menuju Charlestown dan menyewa kuda menuju barat daya Lexington. Dalam tempo dua jam, menurut
catatan itu, ia sudah menempuh lebih dari 20 km dalam perjalanan tengah malam itu sendirian. Ia mengetuk
rumah-rumah tertentu, membangunkan pemiliknya dan segera meninggalkan mereka begitu pesan itu di-
mengerti. Mereka diminta menyebarluaskannya kembali dan bersiap-siap menghadang tentara Inggris.
Kabar itu segera menyebar, begitu cepat seperti sebuah epidemi. Lonceng-lonceng gereja dibunyikan
dan semua orang bersiaga. Waktu mereka tidak banyak. Ketika pasukan Inggris mulai bergerak pada esok
harinya, 19 April, mereka mendapat perlawanan yang sangat gigih di sebelah barat daya Lexington. Tentara
Inggris, bahkan, harus menelan pil pahit dan lari tunggang langgang. Peristiwa ini, menurut ahli sejarah,
merupakan tonggak penting bagi awal Revolusi Amerika.
Bagaimana perlawanan milisi di bagian barat Lexington yang disebarkan oleh William Dawes? Pesan
yang dibawakan isinya sama, jumlah kota, jarak yang ditempuh dan orang-orang yang dihubungi juga kurang
lebih sama. Tetapi jumlah orang yang menanggapi pesan itu ternyata tidak sama. Tentara Inggris dengan
mudah menaklukkan milisi di bagian yang menjadi tanggung jawab William Dawes.
Mengapa di bagian barat Lexington berita tentang serangan tentara Inggris tidak berhasil direspons
seperti yang terjadi di sebelah barat daya?
Mudah jawabnya: ada seseorang yang memiliki daya pengaruh dan daya pikat
yang luar biasa sehingga "epidemi" perlawanan itu cepat menyebar.
Orang itu adalah Paul Revere, seorang yang memiliki pergaulan yang sangat luas, disegani, aktif, pandai
berkomunikasi, dan berada di jaringan pusat-pusat informasi. Dawes, yang bergerak di sisi sebelah barat tentu
saja bukan Revere. Ia adalah seorang penyamak kulit, yang meski pintar terkesan lebih introvert. Pengalamannya
luas, tetapi orang-orang yang dikenalnya bukanlah para penggerak. Daya pikatnya juga tak sehebat Revere.
Revere ternyata adalah seorang multi talent yang memiliki banyak minat, terbuka, dan ekstrovert. Ke-
nalannya sangat luas. Pada saat ia meninggal dunia, jenasahnya diantar oleh ribuan orang dari berbagai
kalangan. Ia juga dipercaya di mana-mana. Hidupnya seakan tak pernah letih. Ia pernah menjadi anggota
panitia pembangunan penerangan jalan dan menjadi penanggungjawab pelayanan kesehatan sewaktu Bos-
ton diserang epidemi penyakit menular yang mematikan. Sewaktu terjadi kebakaran besar di kota itu, ia ikut mendirikan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa asuransi kebakaran. Ia juga aktif dalam berbagai
kegiatan karitatif dalam memberantas kemiskinan.
Sementara itu, tak banyak yang dapat diambil dari catatan William Dawes. Ini menandakan, Dawes bu-
kanlah orang yang memiliki banyak kegiatan. Jejak sejarahnya pun terbatas dan lingkup pengalamannya
tidak seluas Paul Revere.
Catatan Gladwell ini membuktikan satu hal, yaitu pentingnya mendapatkan
orang tertentu untuk membawa pesan transformasi. Orang itu memiliki ka-
rakter dan sifat yang berbeda dengan kebanyakan orang yang sering berada
dalam list perusahaan yang diangkat sebagai change agents.
Tentu saja efek epidemi dalam peristiwa bersejarah di atas dapat kita pelajari dan tidak
hanya terbatas bagi gerakan-gerakan sosial saja, melainkan juga dalam proses bisnis.
Di Indonesia, saya juga telah membuktikan Betapa kita harus
mengangkat change agents dengan penuh kehati-hatian.
Pada saat saya menggerakkan warga di sekitar rumah saya untuk mendatang-kan
1.000 orang pasien yang mau berobat gratis dari CNI (lihat bab 1), yang membantu
saya bukanlah kalangan menengah ke atas, yang rumahnya bagus-bagus. Mereka
hanya pegawai biasa, guru, dan beberapa orang pensiunan yang dikenal luas di
berbagai kalangan di sekitar wilayah kami. Mereka semua tahu siapa saja tokoh-tokoh
masyarakat, pengawas mesjid dan gereja, dan rajin mengunjungi tetangga.
