Sindrom stevenss johnson



Yüklə 46,09 Kb.
tarix15.03.2017
ölçüsü46,09 Kb.
#11280
SINDROM STEVENSS – JOHNSON

Monica

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Abstrak

Stevens Johnson'syndrome adalah sindrom yang berpengaruh pada kulit, mukosa, di mulut dan mata dengan beberapa kondisi, dari ringan sampai severe.This penyakit adalah akut dan dalam beberapa kondisi parah, dapat menyebabkan death.Therefore, sindrom ini adalah terburuk disease.It kulit dianggap sebagai semacam Eritema multiforme.
        Ada beberapa sinonim yang dapat digunakan untuk penyakit ini, misalnya Ektodermosis Erosiva Pluriorificialis, sindrom Mucocutanea-Okular's, Eritema Multiformis jenis Hebra, Eritema multiforme Exudatorum dan Eritema Bulosa maligna. Namun, sebagian besar disebut sebagai Sindrom Stevens Johnson.
      Penyebab penyakit ini tidak diketahui bahkan sampai multifaktorial. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah karena alergi obat umum. Seperti kita ketahui, orang lebih suka membeli obat bebas di luar apotek sendiri karena lebih murah daripada pergi ke dokter. Itulah mengapa para korban penyakit ini semakin meningkat.
      Sehingga, penyakit ini harus diketahui oleh dokter karena dapat menyebabkan kematian. Tapi bisa melengkung dengan terapi penyembuhan yang tepat dan cepat.

Kata Kunci : Sindrom Stevens Johnson, Alergi, Autoimmune


SINDROM STEVENSS – JOHNSON

Monica

Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Abstrack

Stevens Johnson’syndrome is a syndrome that affected to the skin,mucous,in orifice and eyes with several conditions,from the mild to severe.This disease is acute and in some severe conditions,it can cause death.Therefore,this syndrome is the worst skin’s disease.It is considered as a kind of Eritema Multiforme.

There are several synonym that can be used for this disease,for example Ektodermosis Erosiva Pluriorificialis, Mucocutanea-Okular’s syndrome, Eritema Multiformis type Hebra, Eritema Multiforme Exudatorum and Eritema Bulosa Maligna. However,it mostly called as Stevens Johnson’s Syndrome.

The cause of this disease is until unknown even multifaktorial. One of the cause that commonly appear is because of medicine general allergic. As we know,people prefer to buy medicine freely outside the drugstore by themselves because it’s cheaper than going to the doctor. That’s why the victims of this disease is getting increase.

So that, this disease should be known by the doctors because it can cause death. But it can be curved with the right therapy and rapidly healing.
Keywords : Stevens Johnson’s syndrome, Allergic, Autoimmune



BAB I

PENDAHULUAN
Sindroma Stevens-Johnson merupakan suatu sindroma(kumpulan gejala) yang mengenai kulit,selaput lendIr di orificium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan kenmatian, Oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan penyakit kulit. Sindrom ini dianggap sebagai jenis dari Eritema Multiforme.

Ada berbagai sinonim yang digunakan untuk penyakit ini, diantaranya EktodermaEerosive Pluriorifisialis, Sindroma Mukokutanea-Okuler, Eritema Multiformis tipe Hebra, Eritema Mulitiforme Exudatorum danEeritema Bulosa Maligna. Meskipun demikian yang umum digunakan ialah Sindroma stevens-Johnson.

Penyebab yang pasti dari penyakit ini belum diketahui, bahkan dikatakan Multifaktorial. Salah satu penyebab yang dianggap sering ialah alergi sistemik terhadap obat. Sebagaimana kita ketahui hampir semua obat dapat dibeli bebas diluar apotik dan adanya kecenderungan para pasien mengobati dirinya sendiri lebih dahulu sebelum berobat ke dokter karena faktor biaya. Oleh karena itu penyakit ini makin sering ditemukan.

