Tentu saja ada banyak sebab mengapa kebanyakan
pemimpin pada suatu kerangka budaya (bang-sa)
terperangkap pada level 1. Sekolah yang terlalu
mengandalkan prestasi akademis (bukan kepemim-pinan),
kecenderungan formalitas, serta atasan-atasan yang rata-rata juga pemimpin level 1
punya kecenderungan memilih orang yang sama seperti mereka. Pepatah Amerika
mengatakan, bird of a feather flock together (burung-burung yang bulunya sama,
membentuk kelompok yang sama). Orang-orang bermental "manajer" bahkan
punya kecenderungan "takut" dengan mereka yang punya kecenderungan menjadi
pemimpin. Mereka akan mengontrol orang-orang bebas-merdeka, kreatif dan
berani itu agar tetap berada di bawah kendali-nya. Manajer tidak menghasilkan atau
menciptakan pemimpin, melainkan hanya bawahan atau pengikut.
Dengan demikian, jelaslah,
negeri ini membutuhkan pe-
mimpin, bukan sekadar manajer.
Manajer bisa diperoleh dari
sekolah-sekolah (kampus-kam-
pus), sedangkan pemimpin di-uji
dalam "pasar". Ia diuji oleh
masyarakat, klien, perusahaan
dan sebagainya. Ia diterima, oleh
"pasar" karena nilai-nilai (values)
yang mereka miliki dan manfaat
(benefit) yang mereka berikan.
Sekarang mari kita lihat tangga-
tangga ke-2 sampai ke-5.
• • • Menapak ke Tangga
Level 5
Orang-orang yang mementingkan jabatan akan memperebutkan jabatan dan
menyerang orang-orang lain yang menduduki jabatan itu. Jatuhnya Presiden
Soeharto pada bulan Mei 1998 misalnya, menunjukkan betapa negeri ini tidak
memiliki pemimpin. Perdebatan yang terjadi pada bulan September 2006, me-
nyusul terbitnya buku mantan Presiden B.J. Habibie (yang berjudul Detik-detik
Greatness, agung,
akbar. Bukan sekadar
hebat dari pekerjaan,
tetapi mempengaruhi
ke-hidupan orang
banyak dan menjadi
"Pasar" ibarat gerinda
yang biasa dipakai un-
tuk mengasah pisau.
Pasar tak punya hati,
tetapi ia bisa mem-
bentuk "hati". Pasar
menguji seseorang
apakah ia diterima
karena nilai-nilai dan
manfaat yang ia beri-
kan, atau sekadar image
yang populis. Pasar
mampu mengikis dan
membentuk seseorang
menjadi pemimpin.
The Great Company
Gambar 6.2
Tabel 6.1
Beda Manajer dan Pemimpin
MANAJER
►Memelihara sistem yang
ada, bekerja dengan sistem
►Patuh, disiplin, tidak mem-
beri ruang bagi kesalahan
►Menghindari risiko
►Orientasi di sini, hari ini
(here & now), learning from
the past
►Menciptakan pengikut dan
"bawahan"
Dasarnya adalah kompe-
tensi dan profesionalisme
PEMIMPIN
► Memperbaharui/men-
ciptakan sistem baru
► Bebas, merdeka, kreatif, be
rani melakukan kesalahan,
tetapi tetap disiplin
► Berani menghadapi
tantangan
► Orientasi ke masa depan
di suatu tempat yang
berbeda, imaginatif (be
somewhere one day, learn
ing from the future)
► Dasarnya adalah kreativitas
dan karakter
► Tak terlalu memikirkan
posisi, lebih pada manfaat,
nilai dan tanggung jawab yang Menentukan) yang merupakan catatan harian hari-hari pertama Habibie se-
bagai pengganti Soeharto menunjukkan dengan jelas bahwa hampir tak ada satu
pun "pengikut" yang memiliki kualitas pemimpin. Perdebatan-perdebatan yang
muncul setelah itu begitu jelas mencerminkan perilaku-perilaku perebutan jabatan
atau saling menyerang memperebutkan posisi. (Baca Laporan Utama majalah
Tempo edisi 2-8 Oktober 2006).