Di CNI sendiri, virus usaha MLM bergerak cepat, khususnya dalam pemasar-an
suplemen-suplemen kesehatan (misalnya Sun Chlorela) bukan melalui para elit.
Produk-produk CNI digerakkan oleh ratusan ribu orang biasa yang pantang me-
nyerah. Dalam buku saya yang berjudul River Company, Anda bisa membaca siapa saja
mereka. Mantan buruh pelabuhan, office boy, kuli bangunan, guru, para korban PHK dan
sebagainya, yang memperoleh inspirasi dan diberi pelatihan kepemimpin-an menjadi
penyebar "epidemi" dengan komitmen yang tinggi.
Saya sendiri turut aktif menjadi penyebar berita bagi dua produk yang saya
banggakan, yaitu griya pijat Bersih Sehat dan jamu Tolak Angin. Dalam setiap
seminar saya selalu bercerita tentang kedua produk tersebut, meski pemiliknya tidak
meminta saya melakukannya sama sekali. Meski saya pernah menjadi bin-tang iklan
Tolak Angin dan iklan televisinya sangat gencar, saya percaya efek getok tular yang
disebabkan dari seminar ke seminar, dari ruang-ruang kelas di kampus-kampus
jauh lebih efektif dan berbunyi. Apalagi di ruang-ruang itu, selalu saja datang para
penyebar berita yang aktif mengirim pesan-pesan melalui SMS atau internet atas
segala yang saya ucapkan di ruang seminar.
Bisa Jadi mereka yang
memiliki bakat dan po-
tensi menyebarluaskan
berita bukanlah orang-
orang seperti kita.
Mereka juga bukanlah
orang-orang yang men-
duduki jabatan-jabatan
tertentu, apalagi posisi-
posisi yang sangat steril
dari jangkauan banyak
orang. Belum tentu
pendidikan tinggi
merupakan jaminan
bagi penyebarluasan
suatu perubahan.
Berkat merekalah, CNI
di usianya yang ke-20
tahun ini telah berubah
menjadi pemain nomor
1 dalam bidang food
suplement di
Indonesia dan
perusahaan MLM Penyebaran Berita tentang Produk-produk yang
Diduga Mengandung Minyak Babi, 1988
Pada tahun 1988, seorang dosen pada fakultas teknologi pangan Universitas Brawijaya - Malang melaku-
kan suatu survei bersama dengan mahasiswa-mahasiswanya. Dari tulisan yang saya baca, saya dapat menger-
ti bahwa survei yang dilakukan oleh DR. Tri Susanto itu bukanlah sebagai kajian ilmiah, melainkan sebuah
upaya untuk "mengingatkan umat muslim agar berhati-hati dalam memilih makanan yang diduga mengan-
dung bahan-bahan yang tidak halal atau diragukan kehalalannya." Tulisan itu dimuat di buletin mahasiswa di
Fakultas Teknologi Pangan Universitas Brawijaya Malang. Dalam buletin Canopy itu tulisan ini dimuat dalam
rubrik agama (Islam) dan di bawahnya tertera artikel berupa wejangan untuk agama Hindu. Berikut ini saya
sajikan sepotong naskah aslinya (bagian depan) dari tulisan asli yang dimuat di Buletin Canopy pada tahun
1988.
Demikianlah pembukaan tulisan itu. Selanjutnya, di dalam naskahnya penulis itu, Tri menyebutkan
Survei terhadap MAKANAN
yang DIRAGUKAN Menurut
ISLAM
Oleh:
Dr. Ir. H. Tri Susanto, M. App. Sc
PENDAHULUAN
Sejak dulu kala umat berbeda-beda dalam menilai
masalah makanan yang boleh atau tidak boleh di makan.
Bagi umat Islam, telah jelas sejumlah makanan yang
diharamkan seperti daging babi, bangkai, darah dan
binatang yang disembelih bukan atas nama Allah (Q.S.
Al-An'am ayat 45. Al-Maidah ayat 3). Sedang larangan
Allah terhadap khamr atau balian yang mengandung
alkohol yang memabukkan terlihat pada surat Al-Mai-
dah ayat 90-91.
