Dalam Rencana Kerja Pemerintah 2008, telah ditetapkan program dan fokus kegiatan pengurangan risiko bencana melalui pendayagunaan rencana tata ruang wilayah sebagai salah satu instrumen utama untuk mengurangi resiko bencana dan peningkatan kualitas informasi, data maupun peta wilayah rawan bencana yang memadai bagi analisa pola pemanfaatan ruang sekaligus menguatkan kelembagaan di tingkat daerah dalam pengendalian pemanfaatan rencana tata ruang wilayah.
Di bidang kesehatan, status kesehatan masyarakat terus menunjukkan perbaikan, hal ini antara lain dapat dinilai melalui perbaikan berbagai indikator kesehatan seperti penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 334 (SDKI 1997) menjadi 307 per 100,000 kelahiran hidup (SDKI 2002 2003).
Namun demikian untuk mencapai sasaran penurunan AKI pada tahun 2009 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup, diperlukan upaya yang lebih keras. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang saat ini baru mencapai 71,9 persen (Susenas 2007). Upaya penurunan AKI juga perlu didukung dengan perbaikan keadaan gizi ibu hamil, pendidikan ibu, peran perempuan, penanggulangan kemiskinan, serta peningkatan sarana prasarana transportasi.
Demikian pula dengan status gizi anak balita mengalami perbaikan yang ditandai dengan menurunnya persentase balita yang mengalami kekurangan gizi dari 34,4% pada tahun 1999 menjadi 28,02% pada tahun 2005 (Susenas 2007). Namun demikian untuk mencapai target sebesar 20% pada tahun 2009, perlu upaya yang lebih intensif dengan meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, memperbaiki pola asuh, dan meningkatkan pelayanan kesehatan dasar.
Flu burung telah menjadi isu global dan nasional karena memiliki dampak besar pada kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa manusia. Jumlah kasus kematian ternak unggas akibat flu burung sangat tinggi dan tersebar di seluruh provinsi. Sementara jumlah kasus flu burung pada manusia juga cenderung terus meningkat. Sampai akhir Februari 2008 kasus flu burung pada manusia mencapai 129 kasus dan 105 diantaranya meninggal. Dengan kondisi ini, pencegahan dan pengendalian flu burung memerlukan upaya menyeluruh dan terintegrasi dari segi tata laksana kesehatan hewan dan kesehatan manusia, termasuk upaya dalam rangka kesiapsiagaan menghadapi pandemi. Rencana Strategis Nasional (Renstranas) Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza 2006 2008 menjadi acuan kebijakan pelaksanaan upaya pengendalian flu burung dan saat ini Renstranas tersebut sedang dalam proses perumusan kembali. Upaya pencegahan dan penanggulangan di bidang kesehatan manusia yang telah dilaksanakan mencakup penatalaksanaan kasus di rumah sakit, penyernaan ruang isolasi perawatan di 100 rumah sakit rujukan, penguatan laboratorium pengujian, penyediaan obat Oseltamivir, surveilans epidemiologi, perlindungan bagi petugas yang berisiko tinggi, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, serta melakukan kaji tindak.
Cakupan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan kurang mampu melalui program jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin (JPK MM)/Askeskin terus meningkat yaitu dari 36,4 juta orang (2005) menjadi 76,4 juta orang (2007). Untuk itu pada tahun 2009 Askeskin perlu terus dilanjutkan dengan jaminan kesehatan pada masyarakat (jamkesmas) untuk meningkatkan akses penduduk miskin dan kurang mampu di kelas III RS dan peiayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas dan jaringannya. Selain itu, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dasar terutama di daerah tertinggal, terpencil, daerah perbatasan, dan daerah bencana perlu ditingkatkan.