Perangkap seperti itu bukan hanya ada di tingkat pengelolaan negara saja, me-
lainkan juga di hampir semua perusahaan negara, lembaga-lembaga negara, univer-
sitas-universitas, dan sebagian besar perusahaan besar. Tidak adanya pemimpin
"... Tapi, bila benar dia
(Prabowo) Jadi KSAD, saya
kan bisa naik menjadi
Panglima Kostrad, hahaha..."
Kivlan Zen
Mei 1998:
Kepala Staf Kostrad
Oktober 2006:
Mayor Jendral
Purnawirawan
membuat kita sulit
keluar dari krisis. Terbukti setelah memasuki krisis, lembaga-lembaga negara dan
perusahaan-perusahaan kita tetap dikelola dengan cara yang sama. Padahal
masalahnya sudah berbeda dan kita tidak bisa menggunakan "obat lama" atau cara-
cara lama untuk mengatasinya.
Celakanya orang-orang seperti ini bukan cuma menjaga posisi mereka saja,
melainkan juga mencegah orang lain menjadi pemimpin.
Untuk mendukung perubahan, orang-orang yang terpanggil harus berani ke-
luar dari tradisi, dan me -Re-Code dirinya menjadi pemimpin.
Organisasi dan para manajer pelatihan atau manajer sumber daya manusia
(human resource) punya kewajiban mendukung transformasi dari proses Re-Code
the leader ini. Caranya macam-macam, yaitu dengan memberi pelatihan-pelatihan
yang dibutuhkan untuk memoles kepribadian dan cara berpikir baru (lihat bab 10),
kekuatan dalam berempati, membangun hubungan, presentasi, motivasi dan
sebagainya dan menyediakan panggung-panggung sementara agar benih-benih
kepemimpinan mampu bertunas.
Level 2: Permission
Posisi level 1 di atas ini dapat kita anggap sebagai "pintu" untuk
memberi perintah dan memimpin. Tetapi surat keputusan saja tidak
cukup. Ibarat seseorang yang ingin berumah
Seorang pemimpin pada
dasarnya adalah orang
yang mencipta-kan
perubahan. Ia tidak
terpaku dan berselancar
di atas pola yang dibuat
oleh para pendahulu-
nya, melainkan
membuat jalan-jalan
baru yang lebih baik
dan lebih sesuai dengan
kebutuhan. Ia bahkan
menawarkan tujuan-
tujuan baru untuk
dicapai bersama-sama.
Tanyakan pada diri
Anda: Sudahkah Anda
menghasilkan pemim-
pin? Atau mereka
yang selalu "mohon
petunjuk" dan takut
berbuat salah?
Me-Re-Code diri
menjadi pemimpin
berarti menghayati dan
menjalani tangga-
tangga dari Posisi ke
Personhood (level 1
sampai dengan level 5)
dan membiarkan diri
diuji oleh "pasar".
'Cinta mem-
buka pintu dan
menyingkirkan
segala rintangan.
- Andrew Drumond -
Anda tak perlu ragu
dengan warna kulit,
kesukuan, agama atau
kepercayaan yang
mereka anut, bahkan
tingkat pendidikan atau
kelas sosial ekonomi
dan posisi yang mereka
duduki.
'Takut berbuat
salah artinya
takut kehilangan
jabatan. Dan ini
berarti pemimpin
level 1.'
CEO haruslah orang
yang mencintai peker-
jaan dan produk yang
dihasilkannya, bukan
seorang titipan atau
seseorang yang di-"fit
dan proper" karena
kemampuan manajerial-
nya semata-mata.
tangga, ia tidak cukup hanya berusaha mendapatkan istri melalui akte perkawinan
atau surat nikah dari penghulu saja. Ia juga harus memberikan kasih sayang beru-
pa perhatian-perhatian kepada pasangan dan keluarganya.
Seorang pemimpin yang disegani adalah pemimpin yang bekerja sepenuh hati
dan mencintai pekerjaannya. Ia sadar betul bahwa prestasi hanya bisa dicapai
dengan memimpin orang. Ia tidak hanya memimpin kebijakan atau memimpin
media massa demi mendapatkan popularitas dan pujian publik. Ia juga bukan
sekadar memimpin teman-temannya saja yang ia bawa dari luar untuk membantu
dirinya. Ia bukan memimpin pekerjaan, melainkan memimpin orang.
