diri sebagai pemimpin yang optimis. Bagi saya
apa saja selalu me-mungkinkan. Saya katakan,
"Marilah kita belajar dari yang kemarin, tetapi kita
juga harus menciptakan hal yang baru di masa
depan. Jadi, mari kita bergerak untuk mencapai
1000 orang." Saya percaya jum-
lah orang yang membutuhkan pasti jauh lebih
besar lagi, asalkan kita tidak mem-batasi mereka
pada kotak-kotak etnik, agama, afiliasi
kepartaian (politik), bahkan batasan wilayah
(RT/RW/Kelurahan). Jadi sesama orang yang
membutuhkan, asal mereka tidak mampu,
welcome!
Semua orang pun mulai bergerak. Kami
memberi pengumuman di masjid-masjid, gereja,
sekolah, dan memasang beberapa buah
spanduk. Supaya RT-RT dan RW-RW lain, atau
kelurahan lain terlihat, maka kami mendekati
kelurahan. Istri saya pun datang menghadap Pak
Lurah. Di kelurahan, pak lurah sulit ditemui. Tapi
sekretaris kelurahan siap mendukung dan
mengatakan akan membantu.
CNI adalah perusahaan
dagang Indonesia
yang memproduksi
Sun Chlorella dan
makanan kesehatan
terbesar se- Indonesia
yang dipasarkan
mela-
lui jaringan multilevel
marketing dengan
prinsip'kesungaian'.
Ia beroperasi di 6
negara, Indonesia,
Malaysia, Singapura,
India, Hongkong, dan
China. Di Indonesia
CNI punya ratusan ribu
anggota aktif. Tahun
2006, sudah berusia 20
tahun.
Lebih lanjut mengenal
kesuksesan CNI, saya
rekomendasikan baca
"River Company: Apa
yang Membedakan CNI
dengan Perusahaan
Kubangan",Rhenald
Kasali, 2006.
sambut. Bantuan itu datang dari perusahaan pembuat kopi ginseng yang disalur-kan lewat
jaringan MLM, yaitu CNI. Petugas CNI segera datang dan mengatur rencana bersama.
Kenyataan-kenyataan seperti di atas tentu tidak hanya terjadi di satu kelurah-an,
mungkin terjadi di hampir semua kelurahan dan kecamatan. Bahkan sangat mungkin terjadi
di hampir semua departemen-departemen dan lembaga-lembaga serta badan-badan usaha
milik negara. Saya kira inilah saatnya me-Re-Code PNS dan pemerintahan kita. Tanpa
upaya yang serius dari para menteri dan pejabat dalam memperbaharuinya, maka rakyat
akan frustrasi. Padahal Re-Code di pemerintahan mustahil dikerjakan oleh seorang menteri
saja atau seorang sekretaris jendral. Upaya ini memerlukan tindakan yang menyeluruh dan
terpadu.
Pengobatan Gratis dari
RIVER COMPANY
CNI Iayak dijuliki "River
Company" karena ia
bukan sekadar economic
company atau
marketing company,
melainkan a social
oriented com-pany. Ia
membangun
komunitas ekologis,
memancarkan mata air
bersih, dengan
nilai—nilai yang kuat dan
menembus batas.
Tetapi di kantor kelurahan puluh-
an orang pegawainya meman-dang
kami penuh curiga. Bahkan mereka tak
berdiri dari tempat duduk masing-
masing. Terkesan tidak peduli, tetapi
dengan cepat menjawab "tidak tahu."
Mereka cuma asyik membaca koran,
meneguk kopi hangat, merokok dan
berbicara di antara mereka.
Keluar dari kantor kelurahan, ibu-ibu
Posyandu merasa gerah. Mengapa petugas
kelurahan tak peduli? Bukankah kegiatan ini
sangat membantu peningkatan kinerja
mereka? Dua hari berlalu, Pak Lurah yang
ditunggu-tunggu tidak pernah mengunjungi
kami, seminggu berlalu juga demikian.
Padahal kita perlu berkoordinasi, dan
kelurahan berjanji akan memanggil para
ketua RT/RW serta
menghubungi kelurahan lain. Yang dijan-
jikan tak pernah ada kelanjutannya.
