Momentum pertumbuhan terns berlanjut pada triwulan 1/2008. Dalam triwulan 1/2008, ekonomi tumbuh 6,3 persen (y o y) didorong oleh ekspor barang dan jasa serta pembentukan modal tetap bruto yang meningkat 15,0 persen dan 13,3 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang meningkat 5,5 persen (y o y). Pada triwulan 1/2008, penerimaan ekspor nonmigas meningkat 24,8 persen (y o y).
Kedua, kualitas pertumbuhan ekonomi membaik. Pada bulan Maret 2007, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 37,1 juta orang (16,6 persen) atau berkurang 2,1 juta dibandingkan Maret 2006. Dalam Agustus 2006 Agustus 2007 tercipta lapangan kerja baru bagi 4,5 juta orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 10,9 juta orang (10,3 persen) menjadi 10,0 juta orang (9,1 persen). Momentum pertumbuhan ekonomi yang tetap terjaga pada triwulan 1/2008 menurunkan lebih lanjut pengangguran terbuka. Dalam bulan Februari 2008, pengangguran terbuka menurun menjadi 9,4 juta orang (8,5 persen). Kemampuan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan mengurangi penduduk miskin ditingkatkan pada tahun 2008.
Ketiga, sejak paruh kedua tahun 2007, perekonomian Indonesia dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak mentah dunia dan harga komoditi dunia lainnya, dampak dari krisis subprime mortgage di AS, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. Besarnya resiko dari gejolak eksternal tersebut menuntut langkah langkah jangka pendek yang harus ditempuh serta penyesuaian penyesuaian yang harus dilakukan dalam rangka mengamankan pembangunan, termasuk APBN 2008 dengan perubahan yang dilakukan pada awal awal tahun 2008. Dengan memperhitungkan resiko gejolak ekstemal yang cukup besar, sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2008 dalam awal awal tahun 2008 disesuaikan dari 6,8 persen menjadi 6,4 persen. Meningkatnya harga minyak mentah dunia yang dalam keseluruhan tahun 2008 diperkirakan lebih tinggi dari sebelumnya serta tekanan inflasi yang besar berpotensi lebih memperlambat pertumbuhan ekonomi. Dalam tahun 2008, ekonomi diperkirakan tumbuh 6,0 persen.
Keempat, stabilitas ekonomi tetap terjaga dari tekanan eksternal yang meningkat. Dalam keseluruhan tahun 2007, rata rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.140 per dolar AS atau menguat 0,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya; laju inflasi terjaga sebesar 6,6 persen, relatif sama dengan tahun 2006; serta cadangan devisa meningkat menjadi USD 56,9 miliar, atau bertambah USD 14,3 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam empat bulan pertama tahun 2008, harga komoditi dunia yang meningkat memberi tekanan yang cukup besar terhadap inflasi di dalam negeri. Pada bulan April 2008, laju inflasi setahun (y o y) mencapai 9,0 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok didukung oleh kebijakan moneter yang berhati hati, laju inflasi keseluruhan tahun 2008 diupayakan tetap terkendali.
EKONOMI DUNIA
Dalam keseluruhan tahun 2007, ekonomi dunia tumbuh 4,9 persen; sedikit lebih rendah dari tahun 2006 (5,0 persen). Ekonomi Asia tetap sebagai penggerak ekonomi dunia dengan tumbuh sekitar 9,6 persen; sedangkan negara negara maju hanya tumbuh 2,6 persen. Dalam semester II/2007, ekonomi dunia dihadapkan pada tiga gejolak eksternal yaitu meningkatnya harga minyak mentah dunia dan komoditi dunia lainnya, krisis subprime mortgage di AS yang berpengaruh terhadap stabilitas keuangan dunia, serta melambatnya ekonomi AS. Ketiga resiko eksternal tersebut memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2008.
Dalam bulan Juli 2007, stabilitas keuangan dunia mengalami gejolak dipicu oleh krisis subprime mortgage AS. Runtuhnya pasar sub prime mortgage di Amerika Serikat pada pertengahan Juli 2007 telah menimbulkan gejolak yang luas terhadap pasar modal global. Indeks saham Dow Jones yang sebelumnya mencapai lebih dari 14.000 sempat merosot menjadi di bawah 12.000 dalam bulan Januari dan Maret 2008 dalam penutupan hariannya. Penurunan indeks saham tersebut selanjutnya berpengaruh terhadap indeks saham di berbagai negara. Dalam rangka mengurangi meluasnya dampak krisis subprime mortgage tersebut, bank sentral AS dan beberapa bank sentral di negara maju menempuh langkah pengamanan baik melalui bantuan likuiditas dan penurunan suku bunga. Terakhir, bantuan likuiditas sekitar USD 30 miliar diberikan untuk menyelamatkan Bear Sterns dari kerugian yang dialami.
