Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sebagai acuan utama dalam penetapan kebijakan DAU Tahun 2009 adalah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan di atas, hal hal sebagai berikut menjadi perhatian dalam pengalokasian DAU Tahun 2009 :
a.Pengalokasian DAU kepada masing masing daerah menggunakan formula DAU dihitung atas dasar Celah Fiskal (CF) dan Alokasi Dasar (AD). CF suatu daerah merupakan selisih kebutuhan fiskal (Kbf) dengan Kapasitas fiskal (Kpf) sedangkan AD dihitung berdasarkan jumlah gaji PNSD.
b.Variabel Kebutuhan Fiskal Daerah yaitu: (i) jumlah penduduk, (ii) luas wilayah, (iii) Indeks Kemahalan Konstruksi, (iv) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Variabel Kapasitas Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil SDA.
c.Penyedia dan jenis data yang digunakan dalam perhitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain dari daerah dan Departemen Keuangan untuk Belanja PNSD, dan PAD, BPS untuk data Jumlah Penduduk, IKK, IPM dan PDRB per kapita, Depdagri dan Bakosurtanal untuk data luas wilayah darat dan laut, sedangkan untuk data DBH Pajak dan DBH SDA dari Departemen Keuangan.
d.Proporsi pembagian DAU adalah sebesar 10% untuk semua Provinsi dan sebesar 90% untuk semua Kabupaten/Kota dari besaran DAU nasional.
e.Dalam hal realisasi harga minyak bumi melebihi 130% dari asumsi dasar minyak bumi dalam APBN tahun berjalan, kelebihan DBH nya dibagikan kepada daerah sebagai DAU Tambahan, menggunakan formula DAU atas dasar Celah Fiskal.
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu daerah tertentu dalam mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.
Penetapan kebijakan DAK Tahun 2009 mengacu pada UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah dan PP No. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dalam proses perhitungan alokasi DAK kepada masing masing daerah akan disempurnakan antara lain melalui peningkatan transparansi dan penyempurnaan metode penghitungan, serta peningkatan akurasi data yang ditujukan untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara alokasi DAK yang merupakan prioritas nasional dengan kebutuhan daerah.
Pada tahun 2009, dalam pengalokasian diprioritaskan untuk membantu daerah daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, dalam rangka mendorong pencapaian standar pelayanan minimal kepada masyarakat melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Selain itu, alokasi juga dapat diberikan kepada seluruh daerah yang menurut peraturan perundang undangan yang berlaku diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK.
Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan, irigasi, air minum dan penyehatan lingkungan di kabupaten daerah tertingga1 yang terdiri dari: daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah pasca bencana, serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.
2.Menunjang penguatan sistem distribusi nasional, terutama untuk memperlancar arus barang antarwilayah yang dapat meningkatkan ketersediaan bahan pokok di daerah perdesaan, daerah tertinggal/terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pulau pulau kecil terluar, dan daerah rawan bencana, melalui kegiatan khusus di bidang sarana dan prasarana perdagangan, serta sarana dan prasarana perdesaan.
3.Mendorong peningkatan produktivitas, perluasan kesempatan kerja, angkutan barang dan kebutuhan pokok, serta pembangunan perdesaan, melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, perikanan dan kelautan, infrastruktur, perdagangan, serta pembangunan perdesaan.
4.Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar, sarana dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur, serta sarana dan prasarana perdesaan daerah tertinggal.
5.Menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi resiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, dan kehutanan.
6.Menyediakan serta meningkatkan cakupan, kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar, kualitas pe1ayanan terutama keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur jalan.
7.Mendukung penyediaan prasarana pemerintahan di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran pemerintahan kabupaten/kota dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang prasarana pemerintahan.
8.Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran kementerian/lembaga serta kegiatan yang didanai dari APBD, melalui peningkatan koordinasi pengelolaan DAK di pusat dan daerah.
9.Melanjutkan pengalihan secara bertahap anggaran kementenan/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah ke DAK, sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.