Sampai selesai pelaksanaan, lebih dari
1200 pasien hadir memperoleh pe-ngobatan,
tapi tak satu pun petugas kelurahan yang
muncul, atau terlibat. Bahkan hubungan
dengan ketua-ketua RT dan ketua RW,
semua dikerjakan oleh para warga. Hampir
semua warga kami terlibat. Yang memiliki
kendaraan menye-tir sendiri menjemput
kakek/nenek yang sakit dan mengantarkan
pulang. Yang memiliki peralatan musik
meminjamkan sound system, dan
seterusnya.
Semua rakyat senang, keluarga-
keluarga miskin pun tersenyum,
tetapi sebuah pertanyaan tersisa
dibibir mereka:
Masihkah kita memerlukan peme-
rintah?
Pada organisasi-organisasi yang lebih strategis, para pemimpin sering
mengeluh:
"Kami ajak rapat malam hari mereka sudah pulang. Diminta menunggu, hanya separuh yang masih
menunggu. Kalau dipaksa rapat, besoknya surat kaleng atau SMS kaleng yang mencaci maki pemimpin-
nya pun beredar luas."
"Kami beri perintah mengambil warna biru, yang diambil warna hijau. Kami minta hijau, yang datang
merah.... Kita benar-benar perlu memimpin dengan penuh kesabaran."
"Anggaran sudah ada, tetapi mengapa tidak ada yang dibelanjakan? Mereka bilang takut tersangkut perkara
dan ditangkap KPK..."
"Mereka senang bepergian, menghabiskan anggaran. Yang pergi dua orang tetapi SPPD (Surat Perintah
Perjalanan Dinas) yang dibawa delapan buah. Ke mana sisa uang yang dikeluarkan...?"
"Bantuan-bantuan teknis berupa mesin dan alat-alat dari pemerintah tak ada yang bisa dipakai. Alatnya
terlalu rumit, cepat rusak dan tidak sesuai dengan kebutuhan..."
"Tsunami, gempa, banjir lumpur, gunung meletus, lalu Tsunami lagi,.... ke mana aparat pemerintah? Me-
ngapa tenaga medis asing datang lebih cepat?"
'Perusahaan-perusahaan yang dikelola pemerintah selalu merugi atau dibuat rugi. Tapi mengapa mereka
membuat lagi perusahaan-perusahaan baru?"
Semua komentar itu bila diteruskan hanya menimbulkan rasa frustrasi, marah
dan sekaligus rasa tak berdaya dan malu.
Mereka diterima melalui proses screening yang ketat. Sebagian besar mereka
adalah lulusan universitas-universitas negeri terkenal di negeri ini. Tak jarang di
antara mereka adalah orang-orang hebat yang dikenal di angkatan masing-masing
di kampus-kampusnya. Memang kita tetap menemui orang-orang bagus di
pemerintahan, tetapi jumlah mereka tidak banyak. Sebagian besar sulit berkem-
bang, lebih memposisikan diri sebagai "follower" daripada "leader", dan hampir
semua surat mereka selalu ditutup dengan kalimat "mohon petunjuk dan arahan
bapak/ibu." Maka tak heran bila konsep-konsep baru menjadi sulit diperkenalkan
apalagi dijalankan.
Apakah mereka saling menyesuaikan satu dengan yang lain? Apakah ada
interaksi? Ternyata tidak.
Sebagian orang mengatakan, semua penyebabnya adalah tak ada "pemimpin".
Namun setelah mereka mendapat pemimpin baru yang berhasil dari luar peme-
rintahan, ternyata perubahan juga tak kunjung datang.
Di badan-badan usaha milik negara juga banyak ditemui hal-hal serupa. Pu-
luhan jenis pelatihan dan konsultan-konsultan kelas dunia telah dilibatkan. Tetapi
hanya sedikit yang berhasil keluar dari evolusi "penuaan" dan kembali agresif se-
hingga mampu bersaing di pasar. Sebagian perusahaan yang merupakan warisan
dari zaman dulu (zaman Belanda) bahkan masih menggunakan peralatan, pabrik,
kebun, metode bekerja, sampai produk-produk yang dihasilkan, sama persis de-
ngan keadaan di masa lalu. Padahal tuntutan-tuntutan baru sudah berubah sama
sekali.
Kalau sudah demikian, masih bisakah mereka bersikap ramah dan murah
Senyum kepada publik? Masih bisakah kita bandingkan mereka dengan perusaha-
an-perusahaan modern yang kaya sentuhan dan sejahtera?