Rendahnya kualitas kredit perumahan di AS telah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi AS. Sejak triwulan II/2006, investasi residensial di AS terus tumbuh negatif hingga menurun menjadi 21,2 persen pada triwulan 1/2008, Dalam keseluruhan tahun 2007, ekonomi AS tumbuh 2,2 persen, lebih rendah dibandingkan rata rata tiga tahun sebelumnya yang tumbuh 3,5 persen per tahun. Pada triwulan 1/2008, ekonomi AS tumbuh 2,5 persen (y-o y) dengan kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga yang melambat serta penurunan investasi residensial yang makin pesat. Untuk mencegah ekonomi AS dari kemungkinan resesi pada tahun 2008, kebijakan ekonomi AS diarahkan pada dua langkah pokok yaitu mengamankan sektor keuangan termasuk perbankan dengan penurunan suku bunga serta memberi stimulus fiskal dalam rangka mendorong ekonomi. Dalam kaitan itu, suku bunga Fed Funds diturunkan secara bertahap dari 5,25 persen pada bulan Agustus 2007 hingga menjadi 2,00 persen pada akhir bulan April 2008 dan stimulus fiskal sebesar USD 162 miliar diberikan untuk menopang konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi sejak tahun 2004 meningkatkan permintaan terhadap komoditi dunia termasuk energi. Harga minyak mentah dunia dan komoditi dunia lainnya secara bertahap meningkat. Krisis subprime mortgage dan melemahnya nilai tukar dolar AS mengakibatkan likuiditas global yang berlebih beralih pada pasar komoditi, terutama minyak mentah, dan memberi tekanan spekulasi yang besar terhadap peningkatan harga komoditi dunia.
Indeks harga komoditi dunia pada bulan April 2008 meningkat 46,8 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 (y o y) [IMF, primary commodity price, Mei 2008]. Rata rata harga spot minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) hingga empat bulan pertama tahun 2008 mencapai USD 101,7 per barel dan dalam paruh pertama bulan Mei 2008 mencapai USD 122,0 per barel. Dalam keseluruhan tahun 2008, harga minyak mentah WTI diperkirakan sekitar USD 110 per barel (EIA, Mei 2008). Kenaikan harga komoditi yang tinggi ini telah memberi tekanan inflasi global yang tinggi bagi semua negara. Dalam rangka mengendalikan tekanan inflasi ini, kebijakan moneter pada banyak negara mulai beralih ke arah yang ketat dengan menaikkan suku bunga.
Ketiga gejolak eksternal tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2008. Dalam tahun 2008 ekonomi dunia diperkirakan hanya tumbuh 3,7 persen, lebih lambat dari tahun 2007 (4,9 persen) dengan ekonomi AS yang hanya tumbuh 0,5 persen (IMF, World Economic Oudook, April 2008). Poll of the Forecaster memperkirakan ekonomi AS dalam keseluruhan tahun 2008 tumbuh 1,1 persen (The Economist, Mei 2008).
MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL. Tekanan eksternal berupa tingginya harga komoditi dunia dan meluasnya dampak krisis subprime mortgage di AS berpengaruh pada stabilitas ekonomi di dalam negeri. Dengan kebijakan moneter yang berhati hati, program stabilisasi harga kebutuhan pokok, serta pengamanan sektor keuangan di dalam negeri, stabilitas ekonomi dapat dijaga.
Sampai dengan lima bulan pertama tahun 2007, rata rata harian nilai tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp 9.000 Rp 9.200 per dolar AS. Dalam bulan Mei 2007 terjadi penguatan nilai tukar rupiah terutama didorong oleh arus modal jangka pendek dalam bentuk investasi portfolio. Dalam bulan Juli 2007 hingga akhir tahun 2007, nilai tukar rupiah berfluktuasi oleh pengaruh rambatan krisis subprime mortgage di AS. Langkah langkah untuk mengamankan sektor keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang berhati hati dengan penurunan suku bunga Fed Funds yang terus berlanjut, mampu menjaga kembali stabilitas nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah kembali stabil pada rentang Rp 9.000 Rp 9.200 per USD dan dalam keseluruhan tahun 2007, rata rata harian nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.140, per dolar AS, atau menguat 0,3 persen dibandingkan tahun 2006. Dalam empat bulan pertama tahun 2008, rata rata harian nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9.246 dengan trend tetap terjaga pada rentang Rp 9.000 Rp 9.300 per USD.