Dengan demikian makanan yang terbuat dari
tumbuh-tumbuhan terkecuali apabila diragikan untuk
membuat khamr pada Umumnya diperbolehkan.
Sedang makanan hasil hevvani diperlukan untuk lebih
berhati-hati. mengingat seringkali produk yang terdapat
di pasaran tidak jelas asal-usulnya. Kewaspadaan kita
terhadap makanan atau minuman yang mengharamkan
ini perlu ditingkatkan mengingat beberapa hadits Nabi
Muhammad SAW yang menekankan hal ini. Seperti
diriwayatkan Ibnu Abbas: Perbaikilah apa yang engkau
makan, sebab seseorang yang memabukkan barang yang
haram ke dalam perutnya maka amalnya tidak akan di-
terima selama 40 hari. Dan barang siapa yang dagingnya
tumbuh dari barang yang haram dan riba. maka neraka
adalah sebaik-baik tempat tinggalnya. Demikian pula
hadits yang diriwayatkan oleh HR Ahmad. Abu Dawut
dan Tirmizi: Bahwa minuman apapun kalau banyaknya
itu memabukkan maka sedikitnyapun adalah haram.
Status dari makanan apakah halal atau haram untuk
dikonsumsi agak sulit untuk ditentukan. terkecuali yang
jelas-jelas disebutkan di atas yaitu daging babi, bang-
kai, darah, binatang yang disembelih bukan atas nama
Allah serta khamr atau semua yang memabukkan. Hal
ini mengingat bahan yang diharamkan mungkin terdapat
dalam makanan melalui beberapa cara:
1. Pemalsuan atau penipuan, misalnya daging bangkai
ayam dijual sebagai ayam segar setelah diberi warna
kekuningan dengan kunyit.
2. Dipakai secara sengaja sebagai bahan tambahan
makanan (Food Additive). Bahan ini sengaja dipakai
untuk memperbaiki kualitas, kenampakan, rasa, dan
Iain-lain dari suatu produk. Misalnya penambahan
gelatin, shortening, dan Iain-lain;
3. Terdapat secara tidak sengaja, seperti misalnya
adanya alkohol pada buah yang terlampau ranum,
alat masak di restauran Cina yang tercemar daging
babi dan lain-lain;
4. Sengaja dibuat, seperti misalnya produk tumbuh-
tumbuhan (Umbi, biji, nira dan Iain-lain) yang difer-
mentasikan untuk menghasilkan alkohol. empat jenis kandungan yang mesti diwaspadai, yaitu lard, shortening, gelatin dan alko-
hol. Namun tentu saja tak banyak orang yang bisa mengingat-ingat nama ketiga jenis
kandungan itu, apalagi mendefinisikannya secara benar. Kesulitan dari bunyi yang ter-
dengar asing berpotensi menjadikannya bias dalam serial komunikasi.
Seseorang Telah Memanipulasi Daftar Makanan yang Dicurigai Menurut
majalah Forum Keadilan (Desember 1996), kehebohan di masyarakat dimulai ketika
hasil penelitian Tri itu dibahas Kelompok Cendekiawan Muslim Al-Falah Surabaya.
Dalam tempo kurang dari dua minggu sejak buletin ini beredar, topik ini sudah menjadi
pembicaraan yang panas di berbagai kelompok pengajian dan khotbah-khotbah Jumat
di berbagai masjid. Sayang sekali, tak banyak orang yang punya kopi asli artikel itu
sehingga sebagian besar hanya mendengar dari orang lain yang meng-aku juga
mendengarnya dari orang lain yang membacanya. Informasi yang mereka terima
sesungguhnya hanyalah desas-desus. Sebab artikel asli itu sendiri tak pernah sampai
ke tangan mereka. Dapat dibayangkan betapa gelapnya jalan yang harus dile-wati.
Sebagian besar hanya bisa meraba-raba. Akibatnya kemungkinan bias pesan be-rantai
ini sangatlah besar.
Puncak kehebohan terjadi setelah daftar 34 jenis makanan
dan minuman yang dimuat Tri Susanto dalam tabel pada
buletin Canopy di atas, dalam perjalanannya telah berubah
menjadi 63 macam, entah oleh siapa dan beredar luas di
masyarakat.
