MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI. Pemberantasan korupsi harus mengikutsertakan semua lapisan masyarakat yang ada. Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya tergantung dalam hal penanganan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum saja akan tetapi juga perlu adanya dukungan dari masyarakat luas dalam mendorong upaya pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu budaya permisif dari masyarakat terhadap perilaku korupsi harus dapat dihilangkan agar fungsi pengawasan dari masyarakat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dapat terlaksana dengan baik.
Dalam upaya untuk mempercepat pemberantasan korupsi, telah dikeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi yang kemudian diimplementasikan dalam Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) 2004 2009 sebagai Living Document yang disusun oleh 92 instansi Pemerintah, LSM dan Perguruan Tinggi. Masing masing kementrian/lembaga diharapkan dapat segera menyusun Rencana Aksi Instansi (RAI) PK dan level pemerintah daerah dapat segera ditetapkan Rencana Aksi Daerah (RAD) PK. Namun demikian pelaksanaan RAN PK pada ringkat kementrian/lembaga maupun RAD PK pada beberapa daerah belum dilaksanakan secara efektif. Oleh sebab itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan pelaksanaan RAN PK baik pada level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, terutama untuk beberapa isu yang menjadi perhatian dalam penyusunan RAN PK dan RAD PK seperti perijinan di bidang investasi, pertanahan, penyelenggaraan pelayanan system administrasi manunggal satu atap (samsat), pengadaan barang dan jasa, serta pajak.
MENYEMPURNAKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN UNTUK MENDORONG UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI. Peraturan perundang undangan untuk mendorong pemberantasan korupsi di Indnonesia masih sangat terbatas dan perlu disempurnakan. Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC (United Nation Convention Against Corruption) melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2006, namun langkah-langkah tindak lanjut dan ratifikasi tersebut belum dilakukan secara optimal. Selain itu, dalam kaitannya dengan perlindungan saksi dan korban dan keterbukaan informasi publik, beberapa peraturan pelaksanaan dalam undang undang nasional belum lengkap sehingga menyebabkan masih adanya hambatan keterlibatan masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme yang transparan dalam pengembalian aset negara yang dikorupsi serta lembaga yang menanganinya juga menghambat pengembalian aset negara yang dikorupsi. Oleh sebab itu upaya untuk menyempurnakan peraturan perundang undangan harus dapat dilakukan. Sebagai upaya tindak lanjut keanggotaan Indonesia dalam UNCAC tersebut, maka pemerintah harus melakukan penyesuaian hukum nasional dengan prinsip prinsip UNCAC.
MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK. Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi diperlukan langkah langkah yang secara bertahap semakin memantapkan peran institusi birokrasi pemerintah agar mampu berkontribusi dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional khususnya turut menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bidang lainnya, serta memberikan dukungan pada peningkatan pelayanan dasar dan pelayanan publik. Namun demikian, dalam pelaksanaan reformasi birokrasi masih dihadapi berbagai permasalahan yang sekaligus menjadi tantangan yang harus dapat diatasi untuk memantapkan peran institusi pemerintah.
Beberapa permasalahan yang dihadapi di bidang pelayanan publik, diantaranya: (1) belum selesainya proses pembahasan RUU Pelayanan Publik yang merupakan landasan hukum dan kebijakan pelayanan publik secara lebih komprehensif; (2) masih belum optimalnya pelayanan publik di bidang investasi, perpajakan dan kepabeanan dan pengadaan barang dan jasa publik/pemerintah; (3) belum dikembangkannya secara maksimal sistem pelayanan informasi dan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu secara on line di daerah (provinsi dan kabupaten/kota); (4) belum efektif dan efisiennya pelayanan publik kepada masyarakat karena belum adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sudah disahkan, sebagai penjabaran PP No 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM dan Permendagri No. 6 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal, serta Permendagri No. 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian SPM; (5) masih belum memadainya kompetensi aparat pemerintah di daerah dalam penerapan SPM; (6) masih rendahnya kapasitas pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menerapkan prinsip prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk pelayanan penduduk perkotaan akibat pesatnya pertambahan penduduk yang harus dilayani; (7) belum meratanya penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik pada instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah; dan (8) belum terintegrasinya sistem koneksi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan sistem informasi Kementerian/Lembaga karena masih terbatasnya dukungan dana dari pemerintah promosi dan kabupaten/kota dalam penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan masih perlu ditingkatkannya keakuratan atau validitas data kependudukan nasional.