Nilai tukar rupiah yang relatif stabil hingga semester 1/2007 berperan dalam menjaga laju inflasi. Sampai pertengahan tahun 2007 laju inflasi terkendali dan dapat ditekan menjadi 5,8 persen (y o y) pada bulan Juni 2007. Meningkatnya harga komoditi dunia sejak pertengahan tahun 2007 mendorong kembali laju inflasi. Dalam tahun 2007, indeks harga komoditi pangan dunia meningkat sebesar 27,1 persen (IMF commodity price). Pada bulan Desember 2007, harga gandum, kedelai, minyak kelapa sawit, dan beras di pasar dunia meningkat berturut turut sebesar 80,4 persen; 73,9 persen; 67,2 persen; dan 22,2 persen (y o y). Kenaikan ini terus berlanjut hingga empat bulan pertama tahun 2008. Dalam bulan April 2008, harga keempat komoditi tersebut meningkat berturut turut 120,9 persen; 79,0 persen; 102,2 persen; dan 77,8 persen (y o y). Dalam bulan April 2008, harga gandum dan gandum. kedelai, dan minyak kelapa sawit melunak; sedangkan harga beras meningkat tinggi. Dalam keseluruhan tahun 2008, harga komoditi dunia, termasuk minyak mentah dunia, diperkirakan tetap tinggi.
Dalam tekanan resiko eksternal yang meningkat sejak semester II/2007, laju inflasi tahun 2007 dapat dijaga sebesar 6,6 persen, relatif sama dengan tahun 2006. Meningkatnya harga komoditi dunia pada empat bulan pertama tahun 2008 memberi tekanan bagi inflasi di dalam negeri. Dalam bulan April 2008, laju inflasi tahun kalender (y t d) mencapai 4,0 persen dan laju inflasi setahun (y o y) meningkat menjadi 9,0 persen.
Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan laju inflasi yang terkendali dalam tahun 2007 memberi ruang bagi penurunan suku bunga di dalam negeri. Secara bertahap suku bunga acuan (B1 rate) diturunkan sebesar 175 bps dari 9,75 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 8,00 persen pada bulan Desember 2007. Meningkatnya tekanan inflasi sejak bulan Desember 2007 menuntut kebijakan moneter yang berhati hati guna memandu penurunan ekspektasi inflasi. Suku bunga acuan yang tetap dipertahankan 8,00 persen sampai bulan April 2008 mulai ditingkatkan pada bulan Mei 2008 menjadi 8,25 persen. Dengan program stabilisasi harga kebutuhan pokok masyarakat didukung oleh kebijakan moneter yang berhati hati, laju inflasi dalam keseluruhan tahun 2008 diupayakan tetap terkendali.
Suku bunga deposito dan kredit mcngikuti suku bunga acuan. Pada bulan Desember 2007, suku bunga deposito 1 dan 3 bulan menurun menjadi 7,2 persen dan 7,4 persen dari 9,0 persen dan 9,7 persen pada bulan Desembcr 2006. Penurunan suku bunga kredit berjalan lebih lambat. Pada bulan Desember 2007, suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi masing masing menurun menjadi 13,0 persen; 13,0 persen; dan 16,1 persen dari 15,1 persen; 15,1 persen; dan 17,6 persen pada bulan Desember 2006.
Menurunnya suku bunga dan membaiknya ekspektasi terhadap perekonomian mendorong penyaluran kredit perbankan. Dalam tahun 2007, penyaluran kredit perbankan mencapai Rp 995,1 triliun, bertambah Rp 208,0 triliun atau meningkat 26,4 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2006. Kenaikan kredit relatif berimbang antara kredit invetasi, modal kerja, dan konsumsi dengan peningkatan berturut turut 23,4 persen, 28,3 persen, dan 24,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan ini terus berlanjut hingga triwulan 1/2008. Dalam bulan Maret 2008, posisi kredit perbankan mencapai Rp 1.029,2, triliun atau meningkat 29,5 persen dibandingkan bulan yang sama tahun 2007 (y o y). Dengan perkembangan ini, loan to deposit ratio (I.DR) pada bulan Februari 2008 mencapai 67,9 persen.