Pejabat jangan terjebak
dengan kekuasaan
"memberi pengarah-
an" dan bawahan
terbelenggu kebiasaan
"mohon petunjuk".
Saatnya mengubah cara
berpikir dan memimpin.
'Saat Anda
mengandalkan
konsultan...
Ingat! Ia yang
bekerja untuk
organisasi.
An eh... bila kon-
sultannya yang
dipuji-puji, anak
buahnya yang
dibodoh-bodohi.'
FAKTANYA, BADAN-BADAN PEMERINTAH TERDIRI
ATAS ORANG-ORANG HEBAT. TETAPI MENGAPA
ORGANISASINYA NYARIS LUMPUH?
Mereka tetap
terbelenggu dengan
tradisi lama, dan makin
hari semakin lumpuh.
Petugas sibuk dengan
urusan administrasi.
Pekerjaan banyak, gaji
kecil tetapi boros,
respons lamban, tingkat
kesalahan cukup tinggi,
kreativitas mandek,
tapi kesejahteraan
memburuk. Salahnya
di mana?
Tetapi kenyataan ini
bukan terjadi di peme-
rintahan saja. Banyak
bisnis keluarga dan
perusahaan besar yang
ternyata sama saja.
Setiap kali menghadapi masalah seperti ini, pikiran kita, apakah sebagai
pemilik, anggota masyarakat, profesional atau pengamat, selalu diarahkan pada
pentingnya mencari pemimpin yang ideal. Seakan-akan, dengan memperoleh se-
orang "super CEO", urusan akan beres.
Sampai disini kita sering mengabaikan bahwa ja-ngan-
jangan kita telah melupakan sesuatu yang sangat penting,
yaitu unsur pembawa sifat yang membentuk organisasi.
••• Organisasi juga Dibentuk oleh DNA
Makhluk hidup terdiri atas jutaan sel dan pada setiap sel itu terkandung mole-
kul-molekul pembawa sifat yang kita sebut DNA.
Karena dibentuk dan dikerjakan oleh manusia, maka
organisasi pun sebenarnya dapar dipandang sebagai
makhluk hidup.
Organisasi dapat dilahirkan, tumbuh, melewati masa kanak-kanak, remaja dan
menjadi tua. Organisasi juga bisa menjadi sakit, lumpuh, tidak berdaya, dan
akhirnya mati. Seperti kisah tentang orang-orang Gypsy dan para pegawai negeri
di negara-negara transisi di atas, organisasi juga berevolusi. Dari organisasi yang
bergairah dan digemari menjadi organisasi yang loyo dan kusam, atau bahkan
mati.
Organisasi yang mati tinggal dalam kenangan dan menghapuskan harapan-ha-
rapan. Sedangkan organisasi yang hidup bergerak memacu harapan-harapan. Lan-
tas bagaimana dengan organisasi yang lumpuh? Ia tetap hidup, tetapi tidak mampu
merespons apa-apa. Tubuhnya lemas, wajahnya lesu dan pucat, tak ada tenaga.
Pakaiannya lusuh, tak ada aroma wewangian seperti yang biasa tercium pada
orang-orang muda yang sehat. Hidup, tetapi tidak menyimpan harapan apa-apa.
Pada awal-awal berdirinya, organisasi mulai mencari bentuk. Seperti seseorang
yang baru datang untuk menetap di suatu kota, ia akan mengeksplorasi jalan-jalan
yang ada, sampai ia mengetahui jalan tercepat dan termudah untuk mencapai
tempat yang dituju. Setelah sekali-duakali merasa nyaman, maka jalan itu akan
ditetapkan sebagai rute utama. Ia akan membentuk seperti sebuah peta yang me-
warnai pikiran seseorang.
Ketika manusia dan organisasi mulai menemukan jalannya, sebuah peringatan
harus segera dilayangkan:
"Hati-hati, Anda akan terbelenggu oleh tradisi."
Jalan yang Anda lewati ternyata juga diminati orang-orang lain atau organisasi
lain. Ia dapat menjadi padat dan Anda mulai harus merayap mengendap-endap di
tengah-tengah kemacetan. Mereka Memilih "Menyesuaikan Diri"
13
"Mulanya anda mencari kebiasaan, tetapi lambat-laun
Anda akan dikuasai oleh kebiasaan. "Anda akan terbe-
lenggu bolak-balik melewati jalan yang sama di sana
dan frustasi.