Penyakit ini perlu diketahui oleh para dokter karena dapat menyebabkan kematian, tetapi dengan terapi yang tepat dan cepat,umumnya penderita dapat diselamatkan.




BAB II

SINDROMA STEVENS-JOHNSON
2.1 BATASAN

Sindroma Stevens-Johnson merupakan suatu sindroma(kumpulan gejala) akut yang mengenai kulit,selaput lendir di orificium dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat. Penyakit ini sering dianggap sebagai bentuk dari Eritema Multiforme yang berat.


2.2 INCIDENCE

Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun muda, jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria dan wanita tidak berbeda jauh di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap tahun kira-kira ditemukan 10 kasus.


2.3 EPIDEMIOLOGI

Pada cuaca yang dingin penyakit ini sering ditemukan.Juga adanya factor fisik pada lingkungan seperti sinar matahari dan sinar X akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini.


2.4 ETIOLOGI

Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan Multifaktorial. Ada yang beranggapan bahwa sindrom ini merupakan Eritema Multiforme yang berat dan disebut Eritema Multiforme Mayor, sehingga dikatakan mempunyai penyebab yang sama.

Beberapa factor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain:
1. Infeksi

a.Virus


Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan dari infeksi salauran nafas atas oleh virus pneumonia. Hal ini dapat terjadi pada Asian flu ,Lympho Granuloma Venerium, Measles, Mumps dan vaksinasi Smallpox virus.

Virus-virus Coxsackie, Echovirus dan Poliomyelitis juga dapat menyebabkan Sindroma Stevens-Johnson.


b.Bakteri

Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma Stevens-Johnson ialah Brucellosis,Dyptheria, Erysipeloid, Glanders, Pneumonia, Psittacosis, Tuberculosis, Tularemia,Lepromatous Leprosy atau Typhoid Fever.


c.Jamur

Coccidiodomycosis dan Histoplasmosis dapat menyebabkan Eritema Multiforme Bulosa, yang pada keadaan berat juga dikatakan sebagai Sindroma Stevens-Johnson.


d.Parasit

Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen penyebab.


2. Alergi Sistemik terhadap:

a.Obat


Berbagai obat yang diduga dapat menyebabkan Sindrom Stevens-Johnson antara lain: Penisilin dan derivatnya, Streptomysin, Sulfonamide, Tetrasiklin, Analgesik/antipiretik (misalnya Derivat Salisilat ,Pirazolon, Metamizol, Metampiron dan Paracetamol), Digitalis, Hidralazin, Barbiturat(Fenobarbital), Kinin Antipirin ,Chlorpromazin ,Karbamazepin dan jamu-jamuan.
b.Zat tambahan pada makanan(Food Additive) dan zat warna

c.Kontaktan:

Bromofluorene, Fire sponge(Tedania Ignis) dan rhus(3- Pentadecylcatechol).

d.Faktor Fisik:

Sinar X, sinar matahari, cuaca dan lain-lain.
3. Penyakit penyakit Kolagen Vaskuler.
4. Pasca vaksinasi :

BCG, Smallpox dan Poliomyelitis.


5. Penyakit-penyakit keganasan :

Karsinoma penyakit Hodgkins, Limfoma, Myeloma, dan Polisitemia.


6. Kehamilan dan Menstruasi.
7. Neoplasma.
8. Radioterapi.
Pada sebagian penderita tidak diketahui penyebabnya. Yang diduga sebagai penyebab tersering ialah alergi Sistematik terhadap obat dan infeksi.

2.5 PATOGENESA

Patogenesanya belum jelas, mungkin disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks Antigen Antibodi yang membentuk Mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistim komplemen. Akibatnya terjasi Akumulasi Neutrofil yang kemudian melepaskan Lisosim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran ( Target Organ ) .

Reaksi tipe I V terjadi akibat Limposit T yang tersensitisasi

berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian Limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.