Meningkatnya penyaluran kredit perbankan diiringi oleh menurunnya non peifonning loan. Pada bulan Desember 2007, NPL menurun menjadi Rp 40,0 triliun, atau berkurang Rp 7,5 triliun dan bulan Desember 2006. Selanjutnya dalam bulan Maret 2008, NPL menurun menjadi Rp 38,3 triliun (3,7 persen). Secara keseluruhan fungsi intermediasi perbankan berjalan lebih baik didukung oleh kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang kuat.
Stabilitas ekonomi yang terjaga, perkembangan pasar modal global yang dinamis, dan ekspektasi yang baik. terhadap ekonomi dalam negeri telah mendorong kinerja bursa saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEl) menembus angka 2.000 pada bulan Mei 2007 dan terus meningkat hingga mencapai 2.348,7 pada akhir bulan Juli 2007. Gejolak bursa saham global berpengaruh terhadap Bursa Efek Indonesia. Langkah langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi menguatkan kembali kepercayaan terhadap pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan di BEI pada akhir tahun 2007 mencapai 2.745,8 atau meningkat 52,1 persen dibandingkan akhir tahun sebelumnya, Dalam empat bulan pertama tahun 2008, gejolak bursa saham global masih berlanjut dan berdampak pada pasar modal di dalam negeri. Pada akhir bulan April 2008, IHSG di BEI mencapai 2.304,5 atau turun 16,1 persen dibandingkan akhir Desember 2007.
NERACA PEMBAYARAN. Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2007 dan meningkatnya harga komoditi dunia ikut berperan dalam mendorong penerimaan ekspor nasional. Pada tahun 2007, total penerimaan ekspor mencapai USD 118,0 miliar, atau naik 14,0 persen dibandingkan tahun 2006. Kenaikan tersebut didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing masing sebesar 8,4 persen dan 15,6 persen.
Membaiknya kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat meningkatkan kebutuhan impor. Dalam tahun 2007, impor meningkat menjadi USD 84,9 miliar, atau naik 15,O persen. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masing masing naik sebesar 16,5 persen dan 14,5 persen. Dengan defisit jasa jasa (termasuk income dan current transfer) yang meningkat menjadi USD 22,7 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2007 mencapai sekitar USD 10,4 miliar, relatif sama dengan tahun 2006 (USD 10,6 miliar).
Dalam pada itu, investasi langsung asing (neto) mencapai surplus sebesar USD 1,7 miliar, lebih rendah dan tahun 2006 (USD 2,2 miliar), didorong oleh investasi langsung asing yang masuk sebesar USD 6,2 miliar. Arus masuk investasi portfolio yang meningkat hingga semester 1/2007 kemudian melambat oleh rambatan gejolak subprime mortgage sejak bulan Agustus 2007 yang berimbas pada pelepasan surat utang negara (SUN) dan surat berharga Bank Indonesia (SBI) pada semester II/2007. Secara keseluruhan tahun 2007, investasi porto folio neto mencapai USD 7,0 miliar dengan investasi porto folio yang masuk sebesar USD 10,0 miliar. Adapun arus modal lainnya pada tahun 2007 mengalami defisit sebesar USD 5,9 miliar didorong oleh investasi lainnya di luar negeri sebesar USD 5,6 miliar. Dengan perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2007 mengalami surplus USD 3,3 miliar dengan cadangan devisa mencapai USD 56,9 miliar atau cukup untuk membiayai kebutuhan 5,8 bulan impor.
Pada tahun 2008, kondisi neraca pembayaran diperkirakan tetap terjaga dari perlambatan pertumbuhan dunia, kenaikan harga komoditi, serta dampak lanjutan subprime mortgage. Total nilai ekspor pada tahun 2008 diperkirakan mencapai USD 139,1 miliar, naik 17,9 persen, didorong oleh ekspor nonmigas yang meningkat sebesar 12,5 persen dan ekspor migas meningkat sebesar 38,0 persen. Pengeluaran impor diperkirakan mencapai USD 101,9 miliar atau 19,9 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 didorong oleh impor nonmigas dan migas yang masing masing meningkat sebesar 16,0 persen 33,8 persen. Dengan defisit jasa jasa yang meningkat menjadi USD 25,8 miliar; surplus neraca ttansaksi berjalan pada keseluruhan tahun 2008 diperkirakan mencapai USD 11,4 miliar; lebih tinggi dari tahun 2007.