Sehubungan dengan pembangunan keluarga kecil berkualitas, pengendalian kuantitas penduduk merupakan salah satu aspek penting untuk menjamin tercapainya penduduk tumbuh seimbang dan pembangunan berkelanjutan di masa yang akan datang. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat meskipun laju pertumbuhannya terus menurun. Pada tahun 2000 penduduk
Indonesia berjumlah 205 juta jiwa, tahun 2008 menjadi 228 juta jiwa, dan hingga satu dekade ke depan diperkirakan bertambah sekitar 3 juta jiwa per tahun. Penurunan angka kelahiran dan kematian bayi yang terjadi selama ini telah merubah struktur umur penduduk yaitu persentase penduduk usia produktif terus meningkat sementara persentase penduduk usia non produktif, khususnya penduduk muda (0 14 tahun) semakin menurun. Keadaan ini di satu sisi mengindikasikan telah terjadi penurunan persentase penduduk sebagai beban pembangunan (dependenry ratio) sementara di sisi lain juga merupakan keuntungan ekonomi (Bonus Demografi/BD). Penurunan persentase penduduk muda mengurangi besarnya biaya untuk pemenuhan kebutuhannya sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk membiayai pembangunan bidang lainnya. Diperkirakan, BD akan terentang hingga sekitar tahun 2020. Rasio beban ketergantungan yang sebesar 48,9 persen (tahun 2006) diperkirakan turun menjadi 47,2 persen (tahun 2008) dan terus menurun hingga mencapai titik terendah 44,5 persen pada tahun 2017. Pada waktu rasio beban ketergantungan mencapai angka terendah ini terbukalah jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk Indonesia. Namun demikian kesempatan yang menguntungkan pembangunan itu tidak akan pernah tercapai bahkan akan merugikan bila laju pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan dan kualitas penduduk tidak ditingkatkan secara terus menerus dan konsisten, antara lain melalui kegiatan Keluarga Berencana (KB).
Sementara itu, Pemerintah secara terus menerus memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Kesungguhan Pemerintah tersebut tercermin oleh hasil yang cukup menggembirakan seperti yang terlihat dari peningkatan angka partisipasi pendidikan pada semua jenjang. Pada tahun 2007, angka partisipasi murni (APM) pada jenjang SD/MI dan yang sederajat mencapai 94,90 persen. Sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pada jenjang SMP/MTs dan yang sederajat serta SMA/SMK/MA/SMALB/Paket C masing masing mencapai 92,52 persen dan 60,51 persen. Sementara itu, APK pada jenjang pendidikan tinggi (PT) yang mencakup pula perguruan tinggi agama (PTA), dan Universitas Terbuka (UT) adalah sebesar 17,25 persen. Adapun angka partisipasi sekolah (APS) atau persentase penduduk yang mengikuti pendidikan formal untuk kelompok umur 7 12 tahun tercatat sebesar 97,4 persen, kelompok umur 13 15 tahun sebesar 84,1 persen, dan kelompok umur 16 18 tahun sebesar 53,9 persen.
Perkembangan yang cukup menggembirakan terjadi dalam peningkatan kuantitas fasilitas layanan pendidikan. Rasio murid per ruang kelas sebesar 26 untuk SD/MI dan 40 untuk SMP/MTs. Pada saat yang sama, rasio murid per guru adalah 21 untuk SD/MI dan 13 untuk SMP/MTs.
Dalam hal perbaikan pengelolaan sumber daya hutan berbagai upaya untuk telah banyak dilakukan oleh pemerintah. Pada tahun 2007 pelaksanaan kegiatan yang dilakukan telah menghasilkan berbagai pencapaian. Dalam pengamanan kawasan hutan telah dilaksanakan antara lain: (1) operasi pengamanan fungsional dan operasi khusus melalui kerja sama dengan POLRI, Kejaksaan, TNI AL, BIN, PPATK di 10 provinsi rawan illegal logging; dan (2) penguatan kapasitas kelembagaan Pengamanan Hutan (Pamhut) dan pembentukan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di 10 lokasi.
Sementara itu, upaya penertiban peredaran hasil hutan telah mencapai hasil antara lain: (1) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kayu meningkat sebesar 8 persen dari tahun 2006; (2) uji coba Sistem Informasi Penata Usahaan Hasil Hutan (SI PUHH) dan penatausahaan Provisl Sumber Daya Hutan/Dana Reboisasi (PSDH/DR) berbasis Teknologi Informasi (TI) di 3 Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP); (3) implementasi penatausahaan SI PUHH dan PSDH/DR berbasis TI (on line) di 11 BP2HP; (4) dilakukannya monev illegal logging dan monev hasil lelang basil hutan ilegal; dan (5) pengembangan sertifikasi dan pengujian hasil hutan.