Fondasi semua itu adalah kasih sayang, atau cinta kasih tanpa memandang
persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan yang ada antara mereka dan
Anda. Cinta kasih membebaskan Anda dari belenggu-belenggu yang menyekat
mereka. Mulailah dengan kepedulian Anda terhadap mereka. Anda perlu menya-
dari bahwa perubahan bukanlah mengubah prestasi atau mengubah organisasi,
melainkan mengubah pola pikir. Ibarat tanaman, ia akan merana dan kering bila tak
pernah disentuh pemiliknya. Pohon-pohon yang disiram, daun-daunnya akan
menari-nari. Dan entah bagaimana ia memperoleh oksigen kehidupan dan mem-
balas dengan bunga-bunga yang indah.
Karena Anda bekerja dengan orang, maka bangunlah jiwa
mereka dan sentuhlah hati mereka. Jangan abaikan mereka,
tetapi bangunlah spirit hidup mereka. Jika ini terjadi, maka
mereka akan berubah dari patuh karena harus, menjadi patuh
karena diperhatikan. "They follow you, because they want to."
Level 3: Production (Results, Hasil)
Pemimpin level 1 punya kecenderungan hanya sekadar melaksanakan tugas,
dan menghabiskan anggaran yang dialokasikan pada kegiatan-kegiatan yang men-
jadi tanggung jawabnya. Mereka hanyalah sekadar kuncen, atau penjaga pintu.
Mereka lebih mementingkan atau dituntut melakukan sesuatu "prosedur" ketim-
bang mementingkan "hasil" dari sebuah tindakan/kegiatan. Pada level 3, pemimpin
mulai berpikir Sebaliknya, prosedur perlu dipatuhi, tetapi hanya prosedur yang
memberi hasil yang besar bagi organisasi.
Di sini pemimpin lebih berorientasi pada hasil (result-based)
ketimbang prosedur (procedural-based).
Pada era perang dingin (1950 - 1980-an), segala sesuatu begitu stabil di negeri
ini dan persaingan sangat dibatasi. Sehingga apa pun gaya kepemimpinan Anda,
tak ada perbedaan hasilnya. Setelah era ini berakhir kita masuk ke era globalisasi
yang mengedepankan persaingan dan pasar. Di era ini seorang pemimpin diukur
dari score-card-nya, yaitu hasil yang ia capai. Apa yang mereka lakukan akan ter- cermin dari hasil yang mereka dapat berikan.
"They follow you because what you have done for the
organization."
Demikian pula bagi bawahan dalam menilai pemimpinnya. Mereka tidak cu-
kup dihargai karena jabatan atau kasih Sayangnya saja, melainkan juga karena
prestasi kerjanya. Apa yang mereka berikan pada organisasi akan menentukan ke-
kuatan mereka. Sebab prestasi kerja atau hasil (production atau results) akan mem-
berikan kesejahteraan dan kebanggaan. Inilah sebabnya pemimpin-pemimpin ini
sering dikagumi (admired).
Tetapi seperti sebuah perkawinan, seseorang yang memperoleh surat kawin
tidak dengan serta merta dikagumi karena ia mampu menafkahi keluarganya de-
ngan cukup saja (misalnya ia punya pekerjaan atau usaha yang bagus sehingga bisa
memberikan rumah dan perhiasan bagi istrinya). Melainkan tentu saja ia harus
memenuhi level ke dua juga, yaitu memberi nafkah kasih sayang (nafkah batin)
pada keluarganya.
Demikianlah dengan seorang pemimpin. Ia boleh cerdas dan hebat, berpres-
tasi bagus untuk perusahaan atau masyarakat, tetapi bila ia tidak peduli pada
bawahannya, maka ia bukanlah seorang pemimpin.