Penggunaan DAK Tahun 2009 diarahkan pada kegiatan kegiatan di 11 bidang atau program DAK tahun 2008, yaitu dalam rangka penyelesaian RPJMN 2004 2009, serta 2 bidang atau program baru yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari pengalihan anggaran kementerian/lembaga ke DAK. Dengan demikian, bidang atau program yang didanai oleh DAK tahun 2009 meliputi:
a.Pendidikan, dengan arah kebijakan untuk menunjang pelaksanaan program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun yang bermutu, yang diperuntukkan bagi SD/SDLB, MI/Salafiyah Ula, termasuk sekolah sekolah setara SD berbasis keagamaan lainnya, baik negeri maupun swasta; yang diprioritaskan pada daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan bencana, dan daerah pesisir dan pulau pulau kecil.
b.Kesehatan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB); meningkatkan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin serta masyarakat di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan, melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya termasuk poskesdes, dan rumah sakit provinsi/kabupaten/kota untuk pelayanan kesehatan rujukan, serta penyediaan sarana/ prasarana penunjang pelayanan kesehatan di kabupaten/kota.
c.Keluarga Berencana (KB), dengan arah kebijakan untuk meningkatkan daya jangkau dan kualitas pelayanan tenaga lini lapangan Program KB, sarana dan prasarana pelayanan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KJE)/advokasi Program KB; sarana dan prasarana pelayanan di klinik KB; dan sarana pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak dalam rangka menurunkan angka kelahiran dan laju pertumbuhan penduduk, serta meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan keluarga.
d.Infrastruktur jalan dan jembatan, dengan arah kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang dan jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional.
e.Infrastruktur irigasi, dengan arah kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana sistem irigasi termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi urusan kabupaten/kota dan provinsi khususnya di daerah lumbung pangan nasional dan daerah tertinggal dalam rangka mendukung program peningkatan ketahanan pangan.
f.Infrastruktur air minum dan penyehatan lingkungan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan air minum dan meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan penyehatan lingkungan (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
g.Pertanian, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dalam rangka meningkatkan produksi guna mendukung ketahanan pangan nasional.
h.Kelautan dan perikanan, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan pengawasan serta penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil.
i.Prasarana pemerinta.han daerah, yang diarahkan untuk meningkatkan kinelja daerah dalam menyelenggarakan pembangunan dan pelayanan publik di daerah pemekaran, dan diprioritaskan untuk daerah yang terkena dampak pemekaran tahun 2007 2008, serta digunakan untuk pembangunan/ perluasan/rehabilitasi total gedung kantor/bupati/walikota, dan pembangunan/perluasan/rehabilitasi total gedung kantor DPRD, dengan tetap memperhatikan kriteria perhitungan alokasi DAK.
j.Lingkungan hidup, dengan arah kebijakan untUk meningkatkan kinerja daerah dalam menyelenggarakan pembangunan di bidang lingkungan hidup melalui peningkatan penyediaan sarana dan prasarana kelembagaan dan sistem informasi pemantauan kualitas air, pengendalian pencemaran air, serta perlindungan sumberdaya air di luar kawasan hutan.
k.Kehutanan, dengan arab kebijakan untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS), meningkatkan fungsi hutan mangrove dan hutan pantai, pemantapan fungsi hutan lindung, Taman Hutan Raya (TAHURA), hutan kota, serta pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan kehutanan termasuk operasional kegiatan penyuluhan kehutanan.
l.Pembangunan perdesaan daerah tertinggal, dengan arah kebijakan untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan sarana dasar untuk memperlancar arus angkutan penumpang, bahan pokok, dan produk pertanian lainnya dari daerah pusat pusat produksi di perdesaan ke daerah pemasaran.
m.Perdagangan, dengan arah kebijakan untuk menunjang penguatan sistem distribusi nasional melalui pembangunan sarana dan prasarana perdagangan yang terutama berupa pasar tradisional di daerah perbatasan, daerah pesisir dan pulau pulau kecil, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah pasca bencana.
10.Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang kurangnya 10 persen dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, daerah dengan kemampuan keuangan tertentu tidak diwajibkan menganggarkan dana pendamping.
11.Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria kriteria sebagai berikut:
*Kriteria Umum. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah. Kemampuan keuangan daerah tersebut dihitung berdasarkan indeks fiskal netto (IFN) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
*Kriteria Khusus. Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus, dan karakteristik daerah, yaitu:
a.Peraturan perundangan:
*Daerah daerah yang menurut ketentuan peraturan perundangan diberi status otonomi khusus, diprioritaskan mendapat alokasi DAK
*Seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapat alokasi DAK
b.Karakteristik daerah : daerah pesisir dan Kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah yang termasuk Kategori daerah ketahanan pangan, daerah rawan bencana, dan daerah pariwisata.
c.Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
*Kriteria Teknis. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi daerah yang mengalokasikan dana daerah diluar DAK untuk membiayai kegiatan serupa sesuai bidang DAK. Kriteria teknis dirumuskan berdasarkan indeks teknis yang ditetapkan oleh menteri/ kepala lembaga teknis terkait.
Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus. Sebagai wujud pelaksanaan dari Undang undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, serta dan Undang undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus. Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diutamakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara, dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi Kabupaten, Kota, dan Provinsi di Provinsi Papua dan Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.
Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional.
Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Papua Barat diberikan dalam rangka otonomi khusus yang diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) huruf f Undang undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Tabel III.l.
GAMBARAN EKONOMI MAKRO
-----------------------------------------------------------------
Realisasi Sasaran
-------------------------------------------------- 2004 2005 2006 2007 2008 2009
-----------------------------------------------------------------
PERTUMBUHAN 5,0 5,7 5,5 6,3 6,0 6,0 6,4 1)
EKONOMI (%)
PERTUMBUHAN PDB
PENGELUARAN (%)
Konsumsi Masyarakat 5,0 4,0 3,2 5,0 4,7 5,3 2)
Konsumsi Pemerintah 4,0 6,6 9,6 3,9 4,5 5,4 2)
Investasi 14,7 10,9 2,5 9,2 11,4 12,1 2)
Ekspor Barang dan 13,5 16,6 9,4 8,0 10,5 11,0 2)
Jasa
Impor Barang dan 26,7 17,8 8,6 8,9 13,0 13,4 2)
Jasa
PERTUMBUHANPDB
PRODUKSI (%)
Pertanian, 2,8 2,7 3,4 3,5 3,5 3,7 2)
Perkebunan,
Peternakan,
Kehutanan, dan
Perikanan
Pertambangan dan 4,5 3,2 1,7 2,0 2,9 2,9 2)
Penggalian
Industri Pengolahan 6,4 4,6 4,6 4,7 5,0 5,3 2)
Industri Bukan Migas 7,5 5,9 5,3 5,2 5,5 6,0 2)
Listrik, Gas dan 5,3 6,3 5,8 10,4 7,0 7,9 2)
Air Bersih
Konstruksi 7,5 7,5 8,3 8,6 7,2 8,0 2)
Perdagangan, Hotel, 5,7 8,3 6,4 8,5 6,9 7,6 2)
dan Restoran
Pengangkutan dan 13,4 12,8 14,4 14,4 13,7 14,1 2)
Telekomunikasi
Keuangan, Real 7,7 6,7 5,5 8,0 7,4 7,5 2)
Estat, dan Jasa
Perusahaan
Jasa jasa 5,4 5,2 6,2 6,6 5,7 5,8 2)
LAJU INFLASI (%) 6,4 17,1 6,6 6,6 11,2 5,8 6,5 1)
KEUANGAN NEGARA
Defisit APBN/PDB (%) 1,3 0,5 0,9 1,3 3) 1,8 1,5 2,0
Penerimaan Pajak/ 12,2 12,5 12,3 12,4 3) 13,2 13,7 14,1
PDB (%)
Stok Utang 56,6 47,2 39,0 33,7 3) 33,5 32,0 34,0
Pemerintah/PDB (%)
-----------------------------------------------------------------
1)Berdasarkan Hasil Pembahasan RKP Tahun 2009 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN TA 2009, 16019 Juni 2008
2)Angka Pertumbuhan PDB menurut Pengeluaran dan Produksi merupakan rincian dari sasaran Pertumbuhan sebesar 6,4%
3)Berdasarkan perkiraan Realisasi Terakhir (Versi ke-4)
Tabel III.2
KEBUTUHAN INVESTASI
(Rp triliun)
-----------------------------------------------------------------
Realisasi Proyeksi
-------------------------------------------------- 2004 2005 2006 2007 2008 2009 *)
-----------------------------------------------------------------
Kebutuhan 515,4 657,6 805,5 983,8 1.191,5 1.410,6 Investasi
(Rp triliun)
Pemerintah 76,4 90,2 108,2 125,4 146,0 177,7
(% PDB) 3,3 3,3 3,2 3,2 3,1 3,3
Masyarakat 438,9 567,4 697,2 858,5 1.045,5 1.232,9
(% PDB) 19,1 20,5 20,9 21,7 22,4 23,4
-----------------------------------------------------------------
*)Dihitung berdasarkan sasaran pertumbuhan sebesar 6,4%
Tabel III.3.