Selanjutnya, pembangunan bidang energi dan sumber daya mineral, selama tahun 2007 telah dilakukan beberapa kegiatan, antara lain: penyelesaian blueprint peningkatan kapasitas nasional bidang minyak dan gas bumi (migas) sebagai upaya peningkatan kapasitas nasional dalam industri migas, perumusan kebijakan dan regulasi usaha penunjang migas beserta keberpihakannya, penawaran 30 wilayah kerja migas, baik secara penawaran langsung ataupun penawaran melalui tender (regular dan direct offer), penandatanganan 26 kontrak kerja sama (KKS) dengan komitmen investasi untuk 3 tahun mendatang sebesar US$ 640,31 juta dan bonus tanda tangan sebesar US$ 50,53 juta. Sejak berlakunya UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, kegiatan pengusahaan migas terus meningkat secara berturut turut, tahun 2005 terlaksana 28 kegiatan usaha, tahun 2006 terlaksana 32 kegiatan usaha dan tahun 2007 terlaksana 35 kegiatan usaha. Kegiatan kegiatan ini terutama berkaitan dengan kegiatan kegiatan keniagaan migas termasuk niaga umum BBM, LPG, hasil olahan dan lain sebagainya.
Sementara itu, pembangunan bidang lingkungan hidup tetap dilaksanakan dengan menitikberatkan pada pengendalian penggunaan sumber dara alam secara berkelanjutan serta pengendalian praktek perusakan/penurunan kualitas lingkungan. Hingga tahun 2007, telah dilaksanakan kegiatan Adipura, program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER), program kali bersih, program langit biru, pembinaan tim penilai AMDAL, program menuju Indonesia hijau, program Debt for Nature Swap dengan Pemerintah Jerman, program pembangunan bersih yang dikoordinasi oleh Komnas Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB), program energi efisiensi di industri kecil dan menengah, penegakan hukum lingkungan dan pemberdayaan masyarakat yang terus akan dilakukan untuk memperluas cakupannya. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia juga telah melaksanakan kegiatan di bidang perlindungan lapisan ozon melalui penghapusan pemakaian bahan perusak ozon (BPO) di berbagai mesin pendingin (chiller) dan memasyarakatkan penggunaan metered dosed inhaler (MDl).
Untuk meningkatkan kapasitas daerah di bidang lingkungan hidup, pada tahun 2007, telah disalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Lingkungan Hidup kepada Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Kabupaten/Kota untuk pemantauan kualitas air, pengendalian pencemaran air serta perlindungan sumber daya air. Hal hal tersebut di atas terus dilanjutkan pada tahun 2008 termasuk membangun fasilitas dan infrastruktur lingkungan, serta kebijakan nasional mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim.
A.2. MASALAH DAN TANTANGAN POKOK TAHUN 2009
Dengan berbagai kemajuan yang dicapai pada tahun 2007 dan perkiraan pada tahun 2008, dari 3 (tiga) agenda pembangunan yang ditetapkan dalam RPJMN 2004 2009, hasil pelaksanaan agenda pembangunan aman dan damai serta agenda pembangunan adil dan demokratis telah mengarah kepada keadaan yang diinginkan. Sementara itu, hasil pelaksanaan agenda peningkatan kesejahteraan masyarakat terus menunjukkan kemajuan. Namun demikian, masih banyak permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Masalah dan tantangan utama yang dihadapi pada tahun 2009 diantaranya adalah sebagai berikut.