Level 4: People Development
Mengubah para pemangku jabatan dari sekadar berorientasi pada jabatan (po-
sisi, level 1) menjadi peduli (permission, relationship, level 2) dan berprestasi (pro-
duction, level 3) adalah sebuah prestasi. Inilah yang Umumnya dilakukan dalam
transformasi dari bad company (perusahaan yang buruk, rugi) menjadi good com-
pany (perusahaan yang tidak rugi, tidak sakit). Tetapi di era persaingan sekarang,
being good (menjadi baik) saja tidaklah cukup.
Dengan demikian yang dibutuhkan adalah sebuah upaya transformasi mak-
simal, full speed, dari sekadar being good menjadi great company (great leader). Dan
dua hal berikut inilah yang dilakukan oleh para great leader, yaitu pengembangan
sumber daya manusia (people development) dan personhood (kepribadian, respek).
Pada level 4, seorang yang hebat dan peduli terhadap staf dan karyawan-kar-
yawannya, perlu memperhatikan pengembangan mutu dan karakter mereka. Pada
level ini, pemimpin bukan hanya menjadikan bawahan sebagai pengikut, melain-
kan menjadi coach bagi mereka untuk menjadi pemimpin sejati.
Tak ada yang menyangkal betapa menjemukannya menanti saat untuk meng-
'They don't care
how much you
know, until they
know how much
you care.'
- John C. Maxwell -
Karakter adalah segala
tindakan yang kita
lakukan, dan tetap kita
lakukan, sekalipun tak
ada satu pun orang
yang melihatnya.
Ia melahirkan pemimpin
yang bukan hanya akan
menggantikan dirinya
saja, melainkan
menempatkandan
memasarkan mereka
pada posisi-posisi stra-
tegis di mana-mana. Di
tangan pemimpin sejati,
setiap orang anak buah
bisa dijadikan
pemimpin.
"THEY FOLLOW YOU BECAUSE OF WHAT YOU
HAVE DONE FOR THEM"
Pemimpin besar
tentu saja tidak akan
merusak lembaga yang
telah dibangun dengan
kebesaran namanya.la
harus mempersiapkan
kader-kadernya bukan
hanya untuk mengganti
dirinya saja, melainkan
untuk menyebar ke
berbagai tempat dan
melakukan Re-Code di
mana-mana.
'Seorang pe-
mimpin peru-
bahan harus
memiliki kemam-
puan memotivasi
bawahan-
bawahannya agar
mereka kembali
hidup optimis.'
T
Apa yang kita lakukan
di depan orang mem-
bentuk reputasi. Inilah
hal-hal yang diucapkan
para tamu tentang
seseorang yang akan
dimakamkan. Apa yang
kita lakukan yang tidak
diketahui orang lain,
itulah karakter. Ini
adalah apa yang diucap-
kan para malaikat di
depan Tuhan tentang
kita.
gantikan seorang pemimpin. Akan menjadi lebih berat lagi bila yang harus digan-
tikan adalah seorang guru atau pemimpin besar (kharismatik)._
IBM, Citibank, General Electric, Indosat, Bank Niaga, Universitas Indone-
sia dan Institut Teknologi Bandung adalah contoh perusahaan dan lembaga yang
banyak menghasilkan pemimpin. Pemimpin itu lahir karena kekuatan institusi,
metode pengembangan manusia, dan tentu saja karena di sana ada orang-orang
besar yang melahirkan pemimpin.
Orang-orang besar adalah pemimpin dengan kekuatan
keyakinan dan percaya diri yang besar (self confidence).
Tanpa jiwa besar tak ada kekuatan untuk melahirkan
pemimpin dan membesarkan mereka.
Pada level 4 ini akan tercipta loyalitas dan mereka patuh bukan karena jabatan
Anda, melainkan atas apa yang telah Anda buat pada hidup mereka.
Level 5: Personhood
Menjadi pemimpin memang tidak mudah. Selain sekolah dan ujiannya pan-
jang, perjuangannya pun berat. Itulah sebabnya banyak orang mengatakan pemim-
pin besar sudah dari sananya begitu, alias mereka memang dilahirkan sebagai
pemimpin dengan Change DNA atau leadership DNA yang unggul. Tentu saja hal
ini tidak sepenuhnya benar.