Neraca modal dan finansial pada tahun 2008 diperkirakan terjaga dengan meningkatnya investasi jangka panjang, terjaganya investasi jangka pendek, serta menurunnya defisit investasi lainnya. Investasi langsung aging (neto) diperkirakan mencapai surplus USD 2,5 miliar dengan meningkatnya iklim investasi di dalam negeri. Investasi portfolio pada tahun 2008 diperkirakan mengalami surplus USD 4,6 miliar dengan upaya mengurangi penerbitan SUN, SBT, dan obligasi internasional. Sedangkan investasi lainnya mengalami defisit USD 7,1 miliar. Dengan perkiraan tersebut, neraca modal dan finansial pada tahun 2008 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD 0,2 miliar. Dalam
keseluruhan tahun 2008, cadangan devisa diperkirakan mencapai USD 68,5 miliar atau cukup untuk memenuhi kebutuhan 6,0 bulan impor.
KEUANGAN NEGARA. Dalam tahun 2007, kebijakan fiskal diarahkan untuk memberi dorongan pada perekonomian dengan tetap menjaga terkendalinya defisit anggaran. Belanja negara yang terdiri dari belanja pcmerintah pusat dan belanja ke daerah meningkat menjadi Rp 757,2 triliun atau naik 13,5 persen dibandingkan tahun 2006. Kebijakan belanja pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk belanja pegawai dan barang, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur dasar, melindungi hajat hidup masyarakat dalam bentuk subsidi yang lebih terarah, memenuhi pembayaran utang baik dalam maupun luar negeri. Adapun kebijakan belanja ke daerah diarahkan untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan membiayai kegiatan kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Penerimaan negara diarahkan terutama untuk menggali sumber penerimaan dalam negeri baik penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Pada tahun 2007, penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 491,8 triliun atau naik 20,2 persen terutama didorong oleh pajak dalam negeri yang meningkat 18,9 persen. Adapun penerimaan bukan pajak turun sebesar 5,3 persen terutama didorong oleh rendahnya lifting minyak bumi dibandingkan target APBN P. Dengan perkembangan ini, defisit anggaran pada tahun 2007 dapat dijaga sebesar Rp 48,8 triliun atau 1,3 persen PDB.
Pada tahun 2008, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi stimulus kepada perekonomian dengan menjaga ketahanan fiskal. Berbagai upaya untuk menjaga ketahanan dan kesinambungan fiskal dalam rangka pengamanan APBN Tahun 2008 dilakukan antara lain: (1) optimalisasi pendapatan negara yang bersumber dari sektor perpajakan, PNBP, maupun dividen BUMN; (2) penggunaan dana cadangan APBN (contingency policy measure); (3) penghematan dan penajaman prioritas belanja K/L; (4) perbaikan parameter produksi dan subsidi BBM dan listrik; (5) peningkatan efisiensi di Pertamina dan PLN; (6) pemanfaatan dana kelebihan (windfall) di daerah penghasil migas melalui instrumen utang; (7) penerbitan obligasi/SBN dan optimalisasi pinjaman program; (8) pengurangan beban pajak dan bea masuk atas komoditas pangan strategis; serta (9) penambahan subsidi pangan.
Sejak ditetapkannya Undang Undang Nomor 45 Tahun 2007 tentang APBN Tahun 2008, APBN Tahun 2008 mendapat tekanan yang sangat berat baik internal maupun eksternal. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global sebagai akibat dari krisis sektor perumahan di Amerika Serikat, naiknya harga minyak mentah di pasar dunia dan harga komoditas pangan dunia, melemahnya mulai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, penurunan lifting minyak bumi menjadi 927 ribu barel per hari atau lebih rendah 107 ribu barel per hari dibandingkan target APBN 2008 (1.034 ribu barel perhari), menuntut dilakukannya perubahan APBN Tahun 2008 dan telah ditetapkan dalam bulan April 2008.
Beratnya tekanan eksternal dan internal tersebut diatas, mendorong untuk dilakukannya perubahan dalam APBN tahun 2008. Perubahan tersebut diantaranya: (i) perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat kepada publik; (ii) sejalan dengan perubahan asumsi dasar tersebut mendorong perubahan besaran APBN; (iii) paket kebijakan stabilisasi harga (PKSH) untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak dan pangan dunia; (iv) dilakukannya pemotongan terhadap anggaran belanja Kementerian/Lembaga sebesar rata rata 10 persen; (v) penyewaan dana cadangan sebesar Rp 8,3 triliun untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak hingga ke USD 100 per barel dan volume konsumsi BBM bersubsidi. Apabila dana cadangan tcrsebut tidak mencukupi, Pemerintah diberi keleluasaan untuk mengambil langkah langkah pengamanan APBN lebih lanjut.