MEMBANGUN DAN MENYEMPURNAKAN SISTEM PERLINDUNGAN SOSIAL KHUSUSNYA BAGI MASYARAKAT MISKIN. Terkait dengan upaya penurunan jumlah penduduk miskin, upaya pembangunan dan penyempurnaan sistem perlindungan sosial masih merupakan masalah dan tantangan tersendiri yang harus dipecahkan. Akses masyarakat terutama masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan serta air bersih dan sanitasi dasar masih terbatas. Selain itu, jwnlah penduduk yang rentan untuk jatuh miskin karena guncangan ekonomi maupun karena bencana alam masih cukup besar. Saat ini terdapat 3,8 juta jiwa korban bencana alam, 2,5 juta jiwa orang cacat, 2,8 juta anak telantar, 145 ribu anak jalanan dan 1,5 juta penduduk lanjut usia, 64 ribu gelandangan dan pengemis, serta 66 ribu tuna susila yang membutuhkan bantuan dan jaminan sosial. Selain itu, kondisi kemiskinan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga harga kebutuhan pokok dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang pada akhirnya akan mempengaruhi daya beli masyarakat miskin. Kesemuanya ini merupakan masalah dan tantangan yang harus ditangani agar efektifitas penurunan jumlah penduduk miskin dapat ditingkatkan.
MENYEMPURNAKAN DAN MEMPERLUAS CAKUPAN PROGRAM PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan pertumbuhan ekonomi secara bertahap terus meningkat, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan masih besar dan penurunannya berjalan lambat. Persentase penduduk miskin pada Triwulan I Tahun 2008 sebesar 15,4 persen dan desa miskin/tertinggal mencapai lebih dari 46 persen. Masalah pokok yang dihadapi dalam menurunkan jumlah penduduk miskin antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, upaya pembangunan yang dilakukan masih belum merata dan belum mencapai seluruh masyarakat, khususnya bagi yang berada di perdesaan dan luar Jawa. Padahal sebesar 63,5 persen dari jumlah penduduk miskin tinggal di perdesaan, dan persentase kemiskinan di luar Pulau Jawa terutama Nusa Tenggara, Maluku dan Papua juga lebih tinggi dibanding di Pulau Jawa. Kedua, pelaksanaan program pembangunan masih bersifat parsial dan belum terfokus. Ketiga, kemandirian masyarakat dalam proses pembangunan berbasis masyarakat masih sangat terbatas. Oleh sebab itu tantangan yang harus dihadapi adalah menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat.
MEMPERKUAT USAHA MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH. Tingkat pendapatan masyarakat sangat bergantung pada ketersediaan dukungan bagi perkembangan usaha mereka.
Dukungan yang dibutuhkan terkait dengan jaminan lokasi usaha, prasarana dan sarana fisik perekonomian yang memadai, akses terhadap sumberdaya, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan dan mengelola usaha. Dukungan usaha masyarakat yang terbatas menimbulkan permasalahan berupa tingkat pendapatan yang rendah, akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi dan politik yang terbatas, kewirausahaan dan kapasitas pengelolaan usaha yang rendah. serta arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang masih berorientasi pada "inward looking" sehingga menghambat berkembangnya pusat pusat pertumbuhan ekonomi baru. Keterbatasan dukungan akses terhadap sumberdaya, khususnya pembiayaan, merupakan masalah yang paling mendesak untuk ditangani. Hal ini terutama dirasakan oleh masyarakat miskin, hampir miskin dan tidak mampu yang memiliki kegiatan usaha produktif yang tersebar di berbagai lapangan usaha dan lokasi. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah tersebut pada umumnya tidak memiliki jaminan yang cukup untuk mengakses kredit/pembiayaan perbankan, meskipun mereka memiliki usaha yang layak secara ekonomi untuk dibiayai. Kondisi tersebut mendorong dikeluarkannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu percepatan penyaluran kredit/pembiayaan yang berasal dari sumber dana perbankan dengan dukungan penjaminan untuk kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi (Inpres 06/2007). KUR diberikan kepada UMKM dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau klaster yang layak untuk dibiayai namun belum menjadi nasabah bank. Besarnya kredit/pembiayaan kepada UMKM dan koperasi menjangkau kebutuhan kelompok masyarakat berpendapatan rendah (kredit/pembiayaan di bawah Rp 5 juta) dan kebutuhan kelompok masyarakat yang usahanya terus berkembang (kredit/pembiayaan Rp 5 juta - Rp 500 juta). Program KUR juga dilengkapi dengan pendampingan mulai dari penyiapan proposal kredit sampai dengan penggunaan kredit (pengelolaan keuangan). Efektivitas penyaluran KUR dan pendampingannya merupakan tantangan yang harus ditangani secara tepat untuk mendukung upaya perkuatan usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat.