Dengan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka tantangan bagi pemerintah adalah menentukan langkah langkah kebijakan yang efektif dan terfokus. Dalam rangka mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik, tantangan pokok yang dihadapi, diantaranya adalah: (1) disahkannya UU Pelayanan Publik dan dilanjutkan dengan sosialisasi secara luas kepada masyarakat dan penyusunan peraturan pelaksanaannnya, (2) menyempurnakan dan mengembangkan manajemen pelayanan publik khususnya di bidang investasi, perpajakan dan kepabeanan, pengadaan barang dan jasa, transportasi, termasuk membangun Unit Pelayanan Investasi Terpadu di daerah dan mengimplementasikan National Single Window (NSW), serta mengembangkan sistem pelayanan informasi dan perizinan penanaman modal terpadu satu pintu secara on line di daerah; (3) menyusun dan menerapkan standar pelayanan minimal (SPM) untuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dalam rangka memantapkan pelaksanaan pendelegasian kewenangan urusan pemerintahan kepada pemerintah daerah; (4) meningkatkan kapasitas aparat pemerintahan daerah dalam penerapan standar pelayanan minimal (SPM); (5) meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam menerapkan prinsip prinsip tata kepemerintahan yang baik melalui penyusunan standar pelayanan perkotaan (SPP); (6) melakukan optimalisasi dan perluasan penggunaan teknologi informasi dalam pemberian pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan; dan (7) mengintegrasikan sistem koneksi nomor induk kependudukan antar instansi terkait sebagai basis data pelayanan publik khususnya pelayanan administrasi kependudukan.
MENINGKATAN KINERJA DAN KESEJAHTERAAN PNS. Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan ujung tombak dalam menyediakan pelayanan pada masyarakat yang perlu ditingkatkan kinerja dan kesejahteraannya. Dalam upaya peningkatan kinerja dan kesejahteraan aparatur negara khususnya PNS, permasalahan yang dihadapi antara lain : (1) sistem pendidikan dan pelatihan (diklat) bagi PNS, baik diklat struktural maupun fungsional, dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan profesionalisme PNS dan peningkatan kinerja birokrasi pemerintah, khususnya dari sisi kurikulum dan strategi pembelajarannya; (2) kenaikan remunerasi bagi PNS termasuk anggota TNI dan POLRI selama ini masih terbatas pada penambahan penghasilan, belum mempertimbangkan penyempurnaan struktur penggajian secara adil, layak dan berbasis kinerja, (3) UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok Pokok Kepegawaian perlu disempurnakan sejalan dengan perkembangan kebijakan di bidang penyelenggaraan negara dan tuntutan penataan sumber daya manusia aparatur secara lebih terpadu. Oleh sebab itu, dalam rangka peningkatan kinerja dan kesejahteraan PNS, tantangan yang dihadapi pada tahun 2009 adalah (i) menyempurnakan sistem diklat, kurikulum dan pengembangan strategi pembelajaran untuk mendorong peningkatan kualitas kinerja dan profesionalisme PNS; (ii) mengembangkan sistem remunerasi pegawai negeri sipil termasuk juga bagi TNI dan POLRI, yang mencerminkan sistem reward and punishment yang adil, layak dan berbasis kinerja, dan (iii) melakukan penyempurnaan peraturan perundang undangan yang terkait dengan kepegawaian khususnya UU No 43/1999.