2.6 HISTOPATOLOGI

Gambaran Histopatologinya sesuai dengan Eritema Multiforme, bervariasi dari perubahan Dermal yang ringan sampai Nekrolisis Epidermal yang menyeluruh. Kelainan berupa :



  1. Infiltrat Sel Mononuklear disekitar pembuluh – pembuluh darah Dermis Superfisial.

  2. Edema dan Ekstravasasi sel darah merah di Dermis Papular.

  3. Degenerasi Hidrofik lapisan Basalis sampai terbentuk Vesikel Subepidermal.

  4. Nekrosis sel Epidermal dan kadang – kadang di Adnexa.

  5. Spongiosis dan Edema Interasel di Epidermis.

Pemeriksaan histopatologi tidak penting untuk diagnosis, karena kelainannya sesuai dengan Eritema Multiforme


    1. IMUNOLOGI.

Pada sebagian besar kasus terdapat kompleks Imun yang mengandung Ig G, Ig M, Ig A secara sendiri atau dalam kombinasi. Beberapa kasus menunjukan deposit Ig M dan C3 di pembuluh darah Dermal Superfisial dan pada pembuluh darah yang mengalami kerusakan.


    1. GEJALA KLINIS

Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat di sertai gejala prodromal berupa demam tinggi ( 30 C – 40 C ), mulai nyeri

kepala, batuk ,pilek dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung 2 minggu. Gejala – gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menurunnya kesadaran, soporous sampa

i koma.

Pada sindroma ini terlihat adanya trias kelainan berupa :



    1. Kelainan kulit.

    2. Kelainan selaput lendir di orifisium.

    3. Kelainan mata.

Kelainan pada kulit dapat berupa Eritema, vesikal, dan bulla. Eritema berbentuk cincin (pinggir Eritema tengahnya relative hiperpigmentasi ) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan Bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping tiu dapat juga terjadi Erupsi Hemorrhagis berupa Ptechiae atau Purpura. Bila disertai Purpura -prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi Generalisata.

Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut / bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan dilubang alat genetalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing – masing 8%-4%).

Kelainan yang terjadi berupa Stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian Buccal Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok.

Stomatitis ini kemudian menjadi lebih berat dengan pecahnya vesikel dan Bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk pseudomembran.

Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderitaan sukar menelan.

Kelainan Dimukosa dapat juga terjadi di Faring, Traktus Respiratorius bagian atas dan Esophagus. Terbentuknya Pseudo membrane di Faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderita tidak dapat makan dan minum.

Kelainan pada mata merupakan 80% diantar semua kasus, yang sering terjadi ialah Conjunctivitis Kataralis. Selain itu dapat terjadi Conjunctivitis Purulen, pendarahan, Simblefaron , Ulcus Cornea, Iritis/Iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu Stomatitis, Conjuntivitis, Balanitis, Uretritis.

Pernah dilaporkan pada beberapa kasus dapat tanpa disertai kelainan kulit, penderita ini hanya menunjukan Stomatitis, Rhinitis dengan Epistaxis, Conjunctivitis dan kadang – kadang Uretritis. Tapi pada hamper semua kasus diikuti kelainan kulit berupa Vesiko Bulosa atau Erupsi Hemorrhagis, khususnya pada wajah, tangan dan kuku.

Selain trias kelainan diatas organ – organ dalm juga dapat di serang, misalnya paru, Gastrointestinal, Ginjal (Nefritis) dan Onikolisis.
2.9 DIAGNOSA
Diagnosa dapat dibuat berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis. Pada Anamnesa hendaknya ditanyakan secara teliti apakah ada hubungannya dengan alergi obat secara sistemik. Pada kasus-kasus dimana telah mengalami dua kali reaksi alergi dengan obat yang sama membuktikan bahwa memang obat tersebutlah yang menjadi penyebabnya.

Gambaran Klinis khas berupa adanya trias kelainan yaitu kelainan pada kulit, selaput lendir orifisium dan mata. Keadaan Umum penderita bervariasi dari ringan sampai berat.