Daftar nama-nama makanan dan produk-produk lainnya itu dimuat dalam berbagai selebaran
yang kalau diperhatikan isinya sebagian besar tidak ada hubungan sama sekali dengan yang telah
disusun oleh Dr Tri Susanto. Artinya, seseorang atau sejumlah orang telah memanipulasinya.
Sejumlah orang lain secara manusiawi telah rancu mengingatnya.
Misalnya, Susu cap Dancow, Indomie, kecap cap Bango, beberapa jenis sabun, masuk dalam
"daftar baru" itu. Orang-orang pun tersentak dan ngeri. Bayangkan, makanan dan produk
perawatan/pembersih tubuh yang telah mereka pakai selama bertahun-tahun itu kini diberitahu
mengandung zat yang diharamkan oleh agama.
Tapi itu dulu. Sekarang semua sudah jelas. Tidak semua shortening dibuat dari le-mak babi,
dan sekarang sudah ada sertifikat halal yang bisa menjelaskan mana produk-produk yang benar-
benar halal. Tetapi ada dua hal yang menarik, pertama, ada sekelom-pok orang yang sengaja
menyebarluaskan dan memanipulasi berita ini, dan sebenarnya jumlahnya tidak banyak, namun
pengaruhnya sangat besar. Kedua, ada hukum kekuatan melalui persepsi, yaitu produk-produk
yang dibuat oleh produsen yang kurang dekat dengan konsumen (yang asing, dibuat oleh etnis
bangsa tertentu) yang dicurigai.
Dalam hidup ini
manusia bukan cuma
mengomunikasikan
fakta, melainkan juga
meng-entertain gosip
dan ilusi.
Perubahan terjadi
setiap saat, tapi
manusia selalu
mengalami
kesulitan
menangkap dan
mengadopsinya.
Tetapi sekali kita
berhasil
memaknainya, ia
begitu cepat
berubah menjadi
sejarah.
-RalfDahrendorf-
Orang Inilah yang men-
jadi sumberpenyebar
"epidemi" yang kita
bahas.
'Kita harus
membuat sejarah
dan pendekat-
an-pendekatan
baru untuk masa
depan dengan
langkah-langkah
yang jelas. Jangan
biarkan masa de-
pan menghampiri
kita begitu saja.'
- Sheikh Mohammed
bin Rasyid
Al-Maktoum -
Hukum tentang ke-
gaduhan suara ini tidak
dibahas oleh Gladwell,
tapi saya rasa sangat
penting dipahami oleh
mereka yang melaku-
kan perubahan.
Baiklah kita kembali pada kajian Gladwell yang telah berupaya mencari tahu
bagaimana hal-hal kecil telah berhasil membuat perubahan besar. Gladwell
menyimpulkan ada tiga Kaidah yang sangat penting dalam proses penyebaran itu.
Ketiga Kaidah ini menjadi sangat penting dalam setiap proses epidemi.
Tetapi untuk kepentingan Re-Code kita pecah
menjadi empat Kaedah, yaitu:
1. Hukum tentang Yang Sedikit (The Law of Few)
2. Faktor Kelekatan (The Stickness Factor)
3. Hukum tentang Kegaduhan Suara:
Jangan abaikan hal-hal kecil
4. Kekuatan Konteks (The Power of Context)
Dalam Hukum tentang Yang Sedikit, kita akan membahas siapa-siapa saja
pembawa berita itu dan karakter apa yang harus mereka miliki. Dalam Faktor
Kelekatan, Gladwell berbicara tentang konten yang harus tercakup dalam sebuah
pesan (strategi komunikasi). Dan dalam kekuatan konteks, kita akan membahas apa
saja hal-hal yang memungkinkan terjadinya transmisi epidemik, termasuk per-
ubahan-perubahan konteks (situasi politik dan ekonomi, kondisi sosial, waktu dan
tempat di mana suatu peristiwa terjadi).
Mari kita bahas satu per satu.
• • • Kaidah Pertama: Re-Code Dimulai dari Sedikit Orang
(Memanfaatkan The Law of Few)
Seperti Hukum Pareto, hukum tentang yang sedikit menandaskan ada sedikit
orang yang mampu menjalankan peran penularan (epidemik) yang sangat efektif.
Sebaliknya juga benar, yaitu bila terlalu banyak orang yang dilibatkan, maka tang-
gung jawab pun akan menyebar dan melemah.
Orang-orang yang jumlahnya sangat besar akan merasa
tanggung jawab berada pada punggung banyak orang,
sehingga dirinya hanya dituntut memikul sedikit.
