinggi dari capaian cakupan
Propinsi Sumatera Barat 84,1% dan masih
berada dibawah capaian cakupan data
imunisasi DPT-HB Indonesia 95% (Dinkes
Padang, 2015).
Kasus Difteri yang terjadi di kota
Padang
berdasarkan
laporan
Bidang
Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas
Kesehatan Kota Padang pada tahun 2014
e-ISSN:2528-66510;Volume 5;No.3(June, 2020): 865-874
Jurnal Human Care
867
yaitu sebanyak 8 kasus yang tersebar
di Kota
Padang, dan kasus yang paling banyak yaitu
37,5% terjadi di Kecamatan Koto Tangah
pada wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya.
Data pencapaian UCI menurut puskesmas
Kota Padang Puskesmas Lubuk Buaya sudah
mencapai target yaitu 100%, sedangkan data
pencapaian cakupan iminisasi DPT-HB di
Puskesmas Lubuk Buaya sudah dalam
kategori tinggi yaitu 94,7% (Dinkes Padang,
2015).
Pencapaian target UCI dan tingginya
cakupan imunisasi DPT-HB ternyata tidak
menjamin tercapainya tujuan akhir program
imunisasi
dalam
menurunkan
angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh
penyakit menular yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi
keberhasilan
program
imunisasi yaitu berkaitan dengan status imun
penjamu, faktor genetik penjamu, dan faktor
dari vaksin itu sendiri yang berhubungan
dengan penyimpanan, pemberian dosis,
pengenceran vaksin
(IDAI, 2015).
Faktor
yang tidak bisa diabaikan dalam pencapaian
tujuan suatu program adalah berkaitan
dengan mutu/kualitas pelaksanaan program
tersebut.
Penilaian
pelaksanaan
suatu
program apakah sudah berjalan dengan baik
sesuai dengan perencanaan dan standar yang
sudah ditetapkan dapat dilakukan suatu
kegiatan evaluasi
(Azwar, 2010).
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memberikan penilaian
terhadap program yang sudah berjalan
ataupun yang sedang berjalan. Untuk
kepentingan praktis, ruang lingkup evaluasi
(penilaian) tersebut dibedakan menjadi
empat kelompok yaitu 1) evaluasi terhadap
masukan (input), 2) evaluasi terhadap proses
(process), 3) evaluasi terhadap keluaran
(output), dan 4) evaluasi terhadap dampak
(impact) (Azwar, 2010).
Dostları ilə paylaş: |