MENINGKATKAN AKSES DAN KUALITAS PENDIDlKAN. Salah satu unsur pelayanan dasar yang diperlukan masyarakat adalah pendidikan. Permasalahan utama yang dihadapi bidang pendidikan adalah masih diperlukannya peningkatan akses, pemerataan, dan kualitas pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang masih membutuhkan upaya keras untuk mencapai target RPJMN 2004 2009.
Upaya keras ini perlu dilakukan terutama untuk meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) SMP/MTs/Sederajat yang baru mencapai 92,52 persen pada tahun 2007. Di samping itu, masih ditemui adanya kesenjangan pencapaian APK yang cukup tinggi antar daerah, antarkota dan desa, serta antarpenduduk kaya dan miskin. Kesenjangan antar daerah tersebut terlihat dari masih adanya 75 kabupaten/kota yang variasi pencapaian APK SMP/MTs/Sederajat kurang dari 75 persen, dan 121 kabupaten/kota yang APK nya sekitar 75 90 persen.
Selain tantangan untuk meningkatkan angka partisipasi kasar, permasalahan dan tantangan lain yang dihadapi di bidang pendidikan adalah besarnya jumlah lulusan SMP/MTs yang karena alasan ekonomi tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, misalnya dengan alasan ingin membantu meringankan beban ekonomi keluarga, sehingga mereka lebih memilih bekeja dibandingkan melanjutkan ke jenjang sekolah menengah.
Permasalahan dan tantangan lain yang juga tidak kalah pentingnya adalah memperkecil kesenjangan antara sasaran dan pencapaian angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas yang mencapai 2,2 persen. Secara persentase angka tersebut memang tidak terlalu besar, namun mengingat proporsi buta aksara terjadi pada penduduk usia 45 tahun ke atas yang umumnya memiliki minat
belajar yang rendah, maka upaya yang dilakukan harus lebih besar. Dalam hal ini peran pendidikan nonformal menjadi sangat diperlukan dan harus dapat dimanfaatkan.
Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan juga merupakan masalah dan tantangan yang harus diselesaikan. Hal ini disebabkan karena lembaga pendidikan dinilai belum sepenuhnya mampu memenuhi tuntutan masyarakat akibat ketersediaan pendidik berkualitas belum memadai, persebarannya belum merata, dan kesejahteraannya yang masih terbatas; serta ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran yang belum mencukupi.
MENINGKATAN KUALITAS KESEHATAN. Selain pendidikan, kesehatan juga merupakan unsur penting yang menjadi indikator dan sekaligus merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Meskipun pembangunan kesehatan telah dilakukan secara terus menerus, namun masih terdapat permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dalam bidang kesehatan.
Beberapa permasalahan dan tantangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, kesehatan ibu dan anak masih perlu ditingkatkan, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian anak balita. Kedua, masalah gizi utama masih memerlukan penanganan intensif seperti kurang energi protein pada ibu hamil, bayi, dan balita, serta berbagai masalah gizi lain seperti anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium, kurang vitamin A dan kurang zat gizi mikro lainnya. Ketiga, penyakit menular masih cukup tinggi antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya jumlah penderita malaria, penderita TB, kejadian demam berdarah dan kejadian luar biasa diare, kasus penyakit flu burung pada manusia, dan jumlah kumulatif kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan. Keempat, akses terhadap pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan daerah bencana masih perlu ditingkatkan. Kelima, jumlah dan distribusi tenaga kesehatan masih terbatas khususnya di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan. Keenam, ketersediaan obat dan pemanfaatan obat generik serta pengawasan terhadap obat, makanan dan keamanan pangan masih perlu ditingkatkan. Ketujuh, perlu disusun peraturan perundang undangan untuk mendukung pelayanan kesehatan seperti peraturan perundang undangan tentang Rumah Sakit, obat, psikotropika, dan SDM kesehatan.