Lebih cclaka lagi, ternyata mereka sudah merasa nyaman berada di jalan itu
dan tak punya nyali melewati jalan-jalan baru. Mereka semua takut keluar dari
tradisi mencari jalan-jalan baru. Istri dan teman-teman selalu menahan mereka,
"Nanti engkau akan tersesat!" Kepada mereka, kita perlu mengingatkan Sebalik-
nya.
Suasananya sudah berubah, tetapi mereka masih melakukan hal yang sama.
• • Mereka Memilih "Menyesuaikan Diri"
Salah satu cara memperbaiki "DNA Organisasi" adalah dengan memasukkan
"darah-darah segar" baru. "Darah-darah segar" itu dapat berupa manajer-manajer
baru atau anak-anak muda yang masih segar. Kita harapkan agar mereka mampu
menjadi katalis untuk memberi "warna baru". Kita seleksi mereka dengan ketat
dan kita berikan mereka career track yang cepat.
Waktu pun berlalu dan semua berjalan seperti yang kita harapkan. Tetapi
lewat setahun, masa bulan madu pun berakhir sudah. Orang-orang baru sudah
tidak menjadi baru lagi.
Supaya tetap sehat,
organisasi harus di-
gerakkan. Pendiri dan
para pemimpinnya
harus meniupkan ruh
kehidupan dari hari ke
hari. Ia harus diberi Visi
keputusan-keputusan
strategis, merekrut dan
melatih kembali ang-
gota-anggotanya agar
fit dengan kebutuhan-
kebutuhan baru. Semua
orang yang bekerja
harus bisa memimpin,
dan yang memimpin
harus bisa bekerja. • • Dimusuhi Orang-orang lama
Kalau mereka teguh, maka mereka akan tetap konsisten membawa nilai-ni-
lai baru dan bekerja dengan etos kerja yang berbeda. Tetapi orang-orang yang
berbeda cenderung akan dimusuhi. Masyarakat kita pada dasarnya adalah masya-
rakat yang komunal.
Masyarakat komunal biasanya mempunyai ciri-ciri >
1 Memiliki rasa ingin tahu yang demikian besar terhadap orang lain
2 Bila ada orang lain yang berbeda, maka mereka akan "dibentuk" agar menjadi sama melalui mekanisme
rumor/gosip. Dengan demikian gosip lebih ditujukan kepada "mereka yang tidak sama" supaya "menjadi sama"
3 Penghormatan terhadap penghuni lama. Setiap pendatang baru dituntut memberi hormat pada mereka
yang datang lebih dahulu. Mekanisme perpeloncoan, baik secara resmi (melalui ritual-ritual) maupun tidak
resmi (melalui perintah-perintah yang tidak resmi) ataupun hambatan-hambatan terhadap orang-orang
baru diterapkan untuk menimbulkan kepatuhan bagi orang-orang baru terhadap penghuni lama.
Dengan demikian, mereka (orang-orang baru) yang dimusuhi akan merasa-
kan tekanan-tekanan yang cukup besar untuk bertahan.
Pada Umumnya, orang-
orang kita memiliki
kecenderungan
menyesuaikan diri
dengan keadaan, dan
membiarkan dirinya
terkontaminasi dengan
nilai-nilai lama.
••• Larut pada Orang-orang Lama
Karena kerasnya tekanan, ditambah dengan kondisi di luar yang tidak kon-
dusif (misalnya: sulit mencari pekerjaan lain), seseorang akan lebih memilih ber-
gabung dengan "rezim lama".
Mereka akan cenderung larut, sehingga DNA. baru vang
dibawa dari luar mengalami recoding dan kode-kode
pcmbentuk perilakunya menjadi sama satu dengan
lainnya.
Sedangkan mereka, yang memiliki kepribadian dalam DNA yang lebih kuat
biasanya cenderung memilih keluar, mencari karier di tempat lain. Pertarungan
antara DNA yang saling bertentangan perlu mendapat perhatian yang serius
tentunya.
Kedua kenyataan di atas menunjukkan gambaran betapa kita harus melaku-
kan Re-Code secara lebih serius agar setiap sel yang ditanam tidak terkontaminasi
nilai-nilai lama sehingga membuat proyek Re-Code gagal di tengah jalan.