Sesuai dengan APBN P Tahun 2008, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 895,0 triliun atau 20,0 persen PDB, lebih tinggi Rp 113,6 triliun dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp 781,4 triliun atau 17,4 persen PDB. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan penerimaan negara bukan pajak khususnya penerimaan minyak bumi dan gas alam serta peningkatan dividen BUMN. Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 989,5 triliun atau 22,1 persen PDB, lebih tinggi Rp 134,8 triliun dibandingkan dengan anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2008 sebesar Rp 854,7 triliun atau 19,1 persen PDB. Peningkatan anggaran belanja yang cukup signifikan tersebut terutama disebabkan oleh beban belanja subsidi yang mencapai Rp 234,4 triliun atau 5,2 persen PDB, meningkat Rp 136,5 triliun atau 139,4 persen dari alokasi belanja subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2008 yang sebesar Rp 97,9 triliun atau 2,2 persen PDB.
Perkembangan penerimaan dan belanja negara diatas, mendorong peningkatan defisit anggaran dalam APBN P Tahun 2008 sebesar 0,4 persen PDB atau meningkat dan 1,7 persen PDB menjadi 2,1 persen PDB. Selanjutnya stok utang pemerintah diperkirakan sebesar 32 34 persen PDB.
Setelah diundangkannya Undang undang APBN Perubahan tahun 2008, harga minyak mentah di pasaran internasional terus mengalami kenaikan dan mencapai tingkat lebih dan USD 120 per barel pada paroh pertama bulan Mei 2008. Tingginya harga minyak mentah dunia tersebut dan adanya perbedaan harga BBM dalam negeri dengan luar negen yang semakin tinggi berpotensi memicu kenaikan konsumsi BBM bersubsidi. Keadaan ini akan meningkatkan beban subsidi energi yang selanjutnya berdampak terhadap kenaikan defisit anggaran. Dengan kecenderungan harga minyak mentah yang tinggi tersebut, Pemerintah telah menyusun rencana pengamanan pelaksanaan APBN P 2008 untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, serta melindungi masyarakat miskin. Dengan berbagai langkah tersebut, gambaran penerimaan negara dan hibah pada tahun 2008 diperkirakan menjadi Rp 937,8 triliun (20,1 persen PDB) atau meningkat sebesar Rp 42,8 triliun. Peningkatan tersebut utamanya didorong oleh peningkatan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 35,2 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan sebesar Rp 1.020,1 triliun (21,9 persen PDB) atau meningkat sebesar Rp 30,6 triliun. Dengan demikian, defisit APBN pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 1,8 persen PDB.
PERTUMBUHAN EKONOMI. Stabilitas ekonomi yang membaik dan gejolak tahun 2005 serta langkah langkah yang ditempuh untuk mendorong kegiatan ekonomi mampu memulihkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2007 perekonomian tumbuh sebesar 6,3 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya (5,5 persen). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang masing masing tumbuh sebesar 9,2 persen dan 8,0 persen. Sejak semester II/2007, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh dua digit dibandingkan semester II/2006. Sementara itu, konsultasi masyarakat tumbuh sebesar 5,0 persen dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 3,9 persen. Dan sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 terutama didorong oleh sektor industri pengolahan terutama nonmigas yang tumbuh sebesar 5,2 persen dan sektor tersier terutama pengangkutan dan telekomunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta konsttuksi yang masing masing tumbuh sebesar 14,4 persen; 10,4 persen, dan 8,6 persen. Adapun sektor pertanian serta pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 3,5 persen dan 2,0 persen.
Dalam triwulan 1/2008, momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga dengan pertumbuhan sebesar 6,3 persen (y o y). Dan sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi triwulan 1/2008 terutama didorong oleh pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa yang meningkat 13,3 persen dan 15,0 persen serta ditopang oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh 5,5 persen (y o y). Dan sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian dan sektor tersier yang tumbuh 6,0 persen dan 9,0 persen (y o y). Adapun sektor industri pengolahan terutama nonmigas tumbuh 4,6 persen serta sektor pertambangan dan penggalian tumbuh negatif 2,3 persen (y o y).
Dostları ilə paylaş: |