MENGENDALIKAN PERTUMBUHAN PENDUDUK. Hasil Supas 2005 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan Total Fertility Rate (TFR) di beberapa daerah baik di daerah yang TFR-nya masih di atas rata rata nasional (Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo) maupun di beberapa daerah yang TFR nya sudah berada pada tingkat replacement level yaitu TFR kurang dari 2,1 (DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali). Disamping itu, berdasarkan distribusi kelompok pengeluaran keluarga, TFR pada kelompok termiskin sekitar 3,0 lebih tinggi daripada kelompok terkaya yang besarnya 2,2. Pola serupa juga ditunjukkan oleh rata rata jumlah anak yang dilahirkan hidup pada perempuan yang pernah menikah yaitu pada kelompok termiskin sebanyak 3,3 orang, dibandingkan dengan kelompok terkaya sebanyak 2,7 orang.
MENINGKATKAN PELAYANAN INFRASTRUKTUR DI DESA SESUAI STANDAR PELAYANAN MINIMUM (SPM). Kesejahteraan masyarakat dan kegiatan perekonomian hanya akan dapat ditingkatkan apabila tersedia pelayanan infrastruktur yang memadai. Meskipun upaya peningkatan pelayanan infrastruktur perdesaan telah dilakukan, namun masih diperlukan berbagai upaya lanjutan dalam rangka meningkatkan pelayanan infrastruktur perdesaan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
Di bidang sumber daya air masalah pokok yang dihadapi antara lain adalah belum optimalnya fungsi sarana dan prasarana sumber daya air dalam memenuhi kebutuhan air irigasi dan air baku perdesaan serta pengendalian daya rusak air. Adapun tantangannya adalah ketersediaan air dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat untuk seluruh wilayah Indonesia.
Di bidang transportasi masalah pokok dan tantangan yang dihadapi antara lain; (1) rendahnya akses terhadap pelayanan transportasi khususnya untuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan, pedalaman, perbatasan, dan pulau pulau kecil; (2) kurangnya keselamatan dan keamanan pelayanan transportasi sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dan standar internasional; (3) kurangnya aksesibilitas masyarakat terhadap infrastruktur transportasi terutama di daerah perdesaan, pedalaman, perbatasan, dan pulau pulau kecil melalui pelayanan angkutan yang murah dan terjangkau untuk masyarakat miskin dan masyatakat yang tinggal di wilayah terpencil dan pedalaman.
Sementara di bidang energi dan ketenagalistrikan, masalah pokok yang dihadapi, adalah rendahnya tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana energi dan belum memadainya fasilitas sistem ketenagalistrikan. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini memang tidak mudah karena kondisi demografis dan geografis yang bervariasi dengan persebaran penduduk tidak merata dan potensi energi yang sangat bervariasi. Untuk itu tantangannya adalah mengembangkan sumber energi dan kelistrikan yang disesuaikan dengan kondisi demografis dan geografis dengan layak secara finansial, ekonomis dan sosial budaya.
Di bidang pos dan telematika, masalah pokok dan tantangan yang dihadapi adalah rendahnya jumlah akses, kualitas, dan jangkauan layanan pos dan telematika di perdesaan, menurunnya wilayah jangkauan penyiaran. Terkait dengan telekomunikasi tantangan utamanya adalah perluasan layanan telekomunikasi dan jangkauan penyiaran serta pos hingga ke seluruh pelosok tanah air.
Di bidang perumahan dan permukiman masalah dan tantangan yang dihadapi adalah peningkatan kebutuhan perumahan dan prasarana sarana permukiman seperti jaringan air minum, jaringan air limbah, persampahan, dan jaringan drainage. Selain itu, rendahnya kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah serta harga rumah yang terus meningkat karena meningkatnya harga lahan serta masih adanya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dalam perijinan pembangunan perumahan, merupakan tantangan yang dihadapi dalam perumahan.
MENINGKATKAN AKSES MASYARAKAT PERDESAAN PADA LAHAN. Masalah dan tantangan lain yang dihadapi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap lahan, terutama masyarakat perdesaan. pada kenyataannya masih terjadi ketidakadilan dan ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T). Disamping itu masih maraknya sengketa dan konflik pertanahan turut menghambat akses masyarakat perdesaan pada lahan. Keterbatsan akses masyarakat terhadap lahan lebih lanjut menyebabkan keterbatasan akses terhadap sumber permodalan.
Dostları ilə paylaş: |