MENINGKATKAN PENATAAN KELEMBAGAAN, KETATALAKSANAAN DAN PENGAWASAN APARATUR NEGARA. Di sisi kelembagaan, ketatalaksanaan, dan pengawasan aparatur negara masih perlu dioptimalkan untuk mendukung pelaksanaan fungsi pemerintahan dan pembangunan di berbagai bidang secara efektif dan efisien. Secara lebih rinci, beberapa permasalahan yang masih dihadapi di bidang ini, antara lain: (1) pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah, belum didasarkan atas road map atau grand design yang sifatnya komprehensif, sehingga menimbulkan penilaian publik bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi masih bersifat parsial, terbatas dan belum fokus; (2) masih perlu ditingkatkannya pemahaman aparat pemerintah tentang pelaksanaan sistem manajemen kinerja instansi pemerintah, sebagai pedoman bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme birokrasi pemerintah; (3) kelembagaan dan ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah masih ditandai tumpang tindih kewenangan, kedudukan dan fungsi, sehingga berpotensi pada in efisiensi penyelenggaraan pemerintahan; (4) perlunya diupayakannya sinergistas pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan di lingkungan instansi pemerintah, agar lebih efektif dan mendukung fungsi fungsi pemerintahan dan pembangunan.
Oleh sebab itu, tantangan dalam penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan pengawasan aparatur negara adalah memperluas pelaksanaan reformasi birokrasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah, dengan berpedoman pada rencana induk (grand design) reformasi birokrasi dan pedoman pedoman terkait lainnya. Dalam hal ini secara terperinci tantangan yang dihadapi diantaranya adalah sebagai berikut : (1) menerapkan manajemen berbasis kinerja pada lingkungan instansi pemerintah guna meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi, kinerja program dan individu pegawai, sejalan dengan adanya kewajiban setiap instansi pemerintah harus memiliki key performance indicator (KPI)/Indikator Kinerja Utama (IKU); dan (2) mengurangi tumpang tindih fungsi lembaga quasi birokrasi/lembaga non struktural menuju terwujudnya efektifitas dan efisiensi kinerja birokrasi; dan (3) mengembangkan sistem pengawasan nasional untuk mensinergikan pengawasan internal, eksternal, dan masyarakat guna menjamin kualitas dan kinerja penyelenggaraan kepemerintahan.
MEMPERKUAT LEMBAGA PENYELENGGARAAN PEMILU DAN MENINGKATKAN PARTISIPASI AKTIF MASYARAKAT DALAM PEMILU 2009. Pemantapan demokrasi pada tahun 2009 diperkirakan masih menghadapi sejumlah permasalahan dan tantangan. Di satu pihak masyarakat sangat mengharapkan terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sehingga dapat mencerminkan secara jernih aspirasi politik rakyat. Di lain pihak tantangan KPU untuk memenuhi jadwal pelaksanaan pemilu dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pemilu juga tidak kecil, mengingat waktu yang tersisa menjelang pelaksanaan pemilu cukup terbatas. Oleh karena itulah kapasitas, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan penyelenggara pemilu perlu diingkatkan agar mampu bekerja secara lebih profesional, bersih dan efisien. Pada Pemilu 2009 partisipasi politik diharapkan makin aktif berdasarkan kesadaran politik warga yang lebih tinggi, tidak berdasarkan mobilisasi kelompok masyarakat.
MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PEMILU 2009. Permasalahan dalam mendukung efektifitas pemilu terkait dengan keterbatasan waktu mempersiapkan berbagai proses tahapan akhir penyelenggaraan Pemilu 2009. Oleh karena itu, tantangan bagi pemerintah adalah meningkatkan efektifitas koordinasi antar lembaga untuk memastikan keseluruhan persiapan dukungan Pemilu 2009 dapat dilaksanakan tepat waktu. Tantangan lain adalah bekerjasama dengan berbagai pihak untuk mendukung ketersediaan dan distribusi logistik pemilu tepat waktu dan tepat lokasi, serta dukungan sarana dan prasarana bagi penyelenggaraan pemilu.
MEMANTAPKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM NEGERI. TNI sebagai kekuatan utama kemampuan pertahanan dan Polri sebagai komponen dasar keamanan dan ketertiban masyarakat, saat ini dihadapkan pada masalah mendasar, yaitu jumlah peralatan pertahanan terutama alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan alat utama (alut) Polri yang tidak mencukupi dengan kondisi mayoritas peralatan yang usang secara umur dan teknologi. Kemampuan pertahanan nasional belum dapat memberikan efek detterence/penangkal, bahkan belum mampu memenuhi kekuatan dan gelar minimum essential forces. Kondisi tersebut diperburuk oleh kesiapan alutsista yang secara rata rata hanya mencapai 45 persen dari yang dimiliki. Keadaan yang tidak memadai pun terjadi pada alat utama Polri. Kekurangan jumlah dan ketidaksiapan alutsista TNI dan Alut Polri ini selain berakibat pada melemahnya efek penggentar (deterent effect) yang merupakan pendukung upaya diplomasi, juga berakibat pada kapabilitas TNI dan Polri dalam melaksanakan kegiatan tanggap darurat akibat bencana alam.
Tindak kejahatan transnasional di wilayah yurisdiksi laut dan wilayah wilayah perbatasan masih cukup tinggi seperti narkoba, ilegal logging, ilegal fishing, penyeludupan manusia atau senjata. Di samping itu, belum tuntasnya penanganan pelaku dan jaringan terorisme yang beroperasi di Indonesia serta belum meredanya aksi aksi terorisme skala regional maupun global berpeluang meningkatkan aksi aksi terorisme di dalam negeri terutama dalam menghadapi Pemilu 2009.
Saat ini pemahaman politik masyarakat sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan masa Pemilu tahun 2004. Namun hal ini dapat menjadi hal yang kontraproduktif terhadap stabilitas keamanan dalam negeri dan jalannya proses Pemilu tahun 2009, apabila kurang disertai oleh kedewasaan sikap politik masyarakat, Oleh karena itu, tantangan mewujudkan Pemilu tahun 2009 yang berkualitas, jujur dan demokratis adalah tercapainya stabilitas umum keamanaan dalam negeri dan terpenuhinya upaya upaya khusus dalam mengamankan seluruh rangkaian proses pemilu dari masa persiapan, kampanye, proses pemungutan dan perhitungan suara, hingga selesainya seluruh rangkaian kegiatan Pemilu tahun 2009.
Dengan demikian tantangan yang dihadapi untuk memecahkan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas adalah: mewujudkan kapasitas alutsista pertahanan dan keamanan skala minimum essential force guna mampu menghadapi ancaman pertahanan dan keamanan termasuk dalam hal memberikan dukungan pencegahan dan penanggulangan terorisme; mencegah tindak kejahatan lintas negara khususnya di wilayah yurisdiksi laut dan wilayah wilayah perbatasan yang relatif masih cukup tinggi termasuk mencegah terjadinya demand dan supply narkoba; meningkatkan upaya penangkapan pelaku utama dan jaringan terorisme di Indonesia; dan mengupayakan pengamanan rangkaian proses pemilu 2009.
B. TEMA PEMBANGUNAN TAHUN 2009 DAN PENGARUSUTAMAAN PEMBANGUNAN
Berdasarkan kemajuan yang dicapai dalam tahun 2007 dan perkiraan 2008, serta tantangan yang dihadapi tahun 2008, tema pembangunan pada tahun 2009 adalah:
"PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENGURANGAN KEMISKINAN"
Di dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah ini, terdapat 6 (enam) prinsip prinsip pengarusutamaan menjadi landasan operasional bagi seluruh, aparatur negara, yaitu:
.Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan harus mempertimbangkan partisipasi masyarakat dalam arti luas. Para jajaran pengelola kegiatan pembangunan dituntut peka terhadap aspirasi masyarakat, Dengan demikian akan tumbuh rasa memiliki yang pada gilirannya mendorong masyarakat berpartisipasi aktif,
.Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan adalah proses pembangunan yang bermanfaat tidak hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga dapat mendukung keberlanjutan pembangunan generasi berikutnya. Prinsip pembangunan berkelanjutan mencakup tiga tiang utama pembangunan yaitu ekonomi, sosial, dalam lingkungan yang saling menunjang dan terkait. Lingkungan hidup yang lestari merupakan modal dasir pembangunan untuk mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup yang tinggi bagi masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlanjut mutlak harus mempertimbangkan upaya pelestarian sumber daya alam dan daya dukung lingkungannya.
Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan tidak memperhitungkan dampak terhadap lingkungan, serta eksploitasi sumber daya alam yang melebihi daya dukung lingkungan akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini dan generasi yang akan datang. Untuk itu pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan pada kegiatan kegiatan pembangunan, termasuk upaya yang mendukung terhadap antisipasi mitigasi dan adaptasi terhadap perobahan iklim dan pengurangan risiko bencana perlu diintegrasikan kedalam kegiatan prioritas pembangunan nasional terutama pada sektor sektor pembangunan yang langsung terkait.
.Pengarusutamaan gender. Pada dasarnya hak asasi manusia tidak membedakan perempuan dan laki laki. Strategi pengarusutamaan gender, ditujukan untuk mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Perempuan dan laki laki menjadi mitra sejajar, dan memiliki akses, kesempatan, dan kontrol, serta memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara.
.Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance). Tata kepemerintahan yang baik melibatkan tiga pilar yaitu penyelenggara negara termasuk pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut harus bersinergi untuk membangun tata kepemerintahan yang baik di lembaga lembaga penyelenggara negara (good public governance), dunia usaha (good corporate governance) dan berbagai kegiatan masyarakat. Penerapan prinsip prinsip tata kepemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan akan menyelesaikan berbagai masalah secara efisien dan efektif serta mendorong percepatan keberhasilan pembangunan di berbagai bidang. Tata kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan negara mencakup lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Terbangunnya tata kepemerintahan yang baik tercermin dari berkurangnya tingkat korupsi, makin banyaknya keberhasilan pembangunan di berbagai bidang, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang professional dan berkinerja tinggi. Pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi perlu terus dilanjutkan secara konsisten.
.Pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antarwilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Pelaksanaan kegiatan pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia secara merata. Oleh karena masih signifikannya perbedaan pembangunan antara daerah yang sudah relatif maju dengan daerah lainnya yang relatif masih tertinggal, maka diperlukan pemihakan dalam berbagai aspek pembangunan oleh seluruh sektor terkait secara terpadu untuk percepatan pembangunan daerah daerah tertinggal termasuk kawasan perbatasan, yang sekaligus dalam rangka mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah.
.Pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah. Mengingat kegiatan pembangunan lebih banyak dilakukan di tingkat daerah, maka peran Pemerintah Daerah perlu terus semakin ditingkatkan. Sejalan dengan itu, maka kegiatan pembangunan akan lebih berdayaguna dan berhasilguna melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah termasuk pendesentralisasian pelayanan pelayanan kementerian/lembaga yang sebenarnya sudah dapat dan layak dikelola oleh daerah, guna lebih mendekatkan pelayanan dan hasil hasil pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.
.Pengarusutamaan padat karya. Program padat karya produktif dimaksudkan untuk mengatasi masalah pengangguran, setengah penganggur, dan masalah kemiskinan sementara (transient poverty). Sasaran pemanfaatan program ini adalah penduduk miskin yang untuk sementara waktu sedang menganggur atau setengah menganggur. Melalui program ini mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan yang memberikan penghasilan (income generating). Lapangan pekerjaan produktif dalam skema ini adalah pekerjaan manual di bidang pembangunan prasarana seperti jalan, jembatan, fasilitas air bersih, fasilitas sanitasi, dan lain lain. Penetapan kelompok sasaran, jumlah, jenis kegiatan, dan lokasi yang dipilih, serta penentuan upah dalam pekerjaan yang dirancang di bawah upah minimum yang berlaku di daerah tersebut. Mekanisme sistem penyaluran dan dari pengelolaannya akan dilakukan secara transparan, dan secara teknis dan administrasi kegiatan ini harus dapat dipertanggungjawabkan.