• • Terbelenggu Tradisi
Ketika Anda terbiasa hidup dalam suasana yang rutin, Anda mulai menjadi
robot yang bergerak mekanistik, tanpa perlu lagi berpikir dan menggunakan nu-
rani atau perasaan. Apa bahayanya organisasi yang demikian?
Mereka akan dipukul habis oleh para "pendatang baru" yang keluar dari pa-kem atau
tradisi yang ada. Orang-orang baru itu kita sebut kaum muda. Kadang kita sebut juga
mereka sebagai wirausaha. Mereka tak punya pengalaman apa-apa di dalam industri atau
organisasi. Tetapi mereka tahu persis, jalan yang Anda tem-puh bukanlah jalan yang
terbaik lagi. Mereka menjelajahi hal-hal baru, sampai akhirnya mereka menemukan jalan
baru atau cara baru.
Pesan Laura & Al Ries sungguh sederhana. Mereka yang sudah ber-
ada di organisasi yang besar (big companies) cenderung terbelenggu oleh kebiasaan (the
way they are). Mengapa Anda bekerja seperti itu? Jawabnya, "Karena kemarin kita
bekerjanya juga seperti itu." Kita akan terbelenggu oleh tradisi.
Awam selalu mengatakan "monkey see, monkey do". Setiap generasi baru yang datang
akan mengkopi tradisi yang dilakukan para seniornya. Mereka tak berani melakukan hal-
hal yang baru, yang berbeda sama sekali. Seperti pegawai negeri yang meniru semua cara
yang dilakukan oleh para seniornya. Mulai dari kehadir-an, membuat surat, memohon
petunjuk atasan, mengambil keputusan, mengurus SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas),
merumuskan anggaran, membuat lapor-an, memberi perintah, dan sebagainya.
Entrepreneur, kaum muda yang berada di luar, yang belum terkontaminasi dengan
pengalaman, di lain pihak, memikirkan hal-hal baru.
Dulu kita sering
membaca: "Learn from
the past." Ini berarti kita
mendewakan
pengalaman. Pengala-
man ternyata bisa juga
menyesatkan, dan
sekarang harusnya:
"Learn from the future."
Yang artinya belajar
menciptakan hal-hal
baru dengan imajinasi.
Entrepreneur menciptakan sesuatu yang baru. Mereka tidak mengeksplorasi jalan
yang sudah ada, melainkan mencari jalan-jalan baru. Dalam evolusi ke-hidupan ini mereka
menciptakan kategori-kategori baru. Dari mesin tik muncul-lah komputer, mesin tik listrik,
PDA dan seterusnya. Dari supermarket muncul hypermarket dan minimarket serta
speciality store. Dari airlines "images" menjadi airline yang biaya operasionalnya murah
dan simpel. Apa yang dilakukan pelaku-pelaku lama menyaksikan para pendatang baru?
Apakah mereka turut memasuki jalan baru itu? Atau turut mengeksplorasi hal-hal baru?
Banyak solusi yang ditawarkan, termasuk menggagas perlunya seorang "super CEO".
Tetapi sebagai makhluk hidup, organisasi (living organization), memiliki molekul-molekul
pembawa sifat (DNA). Karena DNA itu tersimpan dalam ben-tuk kode-kode, maka
kepemimpinan saja tidak cukup. Anda harus melakukan
Bayangkan, adakah
pribumi yang menjadi
wirausaha dikampung
asalnya? Rasanya tidak.
Entrepreneur Umumnya
perantau yang berani
mengambil risiko dan
hidup mandiri.
"BIG COMPANIES TEND TO THINK THE WAY THEY
ARE... ENTREPRENEURS TEND TO THINK THE WAY
THEY COULD BE..." (LAURA & AL RIES) Mata orang lama: Mata Persepsi
"Melihat yang kasat mata"
Here and now (yang terlihat di sini, sekarang)
Terbelenggu oleh tradisi
Mata Analis: Mata duga-duga
"Melihat dengan berbagai pertimbangan"
Segala sesuatu bisa terjadi
Ada keragu-raguan, tetapi karena tak dijalankan sendiri,
bicara itu mudah
Terbelenggu dengan kemungkinan-
kemungkinan/skenario-skenario
(Probability)
Mata Wirausaha: Mata Visi
"Melihat masa depan sebagai sesuatu yang bisa
menjadi kenyataan" The beauty of tomorow
Segala sesuatu mungkin (The art of possibility)
upaya yang lebih serius lagi; yaitu me-Re-Code molekul-molekul itu dan memben-
tuk kembali DNA individu-individu pembentuk organisasi.