Pemeriksaan laboratorium darah dapat membantu memperkirakan kemungkinan penyebab meskipun tidak khas. Jika terdapat lekositosis menunjukkan penyebabnya kemungkinan karena infeksi. Bila terdapat Eosinofilia kemungkinan karena alergi. Jika disangka penyebabnya karena infeksi dapat dilakukan kultur darah.
2.10 DIAGNOSA BANDING

Beberapa penyakit yang dapat merupakan diagnosa banding Sindrom Stevens-Johnson ialah:



  1. Nekrolisisi Epidermal Toksik (NET)

Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson.

Pada NET terdapat Epidemolisis(Epidermis terlepas dari dasarnya) yang menyeluruh dan keadaan umum penderita biasanya lebih buruk/berat.



  1. Pemfigus Vulgaris

Sering dijumpai pada orang dewasa, keadaan umum buruk, tidak gatal, bula berdinding kendor dan biasanya generalisata.

  1. Pemfigoid Bulosa

Pada penyakit ini keadaan umumnya baik, dinding bula tegang, letaknya subepidermal.

  1. Dermatitis Herpertiformis

Didapatkan keadaan umum yang baik, keluhan dengan gatal dan dinding vesikel/bula tegang dan berkelompo
2.11 PENATALAKSANAAN
Penanganan terhadap penderita Sindrom Stevens-Johnson memerlukan tindakan yang tepat dan cepat.penderita biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan yang perlu dilakukan meliputi:

  1. Kortikosteroid

Penggunaan obat Kortikosteroid merupakan tindakan life-saving. Pada Sindrom Stevens –Johnson yang ringan cukup diobati dengan Prednison dengan dosis 30-40mg/hari. Pada bentuk yang berat, ditandai dengan kesadaran yang menurun dan kelainan yang menyeluruh, digunakan Dexametason intravena dengan dosis awal 4-6x5 mg/hari.

Setelah beberapa hari (2-3 hari) biasanya mulai tampak perbaikan (masa kritis telah teratasi),ditandai dengan keadaan umum yang membaik,lesi kulit yang baru tidak timbul sedangkan lesi yang lama mengalami Involusi. Pada saat ini dosis Dexametason diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan sebanyak 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet Prednison yang diberikan pada keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari. Pada hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 10 mg, kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari.



2.Antibiotika

Penggunaan Antibiotika dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi akibat efek Imunosupresif Kortikosteroid yang dipakai pada dosis tinggi. Antibiotika yang dipilih hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakterisidal.

Di RS Cipto mangunkusumo dahulu biasa digunakan Gentamisin dengan dosis 2 x 60-80 mg/hari. Sekarang dipakai Netilmisin Sulfat dengan dosis 6 mg/kg BB/hari,dosis dibagi dua. Alasan menggunakan obat ini karena pada beberapa kasus mulai resisten terhadap Gentamisin, selain itu efek sampingnya lebih kecil dibandingkan Gentamisin.
3. Menjaga Keseimbangan Cairan, Elektrolit dan Nutrisi.

Hal ini perlu diperhatikan karena penderita mengalami kesukaran atau bahkan tidak dapat menelan akibat lesi di mulut dan di tenggorokan serta kesadaran yang menurun. Untuk ini dapat diberikan infuse berupa Glukosa 5% atau larutan Darrow.

Pada pemberian Kortikosteroid terjadi retensi Natrium, kehilangan Kalium dan efek Katabolik. Untuk mengurangi efek samping ini perlu diberikan diet tinggi protein dan rendah garam, KCl 3 x 500mg/ hari dan obat-obat Anabolik.

Untuk mencegah penekanan korteks kelenjar Adrenal diberikan ACTH (Synacthen depot) dengan dosis 1 mg/ hari setiap minggu dimulai setelah pemberian Kortikosteroid.



4. Transfusi Darah

Bila dengan terapi diatas belum tampak tanda-tanda perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfuse darah sebanyak 300-500 cc setiap hari selama 2 hari berturut-turut.