Dalam hidup ini ada unsur-unsur bawaan yang dibawa dari lahir (Change
DNA), tetapi ada juga pembentukan yang dilakukan oleh alam di sekitar kita. Alam
yang dahsyat adalah sang guru, atau the master, yang menempa seseorang,
menghancurkan belenggu-belenggu hidupnya sehingga seperti batu cadas yang
kasar, berubah menjadi patung yang indah di tangan pemahat andal, seperti pe-
matung terkenal, Michael Angelo.
Dengan berada di level 4, seseorang tinggal selangkah lagi untuk menduduki
level 5. Jati diri yang dibentuk oleh karakter yang kuat akan menentukan apakah
seseorang layak mendapat sebutan-sebutan istimewa seperti: sang guru, paus, nabi,
suhu, atau pemimpin besar.
"They follow you because of who you are and what you
represent."
Itulah spiritual leader yang namanya menjelma, dari nama biasa menjadi se-
buah kekuatan pengaruh yang disegani. Ia adalah sebuah brand dengan daya tarik
yang besar.
Pada level 5 ini, seseorang disegani karena semua orang respek kepadanya.
Mereka respek bukan hanya atas apa yang telah ia berikan
(secara personal) atau manfaatnya, melainkan karena
nilai-nilai dan simbol-simbol yang melekat pada diri orang
tersebut.
'Sebagian pemim-
pin perubahan
gugur di usia
perjuangannya,
tetapi perubahan
tidak mati de-
ngan sendirinya.'
Pemimpin yang baik,
dan mengerti arah
perubahan, akan
memimpin dengan
contoh. Ia berada di
depan, berkorban demi
kebaikan. Ia mengajak
yang lain berkorban,
tanpa harus merasa
susah.
• • • Bukalah Pintu Pertama, Maka akan Tampak
Pintu-pintu Lainnya
Posisi atau level 1 dalam Re-Code the leader dapat dianggap sebagai sebuah
pintu.
Tugas seorang calon pemimpin adalah mencari "pintu"
yang sesuai dengan kekuatan yang dimilikinya, mem-
bukanya dan menempatkan dirinya di sana.
Tetapi seperti sebuah gedung yang bertingkat, sekali Anda memasuki pintu
gerbang di lantai satu, terbuka tangga menuju lantai berikutnya. Namun pada setiap
tingkat ada puluhan pintu yang tertutup rapat, dan hanya orang-orang tertentu yang
mampu membukanya. Anda pun dapat memiliki kuncinya, pintu mana yang akan
Anda buka. Ikutilah naluri Anda dan bongkarlah belenggu-be-lenggu yang
mengikat kaki, tangan, dan pikiran-pikiran Anda.
Maka bila level 1 kita anggap sebagai pintu, John Maxwell menyebut level 2
sebagai fondasinya yaitu love, dan pintu-pintu Selanjutnya adalah kekaguman
(admire), kesetiaan (loyalitas) dan respek.
••• Re-Code Menjadi Great Leader
Seperti dijelaskan di atas, Re-Code the leader harus dilakukan oleh para indi-
vidu (dengan menghancurkan belenggu-belenggu diri) dan didukung oleh orga-
nisasi (melalui proses pelatihan, pembentukan, aspek-aspek kultural, penyediaan
panggung sementara, mekanisme struktural, imbal jasa, dan sebagainya).
Greatness sendiri dibentuk melalui empat unsur dalam leadership diamond,
yaitu Visi (Vision), Keberanian (Courageness), Realitas (Reality) dan Etika (Ethics).
Bagan 6.1 di bawah ini menjelaskan Leadership Diamond Model tersebut.
Leadership Diamond Model
'Good is the
enemy of great'
-Jim Collins -
I.Visi (Vision)
Seorang pemimpin pada dasarnya adalah seseorang yang memiliki Change
DNA yang siap melepaskan diri dari belenggu-belenggu-nya. Unsur O dari
OCEAN, yaitu Openess to experience akan sangat
menentukan. Seseorang yang berpikir terbuka memerlukan
dukungan organisasi dan lingkungan agar ia tidak
"terbelenggu" dalam bingkai organisasi sehingga ha- nya
memiliki perspektif internal.