> > Maaf, Leadership Saja Tidak Cukup !
Di Budapest, saya bertemu dengan Batara Sianturi, CEO Citibank Hongaria
yang direkrut sebagai expath dari Jakarta. Batara adalah orang Indonesia asli dan
barangkali ia adalah satu-satunya orang Indonesia (dan yang pertama) yang men-
duduki posisi puncak di Citibank sebagai expath di luar negeri. Sebelumnya ia
menjabat sebagai Vice President di Citibank Jakarta.
Semua eksekutif di Indonesia tentu tahu siapa Citibank. Orang-orang menye-
but mereka sebagai Citibankers.
Pokoknya, kalau sudah masuk di Citibank, maka karak-ter mereka
pun menjadi khas. Mereka direkrut lewat sebuah proses yang sangat selektif
dan kompetitif. Setelah berada di dalam Citibank, mereka mengalami proses
pembentukan yang tiada henti.
Kinerja mereka dipacu, dan mereka bekerja dengan sistem vans
selalu diperbaharui. Singkatnya mereka punya pemimpin kelas Citibank,
anak-anak buah kelas Citibank, kultur Citibank, teknologi Citibank dan incentive
sekelas Citibank. Cara kerja mereka yang mengagumkan membuat mereka selalu menjadi rebut-
an. Beberapa di antara mereka terbukti sukses memimpin bank. Robby Djohan,
Laksamana Sukardi, Rini Soewandhi, Michael Ruslim (Astra), dan Edwin Geru-
ngan adalah sedikit di antara nama-nama besar Citibankers yang sukses mengelola
bank-bank lain. Tapi nanti dulu....
Pentingnya leadership tentu sudah dibahas di mana-mana. Saya pun mera-
sakan demikian. Jargon "one person can make a difference" sungguh melekat.
Kita percaya kalau berhasil merekrut seorang pemimpin sejati maka semua urusan
pun akan beres. Pemimpin yang bagus dapat menggerakkan organisasi. Ia datang
memberi inspirasi dan energinya terasa di mana-mana. Organisasi dengan
"pemimpin" akan dirasakan bedanya. Dengan bantuan tangan satu orang itu saja,
produktivitas dan kinerja institusi/perusahaan tampak berbeda.
Analoginya,
Sebagai makhluk hidup
mereka tentu tidak
mudah melakukannya.
Mereka lebih terbeleng-
gu di jalan yang lama.
Mereka terbelenggu
dengan pasukan lama
yang berpikir tentang
kemarin (the beauty of
yesterday), peralatan
dan sistem yang lama,
serta model bisnis yang
sudah ketinggalan
zaman.
Kepada saya, Batara Sianturi menjelaskan kepemimpinannya di Hongaria
berjalan efektif. Ia diberi target oleh kantor pusat, tetapi pada saat yang bersamaan
ia juga diberi sejumlah mandat. Di antara mandat-mandat itu, yang terpenting
adalah mandat untuk menawarkan pensiun dini bagi mereka yang dinilai bekerja
di bawah standar Citibank. Untuk menjalankan semua itu ia diberi manajer SDM
yang andal dan resources (sumber-sumber daya) yang memadai seperti incentive,
paket "golden shake hands" (jabat tangan emas), dan sebagainya. Maka praktis
proses pemberhentian tidak menimbulkan gejolak apa-apa. Di kantor itu ia biasa
bekerja hingga larut malam, demikian pula bawahan-bawahannya. Lengkap su-
dah, pimpinan, staf, anak buah, insentif dan culture menyatu sebagai Citibank.
Tentu saja ini bukan cuma sekadar model Citibank. Hampir semua perusahaan
besar profesional punya sistem serupa yang terintegrasi.
Jadi, tidak mungkin seorang super CEO didukung oleh
insentif SDM sekelas PNS (Pegawai Negeri Sipil).
• • • Visi dan Keterampilan Memegang
Peranan Penting
Tetapi di tengah-tengah ceritanya Batara Sianturi juga menuturkan kisah-
kisah getir yang dialami kolega-koleganya yang pernah dibajak oleh sejumlah
Dostları ilə paylaş: |