Tujuan pemberian darah ini untuk memperbaiki keadaan umum dan menggantikan kehilangan darah pada kasus dengan purpura yang luas. Pada kasus Purpura yang luas dapat ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg sehari intravena dan obat-obat Hemostatik.
5.Perawatan Topikal

Untuk lesi kulit yang erosive dapat diberikan Sofratulle yang bersifat sebagai protektif dan antiseptic atau Krem Sulfadiazin Perak. Sedangkan untuk lesi dimulut/bibir dapat diolesi dengan Kenalog in Orabase.

Selain pengobatan diatas, perlu dilakukan konsultasi pada beberapa bagian yaitu ke bagian THT untuk mengetahui apakah ada kelainan di Faring,karena kadang-kadang terbentuk pseudomembran yang dapat menyulitkan penderita bernafas dan sebagaian penyakit dalam.

Pemeriksaan sinar X Thoraks perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan pada paru, misalnya tuberculosis atau Bronchopneumonia Aspesifik.



2.12 KOMPLIKASI

Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat menyebabkan kematian. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah ,gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan shock .Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan Lakrimasi.



2.13 PROGNOSIS

Dengan penanganan yang tepat dan cepat maka prognosis Sindrom Stevens-Johnson sangat baik. Dalam kepustakaan angka kematian berkisar antara 5-15%. Dibagian kulit dan kelamin RS Ciptomangunkusumo angka kematian hanya sekitar 3,5%. Kematian biasanya terjadi akibat sekunder infeksi.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan :

1.Sindrom Stevens Johnson merupakan suatu sindroma yang bersifat akut, yang bila berat dapat menyebabkan kematian. Penyakit ini merupakan salah satu kegawat daruratan penyakit kulit.


2.Penyebab yang pasti belum diketahui dapat dikatakan multifaktorial.yang diduga sebagai penyebab tersering ialah alergi sistemik terhadap obat dan infeksi,
3.Penyakit ini umumnya menyerang anak dan dewasa muda.
4.Pada Sindrom Stevens Johnson ini ditemukan adanya trias kelainan berupa kelainan kulit,kelainan selaput lendir di orificium dan kelainan mata.
5.Penggunaan obat Kortikosteroid untuk tindakan live saving merupakan pilihan utama.
6.Komplikasi yang tersering adalah Bronchopneumonia yang dapat menyebabkan kematian.
7.Dengan penanganan yang tepat dan cepat maka prognosis Sindrom Stevens Johnson sangat baik.

3.2 Saran:

1.Sebaiknya para dokter mewaspadai timbulnya sindrom Stevens Johnson pada anak-anak bila panas tinggi timbul beberapa hari sesudah munculnya gejala pada kulit disertai keadaan umum yang memburuk serta tidak ditemukannya hasil laboratorium yang spesifik.


2. Menanyakan kepada penderita yang datang berobat apakah alergi terhadap obat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
1.Djuanda A.:”Sindroma Stevens-Johnson” ,MDK,vol.9 no.4, Mei 1990,halaman 50.
2.Domonkos AN, Arnold HL, Odom RB.:”Eritema Multiforme Exudativum”,”Stevens Johnson Syndrome”,Andrew’s Disease of the Skin Clicical Dermatology,Igaku Shoin/Saunders,Tokyo,Seventh Edition,1982,page 147-150,150-151.
3.Hamzah M.:”Sindroma Stevens-Johnson” ,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,edisi kedua, 1993,halaman 127-129.
4.Sularsito SA,Soebaryo RW,Kuswadji: Sindroma Stevens-Johnson” ,Dermatologi Praktis, Perkumpulan ahli Dermato-Venereologi Indonesia, Edisi Pertama,1986,halaman 121.


Yüklə 46,09 Kb.

Dostları ilə paylaş:




Verilənlər bazası müəlliflik hüququ ilə müdafiə olunur ©azkurs.org 2024
rəhbərliyinə müraciət

gir | qeydiyyatdan keç
    Ana səhifə


yükləyin