PERKIRAAN NERACA PEMBAYARAN
(USD miliar)
-----------------------------------------------------------------
Realisasi Proyeksi
-------------------------------------------------- 2004 2005 2006 2007 2008 2009
-----------------------------------------------------------------
Neraca Transaksi 1,6 0,3 10,6 10,4 11,4 10,9
Berjalan
Ekspor 70,8 87,0 103,5 118,0 139,1 152,1
Migas 16,3 20,2 22,9 24,9 34,3 33,1
Nonmigas 54,5 66,8 80,6 93,1 104,8 118,9
Impor 50,6 69,5 73,9 84,9 101,9 115,0
Migas 11,2 16,0 16,2 18,8 25,2 24,9
Nonmigas 39,5 53,4 57,7 66,1 76,7 90,1
Jasa jasa 18,6 17,3 19,0 22,7 25,8 26,2
Pembayaran Bunga 2,8 2,7 2,6 2,2 2,1 2,4
Pinjaman
Neraca Modal dan 1,9 0,3 1,9 3,3 0,2 0,9
Finansial
Neraca Modal 0,0 0,3 0,4 0,5 0,2 0,0
Neraca Finansial 1,9 0,0 1,5 2,7 0,0 0,9
Investasi 1,5 5,3 2,2 1,7 2,5 2,4
Langsung
Arus Masuk 1,9 8,3 4,9 6,2 6,3 6,5
Arus Keluar 3,4 3,1 2,7 4,5 3,8 4,1
Portfolio 4,4 4,2 4,1 7,0 4,6 6,2
Aset Swasta 0,4 1,1 1,9 3,0 3,2 2,3
Liabilities 4,1 5,3 6,1 10,0 7,8 8,5
Pemerintah 2,3 4,8 4,5 5,3 4,8 5,1
dan BI
Swasta 1,8 0,4 1,6 4,7 3,0 3,4
Lainnya 1,0 9,4 4,8 5,9 7,1 7,6
Aset Swasta 1,0 8,6 2,6 5,6 6,9 6,8
Liabilities 2,0 0,8 2,2 0,3 0,2 0,8
Pemerintah 2,7 0,8 2,5 2,4 1,0 1,3
dan BI
Swasta 0,7 0,0 0,3 2,1 0,8 0,5
Total 3,4 0,6 12,5 13,7 11,6 11,9
Selisih Perhitungan 3,1 0,2 2,0 1,1 0,0 0,0
Neraca Keseluruhan 0,3 0,4 14,5 12,5 11,6 11,9
Cadangan Devisa 36,3 34,7 42,6 56,9 68,5 80,4
Dalam bulan impor 6,1 4,3 4,5 5,8 6,0 6,5
Memorandum Item
Exceptional Financing
IMF Neto 1,0 1,1 7,6 0,0 0,0 0,0
Penjadwalan Hutang 0,0 2,7 0,0 0,0 0,0 0,0
Pertumbuhan Ekspor 11,5 22,5 20,7 15,6 12,5 13,5
Nonmigas (%)
Pertumbuhan Impor 24,4 36,0 8,0 14,5 16,0 17,5
Nonmigas (%)
----------------------------------------------------------------
LAMPIRAN BAB 3
PEMUTAKHIRAN GAMBARAN EKONOMI MAKRO 2009
Sejalan dengan perubahan ekonomi nasional dan gejolak ekonomi global, maka gambaran ekonomi makro yang diuraikan dalam Perpres No 28 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 mengalami beberapa kali perubahan.
Berdasarkan Pembicaraan Pendahuluan antara Pemerintah dan DPR RI, disepakati hal hal sebagai berikut. Sasaran laju pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6,0 persen hingga 6,4 persen. Tingkat inflasi diperkirakan sekitar 5,8 persen hingga 6,5 persen. Nilai tukar rupiah diperkirakan pada kisaran Rp 9.000 hingga Rp 9.200 per dolar Amerika Serikat. Suku bunga diperkirakan berkisar antara 7,5 persen hingga 8,5 persen. Harga minyak mentah (ICP) diperkirakan berkisar antara US$ 95 hingga US$ 120 per barel. Rasio defisit anggaran APBN adalah sekitar 1,5 2,0 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 yang merupakan lampiran dari UU APBN Tahun 2009 ini, sasaran ekonomi makro yang dicantumkan adalah sasaran ekonomi makro yang merupakan kesepakatan Pembicaraan Pendahuluan tersebut di atas.