Dengan membuka pintu organisasi pada batas-batas (pagar-pagar)-nya,
maka setiap calon pemimpin akan melihat "dunia lain". Mereka diajak melihat
cahaya di luar lingkaran mereka, seperti kisah per-jalanan inspiratif para
eksekutif Toyota yang pada awal 1950-an mengunjungi General Motor di
Detroit atau perjalanan para pendiri perusahaan nasional CNI ke beberapa
negara sebelum mendirikan perusahaan.
Pencerahan dibutuhkan agar calon pemimpin memiliki
multi perspektif dalam melihat sesuatu. Melihat dari
luar, dari kacamata pasar akan mendekatkan seseorang
pada kenyataan.
Dengan kata lain, organisasi membantu pemimpin "melihat" dengan
pikiran-pikiran baru. Re-Code di sini berarti membuka pikiran calon pemim-
pin.
2. Keberanian (Courageness)
Kouzes & Posner (2003), menemukan bahwa pada awalnya pemimpin ter-
bentuk karena keberanian (courageness) yang mereka mi-
liki. Seseorang di masa lalu diangkat sebagai pemimpin tak
lain karena keberaniannya. Bagi mereka berdua, dalam
bahasa latin, akar kata courage adalah cor (yang artinya
hati).
Karena bekerja dengan hati (heart
work), maka seseorang akan melaksanakan tugasnya
sepe-nuh hati dan berani menerima tanggung jawab.
Orang seperti ini akan melakukan terobosan-terobosan baru (inisiatif) dan
berani mengambil risiko (risk taking).
Perwujudan dari courage itu adalah adanya encouragements yang tampak
pada langkah-langkah positif yang berada di tengah-tengah tim dengan men-
jadikan diri sebagai seorang motivator atau penggerak. Dalam memotivasi
para pengikutnya, seorang pemimpin tahu persis bagaimana menggunakan
alat-alat tertentu agar mereka terpacu mencapai tujuan tertentu. Karena mere-
'Seorang
pemimpin akan
bergerak dari
apa yang ia lihat,
sebab itulah
yang membentuk
dirinya sebagai
pemimpin.'
Di dunia ini ada dua
jenis pemimpin:
1. Pemimpin reaktif
Cenderung menutup
diri terhadap alternatif,
terlalu cepat bereaksi
untuk segala hal,
mudah tersinggung
dan lebih melihat
"kesulitan" di balik
setiap kesempatan.
Mereka Umumnya
pekerja keras, namun
cara kerjanya tidak
efektif.
2. Pemimpin kreatif
Mengendalikan
agresivitasnya dalam
bentuk komunikasi
yang teratur dan me-
nimbulkan semangat
kerja. Cenderung kreatif
mencari jalan keluar,
dan mampu melihat
"kesempatan-kesempat-
an" indah yang ada di
balik setiap kesulitan.
Pemimpin seperti inilah
yang dibutuhkan untuk
melakukan perubahan
(Chappy Hakim).
'Kualitas seorang
pemimpin dapat
dilihat pada
kemampuannya
dalam mem-
bedakan yang
mana fakta dan
yang mana ilusi.'
Pemimpin, ingatlah,
teman-teman dan istri-
istri Anda bisa menjadi
"pembisik". Sekali Anda
tak bisa membedakan
mana fakta dan mana
gosip, organisasi akan
masuk ke cuaca yang
turbulance...
Karena Anda akan lebih
banyak menangani
"non-business" dari-
pada "business" yang
menjadi tanggung
jawab Anda.
Hanya pemimpin bodoh
yang mempercayai
rumor dan membiarkan
tangannya dilumuri ilusi
oleh orang-orang yang
ingin membunuh karak-
ter calon pemimpin.
Pemimpin memimpin
dengan fakta, bukan
gosip atau ilusi.
ka punya keberanian maka mereka tidak goyah saat ditekan untuk menjadi
pemimpin populis. Mereka tetap percaya dengan nilai-nilai yang mereka
anut.
Organisasi perlu mendukung lahirnya orang-orang yang bekerja dengan
penuh keberanian dan tahu bagaimana caranya menggerakkan (encourage-
ment). Selain berbagai fasilitas yang disediakan perusahaan atau organisasi
Dostları ilə paylaş: |