C. PRIORITAS PEMBANGUNAN TAHUN 2009
Berdasarkan sasaran yang harus dicapai dalam RPJM Tahun 2004 2009, kemajuan yang dicapai dalam tahun 2007 dan perkiraan tahun 2008. serta berbagai masalah dan tantangan pokok yang harus dipecahkan dan dihadapi pada tahun 2009, maka prioritas pembangunan nasional pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1.PENINGKATAN PELAYANAN DASAR DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN.
2.PERCEPATAN PERTUMBUHAN YANG BERKUALITAS DENGAN MEMPERKUAT DAYA TAHAN EKONOMI YANG DI DUKUNG OLEH PEMBANGUNAN PERTANIAN, INFRASTRUKTUR, DAN ENERGI.
3.PENINGKATAN UPAYA ANTI KORUPSI, REFORMASI BIROKRASI, SERTA PEMANTAPAN DEMOKRASI, PERTAHANAN DAN KEAMANAN DALAM NEGERI.
Prioritas pembangunan tahun 2009 ini ditempuh dengan sasaran, fokus dan kegiatan prioritas sebagai berikut.
I.PENINGKATAN PELAYANAN DASAR DAN PEMBANGUNAN PERDESAAN
SASARAN
Sasaran pembangunan yang akan dicapai dalam prioritas Peningkatan Pelayanan Dasar dan Pembangunan Perdesaan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Kemiskinan
1.Meningkatnya kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, sehingga diharapkan angka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 12 14 persen.
2.Terlaksananya program penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat, PNPM Mandiri: (i) mencakup seluruh kecamatan baik di perdesaan maupun di perkotaan; (ii) meningkatnya harmonisasi program PNPM Penguatan ke dalam PNPM Mandiri.
3.Meningkatnya perlindungan sosial bagi masyarakat miskin.
4.Tersedianya subsidi beras bagi masyarakat miskin (Raskin).
5.Tersedianya Bantuan Langsung Tunai (BLT)
Ekonomi Usaha Rakyat
1.Terselenggaranya penguatan kelembagaan ekonomi;
2.Meningkatnya pengembangan agroindustri perdesaan;
3.Meningkatnya pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya pelaku usaha perikanan dan masyarakat pesisir.
Pendidikan
1.Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan dasar yang diukur dengan meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) jenjang SD termasuk SDLB/MI/Paket A setara SD menjadi 115,76 persen dan 95,00 persen; meningkatnya APK jenjang SMP/MTs/Paket B setara SMP menjadi 98,09 persen; meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7 12 tahun menjadi 99,57 persen; dan meningkatnya APS penduduk usia 13 15 tahun menjadi 96,64 persen;
2.Meningkatnya partisipasi jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang diukur dengan meningkatnya APK jenjang SMA/SMK/MA/Paket C setara SMA menjadi 69,34 persen; dan meningkatnya APK jenjang pendidikan tinggi menjadi 18,00 persen;
3.Meningkatnya proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan standar kompetensi yang disyaratkan, serta meningkatnya kesejahteraan pendidik;
4.Menurunnya angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas menjadi 5,00 persen, bersamaan dengan makin berkembangnya budaya baca;
5.Meningkatnya keadilan dan kesetaraan pendidikan antarkelompok masyarakat termasuk antara perkotaan dan perdesaan, antara daerah maju dan daerah tertinggal, antara penduduk kaya dan penduduk miskin, serta antara penduduk laki laki dan perempuan;
Kesehatan
1.Meningkatnya cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 87 persen;
2.Meningkatnya cakupan pelayanan antenatal (K4) menjadi 90 persen; dan cakupan kunjungan neonatus (KN) menjadi 87 persen dan cakupan kunjungan bayi menjadi 87 persen;
3.Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin secara cuma cuma di kelas III Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di puskesmas dan jaringannya menjadi 100 persen;
Dostları ilə paylaş: |