Pembicaraan pendahuluan dilanjutkan dengan penyusunan RAPBN 2009. Pada saat penyusunan RAPBN 2009, perekonomian diwarnai berbagai gejolak eksternal yang penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi. Ketidakpastian ini berawal dari krisis subprime mortgage, dan pada saat yang bersamaan harga harga komoditi dunia mulai dari minyak bumi, minyak sawit, gandum, dan kedelai mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Dengan gejolak eksternal yang diperkirakan berimbas kepada ekonomi domestik tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2009 diperkirakan sebesar 6,2 persen, inflasi diperkirakan sebesar 6,5 persen, dan suku bunga diperkirakan akan mencapai 8,5 persen. Dengan perkiraan akan terjadi pelemahan US$ dan pengelolaan cadangan devisa yang baik, maka nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat dan mencapai Rp 9.100,0/US$. Selanjutnya, sehubungan dengan ketidakpastian politik internasional, terutama yang berkaitan dengan ketegangan di kawasan Timur Tengah, telah menyebabkan relatif tingginya harga minyak mentah internasional sehingga asumsi rata rata minyak mentah indonesia (ICP) diperkirakan akan meningkat menjadi $130. Dengan besaran ekonomi makro sedemikian dan dalam rangka terus memberikan stimulus fiskal bagi pembangunan, maka defisit APBN dinaikkan menjadi 1,9 persen terhadap PDB.
Besaran ekonomi makro ini selanjutnya dibicarakan dalam pembahsan RUU tentang APBN Tahun 2009 beserta Nota Keuangan. Dalam kesepakatan Pembicaraan Tingkat I, disepakati hal hal sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,3 persen. Pertumbuhan tersebut akan didukung oleh peningkatan pertumbuhan investasi yang terus meningkat, serta konsumsi rumah tangga dan ekspor barang dan jasa yang masih kuat. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi 2009 akan didukung dari bidang pertaman, pertambangan, manufaktur, serta bidang jasa lainnya seperti transportasi dan telekomunikasi. Inflasi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,2 persen. Perkiraan tingkat inflasi tersebut didukung oleh kebijakan administered price yang minimal, dan terjaganya pasokan dan arus distribusi barang. Nilai tukar rupiah dalam tahun 2009 disepakati sebesar Rp 9.150,0/US$. Perkiraan tersebut disebabkan karena pilihan kebijakan moneter dan suku bunga untuk mencapai inflasi rendah dan upaya mendorong sektor riil. Suku Bunga SBI 3 bulan dalam tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 8,0 persen, sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong sektor riil. Harga minyak mentah dalam tahun 2009 disepakati sebesar US$ 95,0 per barel mengikuti kecenderungan harga minyak yang menurun. Defisit APBN turun menjadi 1,7 persen terhadap PDB.
Dalam perkembangannya, sampai saat saat terakhir pembahasan suasana ketidakpastian dalam perekonomian terus berlanjut. Pada akhirnya, sejalan dengan krisis keuangan Amerika yang semakin menjalar keseluruh dunia, termasuk indonesia, maka Pemerintah dan DPR kembali merevisi angka ekonomi makro pada tanggal 13 15 Oktober 2008 dengan kesepakatan sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2009 sebesar 6,0 persen. Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut telah mempertimbangkan perlambatan laju pertumbuhan perekonomian dunia serta mempertahankan prioritas program pembangunan yang telah direncanakan di RKP tahun 2009. Inflasi dalam tahun 2009 disepakati sebesar 6,2 persen. Perkiraan tingkat inflasi tersebut didukung oleh kecenderungan penurunan harga minyak dan komoditi. Namun demikian, masih ada potensi risiko akibat kenaikan inflasi yang disebabkan oleh imported inflation dari nilai tukar. Nilai tukar rupiah dalam tahun 2009 disepakati sebesar Rp 9.400,0/US$ setelah mempertimbangkan koreksi nilai tukar yang tejadi akibat kelangkaan likuiditas ekonomi dunia. Suku Bunga SBI 3 bulan dalam tahun 2009 diperkirakan pada kisaran 7,5 persen menurun dari 8,5 persen, sejalan dengan menurunnya ekspektasi inflasi dan upaya mendorong sektor riil. Harga minyak dalam tahun 2009 disepakati sebesar US$ 80,0 per barel dengan melihat perkembangan harga minyak terkini serta prospek harga future. Dengan demikian, defisit APBN menjadi 1 persen.
Perubahan Kerangka Ekonomi Makro 2009
Dostları ilə paylaş: |