Lagipula, andaikan kurang berhasil atau gagal, kegagalan dibebankan be-
ramai-ramai sehingga praktis energi tidak terfokus.
Kita hidup dalam
momen bersejarah,
di-mana perubahan
begitu cepat terjadi
sehingga kita
hanya melihat
hari ini ketika ia
sudah berlalu.'
-R.D. Laing-
Tahukah Anda?
-!- Semakin banyak saksi yang melihat seorang korban sedang ditodong atau disiksa,
semakin kecil kemungkinan korban mendapat bantuan. Mengapa? Tanggung jawab
menyebar!
+ Semakin banyak anggota DPR menerima uang ilegal, maka semakin kecil mereka
merasa sebagai suatu kesalahan, atau menyadari bahwa itu sama dengan kejahatan
korupsi. Mengapa? Tanggung jawab menyebar! + Peristiwa pembunuhan salah seorang artis terkenal di tahun 80-an konon diketahui
oleh lebih dari 25 orang tetangga yang saling membicarakan, tapi tak ada satu pun yang
mencegah, atau bahkan melapor pada polisi. Mengapa? Tanggung jawab menyebar!
-I- Pembunuhan terhadap seorang gadis remaja terungkap berkat seorang kuli bangu-
nan yang melihat seseorang sedang menggali lubang dan melarikan diri saat disapa.
Mengapa? Tanggung jawab dipikul oleh satu orang yang terbebani.
+ Ketika wabah HIV berjangkit di sebuah kota berpenduduk 1 juta orang, sumber
penyebarannya berasal dari hanya 1 - 2 bar saja. Dan dari 1000 pengunjung tetap, 900
orang di antaranya hanya berhubungan dengan satu orang pasangan, 100 orang
sisanya menularkan kepada empat - lima orang lainnya. Dan dari 100 orang itu ada
penyebar epidemi ekstrem yang mengencani lebih dari 200 orang remaja berusia 14-15
tahun, dan 80 orang di antaranya terinveksi virus HIV. Mengapa? Epidemi terpicu oleh
kepiawaian beberapa pembawa penyakit.
Re-Code The Critical Mass dimulai dari titik-titik kritikal, bukan dari sesuatu
yang massal.
Re-Code dalam proses perubahan berarti kita memulainya dengan
melakukan "treatment" pada beberapa orang secara ter-batas dengan
mencari siapa saja di antara mereka yang mampu membawa
perubahan itu pada orang yang lebih banyak.
Orang-orang ini berada dalam jaringan yang lebih luas dan memiliki sepe-
rangkat keterampilan sosial yang langka. Karena itu, jumlahnya sangat sedikit.
Kalau kita beri mereka previlege, maka kita menaruh beban di pundak mereka.
Orang-orang ini ada di sekitar kita, dan kita seringkali tidak menyadari, atau
bahkan kita mengabaikannya.
Ada lima tipe orang yang perlu kita perhatikan di sini:
1. Para penjaga pintu gerbang (Gate keepers)
Mereka adalah orang-orang yang setiap hari berdiri di depan pintu tertentu dan
berbicara dengan banyak orang.
Karena pintu gerbang adalah pintu utama, maka mau tidak
mau kebanyakan orang harus melewati pintu itu. Kalau
penjaga pintu gerbangnya ramah, maka mau tak mau ia akan
disapa dan menyapa.
Orang-orang akan berhenti sejenak dan bertanya, berdialog, menukar pikiran
atau memberi info tertentu kepadanya. Orang-orang ini memiliki keahlian dan
integritas yang berbeda-beda. Ada yang dengan cerdas memfilternya, menyam-
paikan hanya hal-hal yang benar dan baik, namun ada juga yang sama sekali tidak
tahu bagaimana cara menyaringnya. Carilah penjaga pintu gerbang yang terper-
caya dan latihlah bagaimana menyaringnya.
Titik-titik kritikal itu
adalah pusat-pusat
jaringan syaraf, seperti
seorang ahli akupuntur
yang memasukkan
jarum dalam jumlah
terbatas pada tubuh
pasien, namun langsung
menjangkau titik-titik
syaraf tertentu. Kalau
titik-titik pembawa
pesan yang efektif itu
dapat ditemukan, maka
ia akan dengan cepat
menyebarkan pada titik-
titik lain yang berada
dalam jaringannya.
Sebaliknya, bila titik
yang diserang terlalu
banyak, maka ia dapat
saling berhadapan satu
dengan lainnya dan
dapat memperlambat
penyebaran.
'Yang kita cari
adalah mereka
yang tahu, tetapi
begitu tahu de-
ngan benar juga
tergerak untuk
menceritakan nya
pada orangyang
membutuhkan-
nya.'
Justru orang-orang
biasalah yang
berpotensi melakukan
hal yang luar biasa.
"Revolusi " sendiri
- ibarat bagian
sebuah mantra,
gelombang verbal
dengan daya yang
membuat orang
bergerak, tanpa
bertanya gerang-
an maknanya.
- Goenawan
Mohammad -
Inilah salah satu
keunggulan bisnis multi
level. Tanpa iklan, tetapi
bergerak di tangan para
distributor yang terlatih
berbicara dan termoti-
vasi tinggi. Kita sebut
ini multi endorser.
Kisah Pembawa Pesan di CNI
SEBELUM bergabung di perusahaan multilevel nasional terbesar CNI, Harto Suseno
adalah kuli angkut dan penjaga toko di lingkungan Pasar Lindeteves, Glodok, Jakarta
Barat. Ia merasa pekerjaannya ini kurang terhormat, sehingga ia sering diperlakukan
tidak manusiawi. Wajar kalau Harto harus berpindah-pindah kerja. Sampai akhirnya ia
bekerja sebagai petugas sales untuk produk lem sepatu sebelum bergabung dengan
CNI pada tahun 1990. Ia mengutarakan "jatuh cinta" karena CNI dan para leader-nya te-
lah memperlakukan dirinya sebagai "manusia", yaitu penuh respek tanpa melihat apa
status pekerjaannya. Katanya sambil berkaca-kaca, "Saya ini 'kan dulunya dekil, rambut
gondrong, tubuh kurus. Tetapi, oleh para leader dan mitra (usaha) lain saya benar-benar
diperlakukan manusiawi, dihargai, tanpa melihat kondisi saya. Ini yang susah didapat di
tempat kerja saya bekerja dulu. Bahkan, Pak Alex, Crown Agency Manager CNI, tidak risi
mau mengobrol dengan saya. Saya benar-benar tersentuh."
Bergabung bukan berarti ia serta merta menjalankan bisnis ini. Dia tetap menjalan-
kan profesi lamanya sebagai sales kanvaser lem sepatu, tanpa melakukan apa-apa di
CNI. Tetapi kehidupan juga semakin sulit. Biaya hidup semakin besar. Keadaan ini mem-
buatnya berpikir ulang soal cita-citanya dulu : menjadi pekerja mandiri dan bisa punya
penghasilan lumayan.
Kesempatan ini mulai terbuka ketika dia ikut pelatihan yang diadakan CNI. Di sana,
para leader dan mitra usaha CNI yang sukses memberi motivasi kepadanya dan bebera-
pa mitra usaha lainnya. Harto merasa di situlah dia merasa cocok untuk memulai hidup
yang baru. "Akhirnya, perlahan-lahan saya mulai dapat pelajaran banyak di CNI, baik
melalui training, home sharing, maupun ketika saya melakukan prospek," kata Harto.
Dan sejak itu Harto mulai bekerja lebih giat mengembangkan jaringan ke seantero
Jakarta dan sekitarnya. Kini dia pun bisa menikmati hasil jerih payahnya. Jaringannya
sudah mencakup ribuan orang yang terbagi dalam 4 grup.
Harto Suseno sekarang menjadi seorang "pembicara" aktif CNI untuk konsumsi
masyarakat luas. Harto memiliki dua metode untuk mengembangkan pemasaran dari
mulut ke mulut, yaitu cara spontan dan terjadwal. Cara spontan dilakukan di dalam
perjalanan di mana pun ia berada, sedangkan yang terjadwal, biasanya Harto melaku-
kannya di tempat-tempat pertemuan CNI, seperti home sharing, presentasi bisnis di
kantor-kantor cabang atau cabang pembantu CNI, atau setelah melakukan janji melalui
telepon dengan seseorang yang baru dikenalnya.
Harto Suseno cukup serius mempersiapkan diri untuk "berbicara". Umumnya satu
minggu sebelumnya Harto sudah berlatih. "Saya kurang pandai bicara sebenarnya,"
Dostları ilə paylaş: |